BAB LIV MATAHARI

Pagi-pagi sekali Paman Paul dan keponakan-keponakannya mendaki bukit sekitar untuk melihat matahari terbit. langit masih cukup gelap. Satu-satunya orang yang mereka temui saat melewati desa adalah sang pemerah susu yang sedang dalam perjalanan ke kota dengan mentega dan susunya, dan pandai besi yang sedang memalu besi panas membara di landasannya, cahaya dari bengkel itu menerangi gelapnya jalan.

Terlindung oleh rumpun pohon juniper, Paul dan tiga anak itu menunggu pemandangan agung yang mereka datangi ke puncak bukit untuk dilihat. Di timur, langit semakin terang, bintang-bintang menjadi pucat dan kemudian menghilang dari pandangan satu per satu. Serpihan-serpihan awan kemerahan berenang dalam seberkas cahaya cemerlang yang secara bertahap muncul iluminasi lembut. lalu mencapai puncaknya, dan langit biru muncul kembali dengan semua transparansinya yang lembut.

Cahaya pagi yang sejuk ini, separuh siang hari yang mendahului terbitnya matahari, adalah aurora atau senja pagi. Sementara itu seekor burung, yang menjadi keriangan ladang, terbang ke awan tertinggi, seperti roket, dan menjadi yang pertama memberi salam pada langit pagi hari. Ia naik dan terus naik semakin tinggi, selalu bernyanyi, seolah-olah berada di depan matahari; dan dengan lagu-lagunya yang penuh semangat ia merayakan di surga yang tinggi kemuliaan memulai hari itu. 

Dengarlah: ada hembusan angin di dedaunan, yang bergerak dan berdesir; burung-burung kecil bangun dan berkicau; lembu, yang sudah digiring untuk bekerja di ladang, berhenti seolah-olah sedang berpikir, mengangkat matanya yang besar penuh kelembutan, dan renungan; semuanya menjadi hidup, dan, dalam bahasanya sendiri, mengucapkan terima kasih kepada Penguasa segala sesuatu, yang dengan tangan-Nya yang kuat membawa kita kembali pada matahari.

Dan ini lah dia: seberkas cahaya terang menyembur, dan puncak-puncak gunung tiba-tiba diterangi. Ini adalah tepian matahari yang mulai terbit. Bumi bergetar di hadapan penampakan bercahaya itu. Piringan yang bersinar terus naik: di sana, hampir utuh, kemudian kini benar-benar utuh, seperti batu asah dari besi merah-panas. Kabut pagi memoderasi silaunya dan memungkinkan seseorang untuk melihatnya secara langsung; tetapi segera saja tidak ada yang mampu menahan kemegahannya yang mempesona. 

Sementara itu sinarnya membanjiri dataran; panas yang lembut menggantikan kesegaran malam yang tajam; kabut naik dari kedalaman lembah lalu menghilang; embun, berkumpul di daun, menjadi hangat lalu menguap; di semua sisi kehidupan dimulai kembali, dari animasi yang ditangguhkan pada malam hari. Dan sepanjang hari, mengejar jalurnya dari timur ke barat, matahari bergerak, membanjiri bumi dengan cahaya dan panas, mematangkan panen menjadi kuning, memberi wewangian pada bunga, rasa buah, kehidupan setiap makhluk.

Kemudian Paman Paul, di bawah naungan pohon juniper, memulai pembicaraannya, “Apakah matahari itu? Apakah itu besar, apakah itu sangat jauh? Anak-anakku, ini adalah apa yang sekarang hendak aku ajarkan kepadamu.

“Untuk mengukur jarak dari satu titik ke titik lain, kamu hanya mengetahui satu cara: yaitu membaringkan sebanyak mungkin, satuan panjang, meter, dari satu ujung ke ujung lainnya dari jarak yang akan diukur. Tetapi, ilmu pengetahuan memiliki metode yang disesuaikan dengan pengukuran jarak yang tidak dapat dilakukan seseorang secara langsung; dan metode itu memberitahu kita apa yang harus dilakukan untuk menemukan ketinggian menara atau gunung, tanpa pergi ke puncaknya, bahkan tanpa mendekati dasarnya. Itu adalah metode yang sama seperti yang digunakan untuk menghitung jarak yang memisahkan kita dari matahari. 

Hasil perhitungan astronom adalah bahwa jarak kita dari matahari 38 juta leagues masing-masing 4000 meter. Jarak ini setara dengan 3800 kali keliling bumi. Aku katakan kepadamu bahwa, untuk melakukan tur dunia terestrial, seorang pria, pejalan kaki yang baik, yang mampu berjalan sepuluh leagues sehari, akan memakan waktu sekitar tiga tahun. Dia akan membutuhkan, kemudian, hampir 12.000 tahun untuk pergi dari bumi ke matahari, seandainya perjalanan itu mungkin untuk dilakukan. 

Kehidupan manusia yang tertua pun masih terlalu singkat untuk perjalanan sejauh ini yang dapat dicapai oleh satu orang; dan bila terdapat seratus generasi yang masing-masing berusia seratus tahun, dan mereka saling menggantikan di perjalanan dalam upaya menyatukan mereka, bahkan, masih tidak akan cukup.’’

“Dan lokomotif,” tanya Jules, “berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak itu?”

“Apa kau ingat seberapa cepat ia berjalan?”

“Aku melihatnya sendiri pada hari melakukan perjalanan bersamamu. Jika seseorang melihat ke luar, jalan itu tampak terbang begitu cepat sehingga membuat kau takut dan pusing.”

“Lokomotif yang menarik kita melaju dengan kecepatan sekitar sepuluh leagues per jam. Mari kita misalkan lokomotif yang tidak pernah berhenti dan melaju lebih cepat, atau 15 leagues per jam. Bergegas dengan kecepatan itu, mesin akan pergi dari satu ujung Perancis ke ujung lainnya dalam waktu kurang dari sehari; namun, untuk menempuh jarak dari bumi ke matahari, dibutuhkan lebih dari tiga abad. Untuk perjalanan seperti itu, mesin tercepat yang pernah dibuat oleh tangan manusia tidak lebih dari seekor siput lamban yang berambisi untuk melakukan perjalanan keliling dunia.”

“Dan aku yang berpikir, belum lama ini,” kata Emile, “bahwa dengan memanjat ke atap dan dengan bantuan sebatang buluh panjang aku akan bisa menyentuh matahari!”

 

 

 

 

 

 

 

Bagi orang yang percaya bahwa penampakan matahari hanyalah sebuah piringan yang menyilaukan, paling ia hanya sebesar batu asah.”

“Itulah yang aku katakan kemarin,” kata Jules.

batu asah batu kilangan

“Tapi, karena letaknya sangat jauh, mungkin sebesar batu kilangan.”

“Pertama, matahari tidak datar seperti batu asah; ia memiliki bentuk seperti bumi, bulat seperti bola. Lagipula, ia jauh lebih besar dari batu asah, bahkan dari batu kilangan.

”Objek tampak bagi kita kecil sebanding dengan jaraknya dari kita, sampai akhirnya menjadi tidak terlihat. Sebuah gunung tinggi yang terlihat dari jauh tampaknya hanya sebuah bukit berukuran sedang; salib yang berada di atas menara, dilihat dari bawah, terlihat sangat kecil meski dimensinya sangat besar. Sama halnya dengan matahari: ia terlihat sangat kecil hanya karena letaknya sangat jauh; dan karena jaraknya luar biasa, ukurannya pun harus berlebihan; jika tidak, alih-alih kita melihat seperti batu asah yang mempesona, ia malah akan menjadi tidak terlihat oleh kita.

“Kamu menemukan globe terestrial yang sangat besar; dan, terlepas dari perbandinganku, imajinasimu, aku yakin, belum mampu menggambarkan sesuatu dengan benar. Bagaimana dengan matahari, yang 1,4 juta kali lebih besar dari bumi! Jika kita menganggap matahari berongga seperti kotak bulat, untuk mengisinya dibutuhkan 1,4 juta bola yang besarnya seukuran bumi.

“Mari kita coba perbandingan lain. Untuk mengisi ukuran kapasitas yang disebut liter, dibutuhkan sekitar 10.000 butir gandum. Maka, dibutuhkan 100.000 butir gandum untuk mengisi 10 liter atau satu dekaliter, dan 1.400.000 butir gandum untuk mengisi 14 dekaliter. Nah, misalkan dalam satu tumpukan 14 dekaliter gandum, dan di sampingnya ada satu butir gandum. Untuk ukuran masing-masing butir ini mewakili bumi; dan tumpukan 14 dekaliter itu yang melambangkan matahari.”

“Ya ampun, betapa salahnya kami!” seru Claire. “Piringan kecil yang bersinar ini, ternyata kami berlebihan, kita seharusnya berpikir dua kali sebelum menetapkan dimensinya hanya sebesar batu Kilangan,karena sebagai bola dunia yang sangat besar yang bila dibandingkan dengan ukurannya yang raksasa, bumi tidak ada apa-apanya.”

“Oh, ya Tuhan di surga!” seru Jules.

“Ya, temanku, kamu mungkin berkata, ‘Tuhan dalam surga,’ karena pikiran bingung memikirkan massa yang tak terbayangkan ini. Katakan: Tuhan di surga! betapa agungnya Engkau, Engkau yang dari ketiadaan menciptakan matahari dan bumi, dan memegang keduanya dalam naungan tangan-Mu!

“Aku belum selesai, anak-anakku tersayang. Suatu hari, ketika berbicara kepadamu tentang kilat dan guntur, aku memberitahumu bahwa cahaya bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Faktanya, untuk datang kepada kita dari matahari, untuk menempuh jarak yang ditempuh lokomotif dengan kecepatan tertingginya selama tiga ratus tahun, seberkas cahaya hanya membutuhkan setengah dari seperempat jam, atau sekitar delapan menit. 

Sekarang dengarkan ini. Astronomi mengajarkan kita bahwa setiap bintang, sekecil apa pun yang terlihat dari sini, adalah matahari yang ukurannya sebanding dengan kita; ia memberitahu kita bahwa matahari-matahari ini, yang hanya dapat kita lihat dengan mata telanjang, hanyalah sebagian kecil, mereka sangat banyak sehingga tidak mungkin untuk menghitungnya; hal itu memberitahu kita bahwa jarak mereka begitu jauh, sehingga untuk datang kepada kita dari bintang terdekat, cahaya (yang bergerak begitu cepat, seperti yang baru saja aku katakan) membutuhkan waktu nyaris empat tahun; untuk menjangkau kita daripada yang lain, yang artinya bagi jarak yang paling jauh dibutuhkan waktu berabad-abad. Setelah itu, jika kamu bisa, perkirakan jarak yang memisahkan kita dari matahari yang jauh itu; pikirkan juga jumlah dan ukurannya. Tapi tidak, jangan coba-coba: intelek diliputi oleh luasnya ini yang mengungkapkan semua keagungan pekerjaan tangan Tuhan. Jangan mencoba, itu akan sia-sia; tetapi biarkan muncul dari hatimu ledakan kekaguman yang tidak dapat kamu tekan, dan pujilah Tuhan, yang kekuatannya yang tak terbatas telah menyebarkan matahari melalui wilayah ruang angkasa yang tak terbatas.”

Daftar Istilah :
Batu Kilangan :  Masyarakat Neolitikum dan Paleolitikum Akhir memakai batu kilangan untuk menggiling gandum. Video penggunaan batu Kilangan : https://www.youtube.com/watch?v=mMHw7FyPyOw

Leave a Comment

error: Content is protected !!