XXVII. MUSIK TYRTAEUS

Setelah menderita siksaan hebat di bawah kuk bangsa Sparta selama empat puluh tahun, bangsa Messenia mulai merencanakan pemberontakan.

Salah satu pangeran mereka, Ar-is-tom’e-nes, seorang pria dengan keberanian luar biasa, bertekad untuk membebaskan kaumnya yang tidak bahagia, dan untuk menghancurkan kota Sparta yang congkak yang telah menyebabkan mereka begitu menderita.

Karena itu diam-diam ia mengumpulkan semua orang Messenia, dan, ketika rencananya siap, ia mulai berperang secara terbuka melawan bangsa Sparta. Beberapa pertempuran berhasil ia menangkan. 

Dengan pasukannya yang kecil, dia terus maju menuju kota Sparta, dan berkemah di sekitarnya. Dengan demikian para wanita Sparta bisa melihat pemandangan yang sangat tidak biasa,–cahaya api musuh.

Untuk lebih menakut-nakuti bangsa Sparta, Aristomenes pergi diam-diam ke kota suatu malam yang gelap, menyusup ke kuil utama, di sana ia menggantungkan beberapa senjata rampasan perangnya. Senjata-senjata ini disusun sedemikian rupa sehingga membentuk apa yang oleh orang Yunani disebut piala, dan tepat di bawahnya Aristomenes dengan berani menulis namanya dengan huruf yang begitu besar sehingga semua orang bisa melihatnya. Saat fajar menyingsing, dan orang Sparta datang seperti biasa ke kuil untuk mempersembahkan doa dan korban, mereka tercengang dan menjadi tawar hati melihat piala ini. 

Keberanian Aristomenes sangat hebat sehingga mereka putus asa untuk menaklukkannya tanpa bantuan ilahi, dan karena itu mereka bertanya kepada peramal apa yang harus mereka lakukan. Sang peramal menjawab bahwa bangsa Sparta akan menang jika mereka berperang di bawah komando seorang jenderal Athena. 

Saat itu, bangsa Sparta adalah bangsa yang sombong, dan yang tidak suka meminta bantuan siapa pun; tetapi mereka memutuskan untuk mematuhi perintah ini, dan mengirim seorang utusan ke Athena untuk meminta pemimpin yang baik.

Apakah orang Athena, yang terkenal karena suka bercanda, ingin mengolok-olok bangsa Sparta, atau apakah mereka ingin menunjukkan kepada mereka bahwa kecantikan dan kekuatan fisik yang sangat dihargai oleh bangsa Sparta bukanlah segalanya, tidak ada yang tahu. Faktanya adalah bangsa Athena menjawab permintaan bangsa Sparta dengan mengirimkan seorang kepala sekolah yang miskin dan cacat, yang bernama Tyr-tae’us sebagai pemimpin perang. Tyrtaeus ini tidak pernah mengangkat senjata seumur hidupnya dan bangsa Sparta sangat marah ketika dia memimpin mereka dengan sebuah kecapi sebagai ganti pedang. Tetapi ketika Tyrtaeus tiba-tiba mulai memainkan lagu-lagu perjuangan yang membuat darah seseorang bergelora, itu membangkitkan rasa patriotisme sedemikian rupa sehingga setiap orang siap untuk menang atau mati, dan cemoohan mereka segera berubah menjadi kekaguman yang mendalam.

Dipicu oleh lagu-lagu patriotik ini, dan oleh musik yang menggetarkan dari permainan seorang kepala sekolah yang cacat, bangsa Sparta bertarung dengan lebih baik daripada sebelumnya. Mereka mengalahkan orang-orang Messenia dan pulang dengan kemenangan bersama para tawanan mereka, di antaranya adalah Aristomenes Sang Pemberani.

Seperti biasanya untuk membunuh semua tawanan perang, orang Sparta melemparkan semua orang Messenia ke dalam jurang yang mengerikan yang disebut Ce’a-das.    Ini adalah jurang yang sangat dalam dan gelap, semua sisinya ditutupi dengan batu bergerigi, di mana para tahanan akan hancur berkeping-keping sebelum mereka mencapai dasar.

Orang-orang Messenia dilemparkan ke dalam jurang ini satu demi satu, Aristomenes menjadi yang terakhir dilemparkan agar ia menderita karena melihat teman-temannya mati. Tentu saja, ini sangat kejam, tetapi bangsa Sparta telah dibesarkan dengan konsep bahwa cara ini adalah cara terbaik untuk  menyingkirkan musuh mereka. Dan ketika semua tawanan telah dibunuh, mereka dengan riang kembali ke kota dan merayakan kemenangan mereka.

Leave a Comment

error: Content is protected !!