Pendahuluan untuk Seri Pendidikan di Rumah

Pandangan pendidikan saat ini tampak berkabut dan memprihatinkan baik di dalam maupun di luar negeri. Ilmu pengetahuan menjadi fokus yang terpenting dalam pendidikan, bahwasanya pelajaran bahasa Latin, bahasa modern, matematika, perlu direformasi, lalu kegiatan alam dan kerajinan tangan harus ditekankan sebagai sarana pelatihan mata dan tangan, kemudian karena setiap anak laki-laki dan perempuan harus belajar menulis dan membuat karangan tertulis dalam bahasa Inggris, mereka juga perlu mengenal pelajaran sejarah dan sastra; namun di sisi lainnya pendidikan harus dibuat lebih ke arah teknis dan menghasilkan banyak manfaat -‘utilitarian’– Dan hal ini memang merupakan bagian dari tantangan zaman, inilah seruan pencarian tentang pendidikan yang muncul dan terus mencari kelayakannya, akan ke arah mana kita bergerak maju. Tetapi sayangnya, kita tidak memiliki prinsip yang menyatukan semuanya itu, tidak juga memiliki tujuan yang pasti; bahkan mungkin sebenarnya, tidak memiliki dasar filosofi pendidikan. Layaknya air yang mengalir di sungai, air di aliran hilir tidak bisa naik lebih tinggi dari sumbernya (hulu), maka mungkin akan sulit bila upaya pendidikan tadi bisa naik ke tingkat yang melebihi seluruh kerangka pemikiran awal yang dilahirkannya; dan mungkin ini adalah alasan dari semua kegagalan, kehilangan, kejatuhan, dan kekecewaan yang melandasi catatan perjalanan pendidikan kita.

  • [Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata utilitarian adalah pemanfaatan, berhubungan dengan utilitarianisme, pengikut utilitarianisme
  • Paham utilitarianisme menekankan kepada perbuatan bukan kepada individu pelakunya. Singkat kata, ajaran pokok dari utilitarianisme adalah prinsip kemanfaatan (the principle of utility). Pada upaya untuk memberi kemanfaatan kepada orang lain, manusia melakukan tindakan-tindakan yang prososial.

Banyak di antara kita yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun mengejar visi Pendidikan yang baik, namun hal itu masih sulit ditemukan, walau memandang bahwa pendekatan pendidikan seharusnya terikat oleh suatu hukum, dan kenyataannya hukum ini masih belum tersibak. Kami hanya dapat melihat garis besarnya, namun belum dapat menggali lebih dari itu. Namun kami meyakini bahwa hukum itu meresap di segala arah; tidak ada bagian dari kehidupan anak, di rumah atau di sekolah yang tidak terkena oleh hukum ini. Hukum ini juga memberikan pencerahan, menunjukkan nilai, atau bahkan ketiadaan nilai dari ribuan sistem dan kelayakannya. Dan bukan hanya sekadar memberi penerangan, tetapi juga ukuran, memberikan standar yang harus diuji bagi segala hal, baik yang kecil maupun yang besar, semua yang berkaitan dengan pekerjaan pendidikan. Hukum ini juga liberal, mencakup segala sesuatu yang benar, jujur, dan memiliki ulasan yang baik, dan tidak memberikan batasan atau hambatan kecuali jika berlebihan dan akan merugikan. Dan jalur yang ditunjukkan oleh hukum ini adalah berkelanjutan dan progresif, tanpa ada tahap transisi dari masa kelahiran hingga kematian, yang membedakan adalah, manusia menjadi dewasa ketika ia dapat melewati proses, berkemampuan mengatur dan menguasai diri yang telah dilatih sejak masa kecilnya. Kita tanpa keraguan akan menemukannya, ketika kita memahami hukum ini, seperti beberapa pemikir Jerman – Kant, Herbart, Lotze, Froebel  – teori mereka dibenarkan; seperti apa yang telah mereka katakan, penting dan mendasar untuk percaya kepada Tuhan; oleh karena itu, pengetahuan tentang Tuhan adalah pengetahuan utama, dan tujuan utama pendidikan. Dengan adanya karakteristik ini, kita akan dapat mengenali hukum sempurna tentang pendidikan pembebasan ketika hal itu dinyatakan. Telah dikatakan bahwa ‘Ide terbaik yang dapat kita bentuk tentang kebenaran mutlak adalah ketika ia dapat memenuhi setiap kondisi yang telah diuji.’ Ini yang akan kita harapkan dari hukum yang kita temukan – bahwa ia akan memenuhi setiap uji coba eksperimen dan setiap uji coba penyelidikan rasional.

  • [Immanuel Kant (1724-1804), Johann Friedrich Herbart (1776-1841), Hermann Lotze (1817-1881), dan Friedrich Froebel (1782-1852) mereka semua adalah ahli filsafat, pedagogi dan akademisi yang memiliki gagasan yang mengubah cara bagaimana pendidikan diajarkan.]
  • [Konsep kebebasan dalam pendidikan merupakan dasar dari pendidikan pembebasan. Pendidikan pembebasan adalah pendidikan yang mampu menumbuhkan suasana humanis, dan mampu mengembalikan tujuan pendidikan yaitu sebagai alat untuk memanusiakan manusia.]

Sebelum menerima hukum ini, kita dapat kembali menelaah dan merujuk ke Froebel atau kepada Herbart; atau, jika kita mengikuti sekolah lain, merujuk kepada Locke atau Spencer; tetapi ternyata bukankah kita tetap merasa tidak puas. Ketidakpuasan ini apakah kegelisahan yang datang dari Ilahi? Dan muncul dari sanubari kita yang terdalam; pasti setiap dari kita akan menyambut dengan gembira filsafat pendidikan yang dapat efektif diterapkan sebagai pembebas dari tumpukan kegalauan ini. Sebelum pencerahan besar ini datang kepada kita, kemungkinan besar banyak upaya percobaan telah dilakukan, dengan lebih atau kurang mencari pemikiran filosofi yang berkarakter; Dapat tercatat, memiliki gagasan sentral, dan serangkaian pemikiran dengan berbagai bagian di bawahnya yang dapat bekerja dalam harmoni dan keselarasan yang fundamental.

  • [John Locke (1632-1704) dan Herbert Spencer (1820-1903) adalah ahli filsafat yang gagasannya mengubah cara kita berpikir tentang individu.]
  • Filosofi yang berkarakter: 4 karakteristik filosofi adalah kekaguman/keheranan (wonder), kontemplasi (contemplation), nalar (reason), dan kemandirian intelektual (intellectual independence)

Teori pendidikan seperti itu, yang tidak perlu sungkan untuk menyebutkan hal tersebut sebagai sistem psikologi, harus selaras dengan gerakan zaman; harus memandang pendidikan, bukan sebagai kompartemen terpisah, tetapi sebagai bagian dari kehidupan seperti kelahiran, pertumbuhan, pernikahan, pekerjaan; dan harus membuat para siswa menjejak dan terhubung dengan dunia melalui banyak sentuhan (membangun relasi). Sesungguhnya para pendidik bersemangat untuk menjalin relasi seperti itu dalam beberapa arah, tetapi upaya mereka bergantung pada standar tolak ukur (aksioma)di sini namun gagasan ternyata berada di sisi yang lain, sehingga tidak ada dasar pemikiran yang menyatukan secara luas untuk mendukung keseluruhannya.

  • [aksioma – arti aksioma di KBBI adalah: pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian]

‘Fools rush in where angels fear to tread’ Bagai orang bodoh yang mencoba masuk ke suatu tempat, yang bahkan orang bijak ragu untuk melangkah; dengan harapan bahwa mungkin dengan adanya upaya percobaan ini yang mengarahkan pada pencarian filosofi pendidikan, berharap semua itu akan mendekatkan kita pada karya besar (Hukum yang fundamental) ’magnum opus’, mendorong saya untuk meluncurkan satu upaya seperti itu. Gagasan sentral, atau lebih tepatnya serangkaian pemikiran, yang menjadi dasar saya, adalah fakta yang semakin jelas bahwa anak adalah pribadi utuh dengan semua kemungkinan dan kekuatan yang terkandung dalam kepribadiannya. Bagian-bagian dari inti pemikiran ini  ini telah dieksploitasi dari waktu ke waktu oleh para pemikir pendidikan, dan tampak secara samar sebagai suatu kewajaran, ada gagasan di sini, ada lagi di sana. Satu tesis, yang mungkin baru, bahwa Pendidikan adalah Ilmu Relasi, tampaknya bagi saya dapat memecahkan pertanyaan tentang kurikulum, dengan menunjukkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membuat anak terhubung    sebanyak mungkin dengan kehidupan alam dan banyak ide juga pemikiran. Lalu tambahkan satu atau dua kunci pengetahuan mengenai pengenalan diri , dan pemuda yang terdidik akan melangkah tegap dengan pengelolaan diri, memiliki beberapa kegiatan untuk mengejar tujuan yang ingin dicapai, serta memiliki banyak minat yang penting. Alasan saya untuk memberanikan diri untuk menawarkan solusi, walaupun masih tentatif dan sementara, terhadap masalah pendidikan yang berlipat ganda ini. Selama tiga puluh hingga empat puluh tahun, saya telah bekerja tanpa henti untuk menetapkan teori pendidikan yang berfungsi dan filosofis; dan selanjutnya, setiap klausa keyakinan mengenai pendidikan yang saya tawarkan, telah ditemukan melalui proses induktif; dan menurut pendapat saya, telah diverifikasi melalui serangkaian eksperimen yang panjang dan luas. Namun, dengan kerendahan hati yang tulus, saya berani menawarkan hasil dari upaya yang panjang ini; karena saya tahu bahwa di bidang ini ada banyak pekerja yang jauh lebih mampu dan terampil daripada saya––Seperti malaikat yang ragu untuk melangkah di pijakan yang genting! ‘the angels who fear to tread, so precarious is the footing!’

Namun, semoga sebagian hal ini dapat memberikan semangat kepada orang lain, saya lampirkan ringkasan singkat teori pendidikan yang dijabarkan lebih lanjut dalam volume-volume Seri Pendidikan di Rumah.

Gagasan pendekatan pendidikan ini bukanlah sistematis, tetapi lebih ke insidental; sedikit di sini, sedikit di sana, menawarkan yang paling mungkin memenuhi kebutuhan orang tua dan guru. Saya harus menambahkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir berbagai esai tersebut telah disiapkan untuk digunakan oleh Persatuan Pendidikan Nasional Orang Tua dalam harapan bahwa masyarakat tersebut dapat menjadi saksi untuk sejumlah pemikiran pendidikan yang sekiranya cukup koheren ini.

“The consequence of truth is great; therefore the judgment of it must not be negligent.”––Whichcote

“Konsekuensi dari kebenaran itu besar adanya; oleh karena itu, penilaiannya tidak boleh gegabah.”––Whichcote

  • Anak-anak adalah individu yang seutuhnya.
  • Mereka tidak dilahirkan baik atau buruk, tetapi dengan segala kemungkinan baik atau jahat.
  • Prinsip otoritas di satu sisi dan ketaatan di sisi lain adalah sesuatu yang alami, diperlukan, dan fundamental; tetapi
  • Prinsip-prinsip ini terbatas oleh rasa hormat yang diberikan kepada kepribadian anak-anak, yang tidak boleh dilanggar, baik oleh rasa takut atau cinta, saran atau pengaruh, atau mempermainkan hasrat anak terhadap suatu keinginan alami tertentu (manipulasi).
  • Oleh karena itu, pendidikan kita batasi dengan tiga instrumen pendidikan – atmosfer lingkungan, disiplin kebiasaan, dan penyajian ide hidup.
  • Dengan mengatakan, Pendidikan adalah atmosfer, tidak dimaksudkan bahwa seorang anak harus terisolasi di dalam apa yang dapat disebut ‘lingkungan anak,’ yang secara khusus disesuaikan dan dipersiapkan; tetapi  harus memperhitungkan nilai pendidikan dari atmosfer alami yang ada di rumah, baik hal yang berhubungan dengan orang lain (orang serumah) maupun lingkungan, alam dan benda-benda sekitar, serta harus membiarkannya memiliki hidup bebas di dalam kondisi yang layak.  Menyepelekan hal ini membuat anak menjadi kerdil (dalam pertumbuhan fisik dan mentalnya) yakni bila kita menggiring anak dan memintanya tinggal dalam dunia khusus tingkat anak-anak dan meremehkannya.
  • Pendidikan adalah disiplin untuk melatih kebiasaan baik dan benar, yang dimaksudkan adalah disiplin kebiasaan terbentuk dengan pasti dan dengan penuh pemikiran, mencakup kebiasaan baik dalam mental maupun kebiasaan baik secara fisik. Ahli fisiologi mengatakan kepada kita tentang adaptasi struktur otak terbentuk dan seirama dengan garis pemikiran pembentuk kebiasaan – yakni dengan kita melatih kebiasaan secara rutin.
  • Saat dikatakan bahwa Pendidikan adalah kehidupan. Kebutuhan manusia akan pemeliharaan secara intelektual, moral serta pemeliharaan fisik terkandung di dalamnya. Pikiran diberi makanan intelektual oleh ide, dan oleh karena itu anak-anak harus memiliki kurikulum yang luas, kaya dan beragam.
  • Tetapi pikiran bukanlah hanya sebuah bejana, tempat ide-ide harus dituangkan, lalu setiap ide ditambahkan ke ‘massa apersepsi’ atau yang sejenisnya, teori yang menjadi dasar doktrin kepentingan Herbartian.
  • [Apersepsi menurut KBBI adalah pengamatan secara sadar (penghayatan) tentang segala sesuatu dalam jiwanya (dirinya) sendiri yang menjadi dasar perbandingan serta landasan untuk menerima ide-ide baru. Salah satu teori yang mendukung perlunya apersepsi sebelum kegiatan belajar dimulai adalah teori pemrosesan informasi.]
  • Sebaliknya, pikiran seorang anak bukan hanya sekadar kantong kosong untuk menampung ide; tetapi lebih tepatnya, jika perumpamaan itu diizinkan, pikiran adalah suatu organisme spiritual, dengan hasrat untuk semua pengetahuan. Dan ide Ini adalah makanan yang sesuai, dan dia siap untuk menyantapnya terhadap ide yang bisa dicerna pada waktunya dan dicerna bagai makanan dicerna oleh tubuh.
  • Perbedaan ini bukanlah suatu perdebatan verbal. Doktrin Herbartian menekankan pada pendidikan – persiapannya, pemberian pengetahuan dikemas  menarik dan disajikan secara berurutan – fokus pada guru. Anak-anak yang diajarkan dengan prinsip ini berisiko menerima banyak pengajaran dengan sedikit pengetahuan; dan aksioma guru adalah, ‘Apa yang dipelajari oleh seorang anak tidak begitu penting dibandingkan dengan bagaimana dia belajar itu.’
  • [Menurut Johann Friederich Herbart” The Encyclopedia of Philosophy. Vol. 3 & 4 Edited by Paul Edwars. New York: Simon and Schuster Macmillan, 1996. Langkah dalam metode pembelajaran itu meliputi 1) Persiapan (preparation), 2) Presentasi (penyampaian/penyajian) 3). Asosiasi materi pelajaran 4). Menyimpulkan 5). Menerapkan ( Application)]
  • [aksioma – arti aksioma di KBBI adalah: pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian]
  • Tetapi, percaya bahwa anak normal memiliki kemampuan pikiran yang membuatnya mampu menghadapi semua pengetahuan yang tepat baginya, kita harus memberinya kurikulum yang lengkap dan luas; Penting untuk diperhatikan, agar pengetahuan yang ditawarkan padanya adalah berupa hal yang vital – yaitu, bukan hanya lewat fakta-fakta yang disajikan gagasan-gagasan yang hanya memberi informasi. Dari konsepsi ini muncul prinsip bahwa,
  • Pendidikan adalah Ilmu Relasi; bahwasanya seorang anak memiliki hubungan alami dengan banyak hal dan berbagai pemikiran: karena itu kita harus mendidiknya melalui latihan fisik, kegiatan di alam, kerajinan tangan, ilmu pengetahuan dan seni, serta melalui banyak buku yang hidup; sebab kita tahu bahwa tugas kita bukanlah mengajarkan anak-anak tentang segala sesuatu, tetapi membantu mereka dalam proses memvalidasi pengetahuan itu sebanyak mungkin dalam hidupnya,

‘Those first born affinities,’
‘That fit our new existence to existing things.’

  • Terdapat juga dua rahasia pengelolaan diri dalam hal moral dan intelektual yang harus ditawarkan kepada anak-anak; Hal ini dapat kita katakan sebagai Daya Kehendak (Jalan Kehendak) dan Daya Nalar (Jalan Nalar).
  • [kbbi: daya /da·ya/ 1 kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak; 2 kekuatan; tenaga (yg menyebabkan sesuatu bergerak dsb); 3 muslihat; 4 akal; ikhtiar; upaya]
  • Daya Kehendak (Jalan Kehendak).––Anak-anak harus diajarkan

(a). Untuk membedakan antara ‘Aku ingin’ dan ‘Aku hendak.’

(b). Cara untuk melakukan kehendak yang efektif adalah dengan mengalihkan pikiran kita dari apa yang kita inginkan tetapi tidak kita kehendaki.

(c). Cara terbaik untuk mengalihkan pikiran kita adalah dengan memikirkan atau melakukan sesuatu yang sama sekali berbeda, yang menghibur atau menarik.

(d). Kemudian setelah sedikit beristirahat dengan cara ini, kehendak akan kembali bekerja dengan semangat baru. (Pemikiran mengenai kehendak ini sudah biasa dikenal sebagai pengalihan ‘diversion’. Dengan pengalihan ini membantu kita menghadapi dorongan keinginan dan dapat beroleh kekuatan tambahan untuk kembali “berkehendak”. Penggunaan sugesti –– bahkan sugesti terhadap diri sendiri –– sebagai bantuan untuk daya kehendak, harus ditinggalkan, karena cenderung melemahkan, klise dan stereotip. Tampaknya spontanitas adalah syarat perkembangan dan sifat yang manusia butuhkan. Keduanya, yakni disiplin dalam menghadapi kegagalan dan juga keberhasilan.)

Daya Nalar (Jalan Nalar).––Anak-anak harus diajari:

Kita juga harus mengajarkan anak-anak untuk tidak ‘bersandar’ (terlalu percaya) ‘pada pengertian mereka sendiri’, karena fungsi nalar adalah, untuk memberikan demonstrasi logis

(a).  Kebenaran matematika; dan

(b). Ide awal yang diterima oleh Daya Kehendak.

Dalam kasus pertama – kebenaran matematika, nalar mungkin dapat menjadi panduan yang sempurna, tetapi dalam kasus kedua – tentang ide, tidak selalu aman dari kesalahan, karena apakah ide awal itu benar atau salah, alasan akan mencoba terus berargumentasi dengan bukti yang tidak dapat dibantah.

  • Amsal 3:5 “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
  • Oleh karena itu, anak-anak harus diajarkan, saat mereka cukup dewasa untuk memahami pelajaran semacam itu, bahwa mereka memiliki tanggung jawab utama yang terus melekat selama hidupnya sebagai manusia yaitu apakah mereka menerima atau menolak gagasan awal. Untuk membantu mereka dalam memilihnya, kita harus memberi mereka prinsip-prinsip perilaku dan berbagai pengetahuan yang sesuai untuk mereka.
  • Gagasan awal: pemikiran yang melandasi (motif) untuk bertindak secara nyata. Ide atau motif yang mendasari mengapa sesuatu akan dilakukan.

Tiga prinsip ini (15, 16, dan 17) seharusnya melindungi anak-anak dari pemikiran yang tidak terkendali dan tindakan yang ceroboh yang membuat sebagian besar dari kita hidup pada tingkat yang lebih rendah dari yang seharusnya.

  • Kita tidak boleh memisahkan tumbuh kembang kehidupan intelektual dan rohani anak-anak; tetapi seharusnya mengajarkan kepada mereka bahwa Roh Ilahi memiliki akses yang konstan ke dalam roh mereka, dan merupakan pembantu ulung yang terus-menerus dalam semua minat, kewajiban, dan kebahagiaan dalam kehidupan.

[Yohanes 14: 15-16 “Jikalau kamu mengasihi Aku, kami akan menuruti segala perintah-Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.”]

[Yohanes 14:26 TB

tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.]

Akhir kata pengantar

 

 

Leave a Comment

error: Content is protected !!