BAB VII KELUARGA YANG TAK TERHINGGA

“Kita kira,” lanjut paman  “seekor kutu hidup sendiri di daun lunak bunga mawar; sendiri saja. Beberapa hari berikutnya, kutu-kutu muda mengelilinginya; mereka anak-anaknya. Ada berapa banyak? Sepuluh, dua puluh, seratus?

Misalnya sepuluh. Apakah jumlah tersebut mampu menjaga sebuah spesies? Jangan tertawakan pertanyaanku. Aku tahu jika kutu daun tak ada di dedaunan mawar itu, tatanan kehidupan secara praktis tidak akan berubah.

“Kalau begitu, yang paling harus dikasihani kutu.” ujar Emile. 

“Bumi bulat ini akan terus berputar seperti biasa, bahkan ketika ada kutu terakhir menjelang ajal di daunnya. Namun tak seperti itu. Sebenarnya, konyol jika bertanya apakah sepuluh kutu daun cukup untuk menjaga  ras kutu karena ilmu pengetahuan tak membahas objek yang lebih tinggi daripada cara yang telah ditakdirkan Tuhan untuk mempertahankan segala sesuatu hanya dalam ukuran kemakmuran.”

“Sepuluh kutu yang berasal dari satu ekor akan menjadi sangat banyak jika kita tidak melihat agen penghancur. Satu ekor menggantikan satu ekor, populasinya akan tetap sama: sepuluh menggantikan sepuluh, dalam waktu sekejap jumlahnya berkali lipat tak terkira. Coba pikirkan gandum sang darwis yang berlipat menjadi 60 kalinya, jumlahnya menjadi tumpukan gandum setebal jari yang luasnya seluruh bumi. 

Apa yang terjadi sekiranya gandum dikalikan sepuluh, bukan dua! Hal yang sama, setelah beberapa tahun, keturunan kutu pertama, yang secara berkelanjutan menjadi sepuluh kali lipat, akan sulit hidup. Namun ada malaikat maut, kematian, yang menghalangi terjadinya pertumbuhan jumlah kutu, keberadaan para penyeimbang yang tumbuh subur, bekerjasama dengannya, menjadikan segala sesuatu senantiasa seimbang. Pada tanaman mawar yang seakan-akan tenang, setiap menit terjadi kematian. Namun para mahluk kecil, sederhana, dan lemah adalah gembalaan dan makanan setiap hari para pemangsa besar. Berapa banyak bahaya yang senantiasa dihadapi para kutu tanaman? Mereka begitu kecil, lemah dan tanpa perlawanan. Tak lama seekor burung mungil, baru saja menetas dari cangkang, menatap dengan tatapan tajam sebuah titik yang dipenuhi sekumpulan kutu, bukan sebagai makanan pembuka, tetapi para burung akan melahap ratusan kutu. Dan sekiranya seekor ulat, yang lebih serakah, yang lebih mengerikan. diciptakan dan ditempatkan di dunia ini untuk memakanmu hidup-hidup? Kutu yang malang, semoga Tuhan, Allah yang maha baik pada makhluk kecil melindungi kalian; karena tentu saja tanpa pertolonganNya binasalah keseluruhan bangsa mu. 

 

“Pemangsa ini adalah seekor makhluk hijau empuk dengan garis putih di punggungnya. Bentuknya meruncing di depan dan menggelembung di belakang. Saat tubuhnya membesar dua kali lipat, bentuknya menjadi seperti setetes air mata. Mereka menyebutnya singa para semut karena kerusakan yang diakibatkan oleh mereka. Mereka berada di antara para semut. Dengan mulut lancipnya, ia caplok kutu terbesar dan tergemuk. Ia menghisap sari tubuh sangat kutu lalu melemparkan kulitnya yang  keras. Kepala runcing nya merunduk lagi, kemudian kutu kedua ditangkapnya, terangkat dari permukaan daun dan kembali dihisap. Lagi, dan lagi hingga dua puluh ekor, lalu seratus. 

Ternak malang yang jumlahnya menipis, bahkan seolah-olah tak memahami apa yang sedang terjadi. Kutu tanaman yang terperangkap meronta-ronta diantara jepitan taring singa: sementara kutu lain dengan tenang melanjutkan santapan seolah tak terjadi apapun. Perlu … 

Mereka makan  sementara mereka menunggu untuk dimangsa. Sang singa pun kenyang. Ia jongkok di antara kawanan kutu untuk mencerna makanannya dengan tenang. Tak lama makanan yang dicernanya pun usai, ulat rakus inipun langsung memusatkan perhatiannya pada para kutu yang segera akan dikunyahnya. Setelah dua minggu makan besar tak berkesudahan, mencomoti seluruh kumpulan para kutu, ulat itu berubah menjadi seekor capung mungil molek dengan kedua mata bersinar bak emas. Dia lah yang kita kenal dengan hemerobius. 

“Hanya ulat itu saja? “

 “Tidak hanya ulat. “Kemudian datanglah kumbang kecil, seekor hewan indah ciptaan Tuhan. Bulat, merah, dengan bintik hitam di punggung. Indah sekali. Kumbang tersebut begitu polos. Siapa kira ia pun ternyata seekor pemangsa yang memenuhi perutnya dengan kutu tanaman? Perhatikan dengan seksama semak mawar. Kalian akan menyaksikannya tengah makan besar dengan buas. Dia nampak cantik dan polos, namun inilah kerakusan itu, tak dapat disangkal bahwa ia sangat suka dengan kutu-kutu tanaman. 

Itu saja?

 “Oh, tidak.”

“Para kutu malang itu adalah makanan surga, santapan reguler para pemangsa. Burung baru lahir, hemerobius, kepik, semua jenis pemangsa melahap mereka, dan para kutu itu tetap saja ada. Nah! Di sanalah, di tengah pertarungan antara kemakmuran yang membenahi dan pertempuran keras kehidupan yang menghancurkan, hewan-hewan lemah ini unggul menentang musuh dari bencana kemusnahan. Sia-sia para pemangsa datang dari segala sisi dan menerkam mangsa mereka. Yang dimangsa tetap bertahan  dengan mengorbankan jutaan untuk menyelamatkan satu ekor kutu. Semakin lemah semakin melimpah jumlah mereka. 

Ikan herring, cod, dan sarden dilimpahkan sebagai makanan bagi para pemangsa laut, bumi dan langit. Saat melakukan perjalanan jauh untuk makan di tempat-tempat yang baik, kebinasaan mereka tampak sangat nyata. Para hewan laut lapar mengelilingi sekumpulan ikan; hewan-hewan langit yang lapar berputar-putar di atasnya; sementara mereka yang berada di darat menanti di sisi pantai. Manusia bergegas bahu membahu memburu dan mengambil bagiannya dari makanan laut. Ia memperlengkapi diri dengan kapal, berangkat mencari ikan dengan pasukan angkatan laut yang mewakili seluruh negara; Tubuhnya mengering di bawah matahari, garam, asap dan bungkusan-bungkusan. Namun, ia tak akan pernah kekurangan persediaan; karena baginya yang lemah tak terbatas jumlahnya. Seekor ikan kod menghasilkan sembilan juta telur! Di manakah para pemangsa yang akan melihat akhir sebuah keluarga!”

“Sembilan juta telur!” Teriak Emile. “Banyak sekali.”

Dengan sepuluh jam sehari, perlu sekitar setahun jika kita menghitungnya satu persatu.

“Siapapun yang menghitungnya pasti sangat sabar kesabaran, ” komentar Emile. 

“Mereka tidak dihitung, tetapi ditimbang,” timpal Paman Paul. Yang tentu saja lebih cepat. Dari berat tersebut, baru dihitung. 

Seperti ikan kod di laut, kutu tanaman di semak mawar dan tanaman alder terancam kebinasaan. Paman pernah ceritakan bahwa mereka adalah makanan jutaan pemangsa. Nah, untuk menambah jumlah mereka, mereka memiliki cara cepat yang tak ada pada serangga-serangga lain. Mereka tidak bertelur, karena prosesnya sangat lama, tetapi langsung melahirkan kutu-kutu muda yang tumbuh dewasa dalam dua minggu. Selanjutnya mereka pun melahirkan generasi-generasi baru lainnya.  Hal ini berulang sepanjang musim, artinya sedikitnya selama setengah tahun, sehingga jumlah generasi yang melanjutkan generasi lain selama periode ini tak mungkin kurang dari selusin. Kita  anggap bahwa satu ekor melahirkan sepuluh, yang tentunya di bawah jumlah sebenarnya. Setiap ekor dari sepuluh kutu ini melahirkan sepuluh kutu lagi, berarti jumlahnya ada seratus; setiap kutu dari seratus kutu ini akan menjadi sepuluh ribu; dan seterusnya, selalu kelipatan sepuluh selama sebelas kali. Inilah perhitungan yang sama seperti biji gandum sang darwis, yang jumlahnya membumbung secara drastis ketika dikalikan dua. Bagi keluarga kutu tanaman, peningkatan jumlah ini lebih cepat, karena kelipatannya sepuluh. Memang bahwa perhitungannya akan berhenti pada angka ke dua belas dan tidak pada angka enam puluh empat. Bagaimanapun, hasilnya akan membuat kalian tercengang; jumlahnya sama dengan seratus miliar. Menghitung telur ikan kod satu persatu memerlukan waktu hampir setahun. Dimanakah para pemangsa  yang akan menyaksikan akhir dari kutu tanaman malang ini? Tebak  berapa banyak ruang untuk kutu tanaman ini, berkerumun tumpang tindih di cabang pohon elder.

“Mungkin seluas kebun kita,” tebak Claire.

“Luasnya lebih dari luas kebun kita; panjang dan lebar kebun 100 meter. Keluarga kutu tanaman itu memerlukan permukaan sepuluh kali lebih luas; yaitu sepuluh hektar. Bagaimana pendapat kalian? Apakah burung-burung kecil, kepik, capung dengan mata-mata emas tidak diperlukan untuk bekerja keras membinasakan para kutu, yang jika tidak dicegah, dalam beberapa tahun, akan menguasai dunia!

“Meskipun pemangsa lapar memangsa mereka, kutu tanaman juga mengancam manusia. Kutu tanaman bersayap pernah terbang dalam gerombolan membentuk awan tebal yang cukup untuk mengaburkan cahaya. Pasukan hitam mereka menclok dari satu tempat ke tempat lain, ke pohon buah lalu merusak. Ya, ketika Tuhan berniat memberi cobaan pada kita, elemen-elemennya tidak selalu terhubung. Ia mengirimkan makhluk-makhluk tak berharga itu karena kesombongan kita. Pemotong rumput yang tak kasat mata, kutu tanaman yang lemah ini datang dan manusia diliputi ketakutan karena hal-hal baik di dunia ini tengah terancam bahaya besar. 

Manusia, meskipun sangat kuat, tak dapat melakukan apapun terhadap makhluk kecil tak tampak yang jumlahnya milyaran.

Paman Paul mengakhiri cerita semut dan para sapi mereka.  Sejak itu  Emile, Jules, Claire sering sekali membicarakan asal mula keluarga kutu tanaman, ikan kod, tetapi mereka masih tak paham dengan angka jutaan dan ribuan. Paman mereka benar: kisahnya menarik dan lebih menarik daripada kisah Mama Ambrosine.

Leave a Comment

error: Content is protected !!