BAB XXXI VIPER DAN KALAJENGKING

“Kau baru berkata,” sela Emile, “gigitan viper, dan bukan sengatan. Jadi viper itu menggigit, dan tidak menyengat. Aku dulu mengira justru sebaliknya. Aku sering mendengar mereka memiliki sengat. Kamis lalu Louis yang pincang tapi tak pernah takut apapun, menangkap seekor ular di sebuah lubang dinding tua. Dia bersama dua temannya. Mereka mengikat leher makhluk itu dengan batang ilalang. Aku sedang lewat dan mereka memanggilku. Ular itu mengeluarkan dari mulutnya sesuatu yang hitam, tajam, lentur yang keluar masuk dengan sangat cepat. Aku kira itu adalah sengat dan aku sangat ketakutan. Louis tertawa. Dia berkata apa yang aku kira sengat itu adalah lidah ular, dan untuk membuktikannya padaku. Dia meletakkan tangan di dekatnya.”

 

“Louis benar,” jawab Paman Paul. “Semua ular mengeluarkan sesuatu yang tajam, sangat lentur, bercabang dua dan hitam di antara mulut mereka dengan kecepatan tinggi. Untuk beberapa tujuan itu adalah senjata reptil, semacam panah. Tapi sebenarnya filamen itu bukan apa-apa selain lidah, lidah yang cukup tidak mengganggu, yang digunakan makhluk itu untuk menangkap serangga dan mengekspresikan gaya khasnya dengan menggerakkannya dengan cepat dari antara mulutnya. Semua ular, tanpa terkecuali, memilikinya. Tapi di negara kita hanya viper yang memiliki peralatan beracun mengerikan.”

“Alat ini dibentuk dari, pertama, dua kait atau gigi, panjang dan tajam, terletak di rahang atasnya. Sesuai keinginan sang makhluk, gigi itu akan tegak keluar siap menyerang atau rebah dalam lekukan gusinya dan bertahan disana tanpa mengganggu seperti silet yang disimpan dalam sarungnya. Dengan cara itu reptil itu tidak akan melukai dirinya sendiri. Taring ini berongga dan meruncing ke titik sebuah lubang kecil darimana bisa ditusukkan ke luka. Akhirnya, di bagian pangkal setiap taring ada sebuah kantung kecil yang penuh dengan cairan berbisa. Ini cairan tubuh yang tampak tak berbahaya, tanpa aroma, tanpa rasa sehingga seseorang akan berpikir ini adalah air. Saat viper menusukkan taringnya, kantung berbisa itu akan mengalirkan setetes isinya melalui jalur di gigi dan cairan mengerikan itu akan dimasukkan ke dalam luka.”

“Viper memilih hunian yang hangat dan bukit berbatu, dia tinggal di bawah bebatuan dan semak-semak belukar. Dia berwarna coklat atau kemerahan. Di punggungnya dia memiliki tanda zigzag suram dan di sisinya barisan titik-titik. Perutnya berwarna abu-abu kebiruan. Kepalanya berbentuk segitiga kecil, lebih besar dari lehernya, tumpul seakan-akan dipotong di bagian depannya. Viper pemalu dan penakut, dia hanya menyerang manusia untuk mempertahankan diri. Gerakannya kasar, tidak teratur dan lamban.”

“ Ular lain di negara kita, ular-ular yang ditunjuk dengan nama umum ular, tidak memiliki taring berbisa seperti viper. Gigitan mereka tidak berbahaya, dan kengerian yang kita pikirkan tentang mereka tak beralasan sama sekali.”

“Setelah viper, di Perancis tidak ada makhluk berbisa yang lebih ditakuti daripada kalajengking. Dia tampak buruk rupa dan berjalan dengan delapan kaki. Bagian depannya memiliki dua penjepit seperti yang dimiliki oleh udang karang, dan di belakangnya ekor melengkung bermata dengan ujung sengat. Penjapitnya tak berbahaya, walaupun tampak mengancam. Sengat di ujung ekornya itulah yang berbisa. Kalajengking menggunakannya untuk mempertahankan diri dan membunuh serangga yang jadi buruannya. Di departemen selatan Perancis ditemukan dua macam kalajengking yang berbeda. Pertama, berwarna hitam kehijauan, sering mengunjungi tempat gelap dan dingin, bahkan menjadikannya rumah. Dia hanya meninggalkan pertapaannya di malam hari. Dia bisa dilihat berlarian di dinding-dinding yang lembab dan retak, mencari kutu kayu dan laba-laba, buruan biasanya. Yang satu lagi jauh lebih besar, berwarna kuning pucat. Dia sering berada di bebatuan berpasir dan hangat. Sengatan kalajengking hitam tidak menyebabkan cedera yang serius, sementara si kuning bisa mematikan. Saat salah satu dari makhluk ini terganggu, setetes cairan kecil bisa terlihat membentuk seperti mutiara di ujung sengatnya, yang sudah siap untuk menyerang. Itu adalah tetesan bisa yang akan ditusukkan kalajengking ke luka.”

“Ada banyak hal penting lain yang aku bisa ceritakan padamu tentang makhluk-makhluk berbisa di negara-negara asing, tentang beragam ular yang gigitannya bisa menyebabkan kematian yang mengerikan. Tapi aku mendengar Mama Ambroisine memanggil kita untuk makan siang. Mari kita mengulang dengan cepat apa saja yang sudah aku ceritakan padamu. Tidak ada makhluk, betapapun buruk rupanya dia, menembakkan bisa atau menyakiti kita dari kejauhan. Semua spesies berbisa beraksi dengan cara yang sama, dengan senjata spesial dimana luka kecil dibuat, dan di luka kecil inilah setetes bisa dimasukkan. Luka itu sendiri bukan apa-apa. Cairan yang diteteskan itulah yang membuatnya menyakitkan dan kadang mematikan. Senjata beracun membantu makhluk-makhluk tersebut berburu dan menjaga diri. Senjata itu diletakkan di bagian tubuh yang berbeda tergantung spesiesnya. Laba-laba memiliki taring ganda dilipat di jalan masuk mulutnya. Lebah, tawon, tabuhan, memiliki sengat di ujung tubuhnya dan tetap tak terlihat saat beristirahat dalam sarungnya, viper dan semua ular berbisa memiliki dua gigi panjang berongga di rahang atasnya, kalajengking membawa sengat di ujung ekornya.”

“Aku sangat menyesal,” kata Jules, “karena paman Jacques tidak mendengar ceritamu tentang makhluk-makhluk berbisa, dia akan memahami bahwa isi perut ulat hijau itu bukanlah bisa. Aku akan menceritakan semua ini padanya, dan jika aku menemukan ulat sphinx yang cantik lagi, aku tak akan menghancurkannya.”

Leave a Comment

error: Content is protected !!