LXXXII. CERITA DAMON DAN PYTHIAS

Pada masa itu di Syracuse hiduplah dua pemuda bernama Da’mon dan Pyth’i -as . Mereka adalah sahabat yang karib dan saling menyayangi. Mereka hampir tidak pernah terlihat terpisah.

Pada suatu Ketika, Pythias telah membangkitkan kemarahan Sang Tiran yang kemudian memasukkannya ke dalam penjara, dan menghukumnya untuk mati dalam beberapa hari.

Ketika Damon mendengarnya, dia merasa putus asa dan dengan sia-sia mencoba untuk mendapatkan pengampunan dan membebaskan sahabatnya itu.

 

Ibu Pythias sudah sangat tua, dan jauh dari Syracuse dengan putrinya. Ketika Phytias mendengar bahwa dia akan mati, dia tersiksa oleh pikiran meninggalkan ibunya sendirian. Dalam sebuah percakapan dengan sahabatnya – Damon, Pythias dengan menyesal mengatakan bahwa dia akan mati lebih mudah hanya bila dia bisa mengucapkan selamat tinggal pada ibunya dan menemukan pelindung untuk adiknya.

Damon, yang ingin memenuhi keinginan terakhir sahabatnya, pergi menghadap Sang Tiran. Ia ingin mengusulkan untuk menggantikan Pythias di penjara, dan bahkan di kayu salib, jika perlu, asalkan Pythias diijinkan  mengunjungi keluarganya untuk yang terakhir kali.  

Dionysius telah mendengar tentang persahabatan yang menyentuh dari para pemuda itu, dan membenci mereka berdua hanya karena mereka baik; namun dia membiarkan mereka bertukar tempat dan memperingatkan mereka berdua bahwa jika Pythias tidak kembali, Damon harus mati menggantikannya apapun alasannya.

Pada awalnya Pythias menolak untuk bertukar tempat dengan sahabatnya, tetapi akhirnya dia setuju dan berjanji akan kembali dalam beberapa hari untuk membebaskan sahabatnya. Jadi Pythias bergegas pulang, mendapatkan seorang suami untuk saudarinya dan menyaksikannya menikah dengan aman. Kemudian, setelah menafkahi ibunya dan mengucapkan selamat tinggal padanya, Pythias berangkat untuk kembali ke Syracuse.

Pemuda itu bepergian sendirian dan berjalan kaki. Tak lama ia jatuh ke tangan perampok, yang mengikatnya pada sebatang pohon. Setelah berjam-jam berjuang mati-matian melepaskan ikatannya, akhirnya ia berhasil bebas. Ia segera mempercepat langkahnya.

Dia berlari sekencang yang dia bisa untuk menebus waktu yang hilang hingga ia tiba di tepi sebuah sungai. Dia telah melewatinya dengan mudah beberapa hari sebelumnya; tapi itu saat aliran air tiba-tiba menjadi deras sekali hingga tak dapat diseberangi.

Tanpa memikirkan bahayanya, Pythias segera menceburkan diri ke dalam air dan ia gugup oleh ketakutan bahwa temannya akan mati menggantikannya. Dia berjuang berenang melawan arus yang deras hingga berhasil mencapai sisi seberang dengan selamat tetapi ia amat sangat kelelahan.

Tak mempedulikan rasa sakitnya, Pythias bergegas maju dengan cemas, meskipun jalan sekarang terbentang di dataran, di mana sinar matahari yang panas dan pasir yang terbakar sangat membuatnya kelelahan dan berkurang kesadarannya serta hampir membuatnya mati kehausan. Pythias terus maju secepat tubuhnya yang gemetar kelelahan mampu membawanya. Matahari sedang terbenam dengan cepat, dan dia tahu bahwa temannya akan mati jika dia tidak berada di Syracuse saat matahari terbenam.

 

[Ilustrasi: Damon dan Pythias.]

Dionysius, sementara itu, telah menghibur dirinya sendiri dengan mengejek Damon, terus-menerus mengatakan kepadanya bahwa dia bodoh karena telah mempertaruhkan nyawanya untuk seorang teman, betapapun baiknya. Untuk membuatnya marah, dia juga bersikeras bahwa Pythias terlalu senang karena lolos dari kematian, dan akan sangat berhati-hati untuk tidak kembali tepat waktu.

Damon, yang mengetahui kebaikan dan kasih sayang temannya, tak mempedulikan cemoohan ini, dan terus mengatakan bahwa dia tahu Pythias tidak akan pernah melanggar janjinya, tetapi akan kembali tepat waktu kecuali sesuatu yang tak terduga telah menghalanginya.

Waktunya telah tiba. Para penjaga membawa Damon ke tempat penyaliban, di mana dia kembali menegaskan keyakinannya pada temannya dengan menambahkan harapan yang tulus agar Pythias akan datang terlambat, sehingga dia bisa mati menggantikannya.

Saat para penjaga hendak memakukan Damon ke kayu salib, Pythias tiba-tiba muncul, ia tampak pucat, berlumuran darah, dan acak-acakan, dan melingkarkan lengannya di sekeliling leher sahabatnya dengan isak lega. Untuk pertama kalinya Damon sekarang berbalik menjadi pucat dan mulai meneteskan air mata penyesalan yang pahit.

Sembari melepaskan ikatan di tangan sahabatnya, dengan kata-kata yang tergesa-gesa dan terengah-engah, Pythias menjelaskan penyebab keterlambatannya. Ia kemudian meminta para penjaga mengikatnya sebagai ganti Damon.

Dionysius, yang datang untuk melihat eksekusi, sangat tersentuh persahabatan sejati ini, bahwa untuk sekali dia melupakan kekejamannya, dan membebaskan kedua sahabat ini , mengatakan bahwa dia tidak akan percaya pengabdian seperti itu mungkin terjadi jika dia tidak melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

Para algojo yang muram, terharu menyaksikan persahabatan ini, yang telah menyentuh hati Sang Tiran, yang menjadi terkenal ini. Seorang sahabat yang setia diumpamakan serupa dengan Damon dan Pythias, yang kisahnya mengilhami para penyair dan penulis drama.

Leave a Comment

error: Content is protected !!