XVII KAPAS

Kapas, bahan paling utama dari kain tenun, dihasilkan dari tanaman semi tropis bernama kapas. Ia tumbuhan herbal atau semak dengan tinggi mencapai satu hingga dua meter. Bunganya besar berwarna kuning. Di atasnya ada gumpalan lembut kantong benih seukuran telur. Warnanya kadang putih mengkilap atau  kuning pucat, tergantung jenis kapas. Di dalam gumpalan kapas inilah benih-benih nya tersebar.

“Rasanya aku pernah melihat serpihan-serpihan seperti itu di musim semi dari puncak kapuk Poplar dan Willow,”  ujar Claire.

“Iya, mirip seperti itu. Pada buah pohon Willow dan poplar terdapat biji-biji yang ukurannya tiga kali lebih besar dari pada kepala jarum pentul. Bentuknya sedikit panjang. Pada bulan Mei buah ini matang. Mereka membuka dan menerbangkan serat-serat putih yang didalamnya terdapat benih. Saat udara tenang, kapas-kapas putih ini jatuh, di bawah pohon tersebar kapas-kapas putih selaksa salju; namun angin membawa gumpalan-gumpalan kapas ke tempat yang jauh, bersama benih-benihnya. Sampai akhirnya mereka menemukan tempat kosong, bertumbuh dan menjadi pohon. Banyak benih tanaman lain yang memiliki serat-serat halus ringan yang membuat mereka melayang di udara dalam waktu lama sehingga dapat melakukan perjalanan jauh untuk menemukan tempat bertumbuh. Contohnya, siapa yang tak mengenal benih bunga thistle dan dandelion? Benih-benih selembut sutranya dapat dimainkan dengan cara meniup-niupkannya ke udara.”

“Apakah gumpalan-gumpalan kapas poplar dapat dimanfaatkan sama seperti kapas?” tanya Jules.

“Sama sekali tidak. Jumlahnya terlalu sedikit, dan sulit mengumpulkannya. Selain itu, sulit untuk dipintal. Namun, walau kita tak menggunakannya, makhluk lain menganggap mereka sangat bermanfaat. Mereka mengumpulkannya untuk dijadikan sarang. Burung Goldfinch adalah salah satu dari burung terpandai dari burung-burung cerdas. Sarangnya terbuat dari kapas dan merupakan maha karya yang sangat indah dan kuat. Di antara cabang-cabang kecil, mereka membuat tempat tinggal dari gumpalan serat kapas pohon Poplar dan Willow untuk melindungi tubuh mereka dari duri-duri tajam saat lewat. Burung ini membuat sarang untuk burung-burung muda, sebuah kasur berbentuk cangkir. Kasur itu lembut dan hangat sehingga pangeran kecil yang ada di dalamnya terbalut oleh kain hangat yang tak ada bandingannya.

“Untuk membangun sarang, para burung mencari bahan-bahan material di dekatnya. Setelah itu, mereka bekerja. Ketika musim semi tiba, burung Goldfinch tak perlu memikirkan bahan-bahan untuk membuat sarang karena semuanya sudah tersedia melimpah:bahan pembuat kasur, gumpalan thistle, maupun pagar tanaman di pinggir jalan. Demikianlah seharusnya karena seekor burung memang tak memiliki kecerdasan untuk merencanakan dan mempersiapkan keperluan yang dibutuhkan jauh hari dengan hati-hati dan bijak. Lain halnya dengan manusia. Mereka memiliki kemampuan untuk memperoleh segala sesuatu dengan berpikir dan bekerja sehingga dapat mendatangkan kapas dari negara-negara yang jauh. Tetapi burung, mereka dapat memperoleh kapas dari pohon-pohon Poplar di sekitarnya.

“Ketika masak, buah kapas terbuka dan mengeluarkan serat lembut yang kemudian dikumpulkan dalam gumpalan-gumpalan. Gumpalan kapas itu dikeringkan hingga kering sempurna di bawah sinar matahari. Kemudian orang akan memukul-mukul kapas dengan alat atau memasukkannya ke mesin khusus. Di mesin itu biji dan kulitnya dipisahkan. Kemudian kapas dimasukkan  ke dalam karung-karung besar untuk diproses menjadi kain di pabrik-pabrik. Negara-negara yang paling banyak memproduksi kapas adalah Amerika. Setelah itu India, Mesir, dan Brazil.”

“Dalam satu tahun, pabrik-pabrik di Eropa menghasilkan kira-kira delapan ratus  kilogram kapas. Jumlah ini bukan yang terbanyak karena seluruh dunia mengenakan pakaian yang diubah menjadi kain bermotif, kain sprei, dan blacu. Aktivitas manusia tidak lebih besar dari pada aktivitas perdagangan kapas. Begitu banyak pekerja terlibat, begitu banyak mesin-mesin rumit yang dioperasikan, begitu jauh perjalanan dan begitu besar biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan selembar kain berukuran beberapa sentimeter saja! Kapas dikumpulkan, dalam perkiraan kita, dari tempat yang beribu-ribu kilometer jauhnya. Kemudian kapas ini melintasi seperempat bagian benua dan tiba di Perancis, Inggris untuk diolah.” Kapas pun di pintal, ditenun, diwarnai, kemudian dicetak. Setelah itu kain melintasi lautan lagi, mungkin sampai ke ujung dunia untuk dijadikan pakaian orang-orang negro berambut keriting. Begitu banyak hal yang dilibatkan dalam pembuatan kain ini. Untuk keperluan separuh tahun, kapas selalu perlu ditanam. Dari sekepalan tangan kapas, ada biaya yang harus dikeluarkan untuk pekerja yang telah menanam dan memanennya. Selanjutnya datanglah pembeli dan pelaut yang mengangkutnya. Mereka adalah sebagian dari mereka yang terlibat dalam perdagangan kapas. Kemudian ada pemintal, penenun, pemberi warna. Semuanya harus dibayar untuk kerja keras mereka. Hal ini pun masih belum selesai. Ada pembeli lain yang membeli kain ini, lalu pedagang lain yang menjual secara eceran. Bagaimana bisa segumpal kapas itu membayar semua orang yang terlibat di dalamnya tanpa menjadikan harga kain menjadi sangat mahal?”

“Untuk mencapai hal ini, dua kekuatan industri terlibat di dalamnya: ada yang bekerja dalam skala besar dan ada yang dilakukan dengan bantuan mesin. Kalian telah lihat bagaimana Mama Ambroisine memintal benang wol. Pertama, wol dipanjangkan lalu dikaitkan dan dikunci. Kait akan menangkap wol dan perputarannya memilin serat menjadi benang dan sedikit-sedikit menjadi panjang karena ada pengunci yang dipegang dan diatur oleh jari tangan. Ketika benang sampai pada panjang tertentu, Mama Ambroisine menggulungnya di jarum pintal dengan gerakan yang tepat menggunakan roda. Kemudian, ia lanjut memilin wol itu lagi.

“Pendek kata, kapas dapat dipintal dengan cara yang sama. Namun bagaimanapun pintarnya Mama Ambrosine, kain yang ia pintal mengeluarkan biaya yang sangat mahal karena metode yang ia gunakan. Lalu, bagaimana caranya? Caranya adalah, sebuah mesin dibuat untuk memintal kapas. Dalam sebuah ruangan yang lebih besar daripada gereja terbesar, ratusan ribu mesin pemintal melakukan pekerjaannya. Semua bekerja bersamaan dengan kecepatan dan ketepatan yang sama sehingga mudah diawasi. Suara mesin-mesin ini sangat memekakan telinga. Kapas-kapas ditangkap oleh ribuan pengait: benang terulur tak berkesudahan dari satu silinder ke silinder lain dan menggulung sendiri di alat-alat penggulung. Dalam beberapa jam, gunungan kapas berubah menjadi benang yang sangat panjang, sampai-sampai bisa mengitari bumi. Lalu, apa yang digunakan mesin-mesin pemintal itu agar dapat bekerja secerdas Mama Ambroisine? Ada beberapa sekop batu bara yang digunakan untuk memanaskan air. Uap airnya menggerakkan mesin. Semua pekerjaan, penenunan, pencetakan, desain-desain yang berwarna, singkatnya,  dan beragam operasi yang dilakukan oleh mesin-mesin itu hingga menghasilkan kain dengan cepat dan ekonomis. Dengan demikian, para petani, perantara, pelaut, pemintal, penenun, pemberi warna kain serta pedagang berbagi keuntungan dari segenggam kapas yang telah menjadi selembar kain blacu dan dijual seharga  empat sous.”

Leave a Comment

error: Content is protected !!