Bab 7 – Orangtua Sebagai Guru

‘Guru Akan Meluruskannya!’

‘Luruskan kelakuannya’ rupanya berarti ‘anak harus datang saat dipanggil’, karena komentar ini dibuat tentang seorang anak yang terus bermain dengan mainannya dengan acuh tak acuh, tidak menghiraukan ibunya yang mengomelinya karena ibunya memutuskan sudah waktunya untuk tidur. Keadaannya berbeda-beda di setiap kasus, namun bukan hal yang aneh di masyarakat kelas atas jika orang tua menaruh kepercayaan pada guru untuk membuat anak menjadi lebih baik setelah bertahun-tahun mengalami kekacauan mental dan moral di rumah.

Alasan mengapa tugas Ini diserahkan kepada Guru

‘Oh, dia masih kecil; dia akan mengatasinya ketika dia sudah dewasa.’

“Pendapat saya adalah anak-anak harus dibiarkan memiliki masa kecil yang bebas stres. Ada cukup waktu untuk membuat peraturan dan pengendalian diri ketika dia mulai bersekolah.’

“Kami tidak percaya pada hukuman terhadap anak-anak. Semboyan hidup kami adalah cintai saja dan biarkan mereka tumbuh apa adanya.’

‘Mereka akan memiliki cukup batasan dan stres ketika harus menghadapi dunia. Masa kanak-kanak seharusnya tidak memiliki kenangan tidak menyenangkan yang terkait dengan hal tersebut.’

‘Sekolah akan melatihkan kebiasaan baru bagi mereka. Biarkan mereka tumbuh secara alami dan liar seperti anak kuda muda sampai tiba waktunya untuk melatihkan kebiasaan baru tadi. Semua anak muda harus bebas menendang dan berlari.’

‘Sifat apa pun yang mereka warisi akan menjadi bagian dari karakter mereka. Saya tidak melihat ada gunanya semua pelatihan dan pembentukan anak-anak ini. Itu menghancurkan karakter khas mereka.’

‘Dia akan tahu lebih baik ketika dia sudah dewasa. Waktu memperbaiki banyak kesalahan.’

Dan seterusnya. Kita dapat mengisi halaman-halaman buku kumpulan alasan ini dengan kata-kata bijak yang diucapkan oleh orang-orang yang, karena satu dan lain hal, lebih memilih untuk menyerahkan tanggung jawab kepada guru untuk membenahi seorang anak. Dan apakah guru tersebut sesuai dengan reputasi yang diharapkan? Seberapa besar kesuksesan yang ia raih dengan seorang anak yang datang kepadanya membawa manajemen diri yang kurang disiplin? Keberhasilannya yang nyata dan membanggakan terjadi pada anak-anak yang telah dilatih di rumah sebelum mereka bersekolah. Guru sangat senang dengan anak-anak seperti itu. Mereka menghabiskan waktu tanpa batas bersama mereka. Mereka mampu memulai karier sukses yang melebihi ambisi bahkan orang-orang yang paling ambisius sekalipun—orang tua yang pendiam, bijaksana, dan apa adanya. Namun guru tidak mengambil semua pujian atas hasil yang sukses tersebut. Guru cenderung merupakan orang-orang sederhana yang kebajikannya tidak selalu diakui.

Kesuksesan Seorang Guru Ada Pada Anak Yang Dilatih Di Rumah

‘Kamu bisa melakukan apa saja bersama si A. Orang tuanya telah mendisiplinkannya dengan sangat baik.’ Perhatikan bahwa guru sendiri tidak menerima penghargaan apa pun, bahkan tidak sebanyak yang layak diterimanya. Mengapa tidak? Pengalaman membuat orang bodoh sekalipun menjadi bijaksana, jadi bisa dibayangkan apa manfaatnya bagi orang yang sudah mempunyai kebijaksanaan! ‘Orang-orang mengirimi kami anak-anaknya yang liar untuk dicambuk agar terbentuk karakter baiknya, dan apa yang bisa kami lakukan?’ Jawaban atas pertanyaan ini khususnya membuat orang tua khawatir. Apa dan seberapa besar upaya yang bisa dilakukan seorang guru untuk membentuk anak padahal ia belum didisiplinkan sama sekali? Tidak ada bujukan yang akan membuat Anda ‘berkarakter baik’ jika Anda adalah seekor tiram(idiom untuk orang yang diprediksi bermasa depan)–tidak, bahkan jika Anda adalah seekor ikan cod(idiom untuk orang yang buruk). Untuk meluruskan tubuh memerlukan tulang punggung, dan tulang punggung tersebut perlu dilatih agar secara fisik memungkinkan untuk tetap lurus dan tegak. Ya, manusia tiram mungkin saja memiliki tulang punggung, dan manusia ikan cod mungkin belajar cara duduk. Mungkin suatu hari nanti kita akan tahu tentang semua upaya heroik yang dilakukan guru untuk menopang, mengangkat, menarik dan menggunakan metode apa pun yang dapat mereka pikirkan untuk menjaga anak-anak yang terbiasa berbaring dan membungkuk tetap duduk tegak dan terjaga. Terkadang hasilnya sangat efektif. Mereka duduk berjajar bersama seluruh kelas dan berpenampilan sama seperti orang lain. Bahkan ketika “alat bantu”-nya tak ada lagi, mereka masih dapat melakukan trik agar tetap terlihat tegak untuk sementara waktu. Guru merasa puas dan gembira, orang tua pun berkata, ‘Lihat? Bukankah aku selalu mengatakan bahwa pada akhirnya Jack akan baik-baik saja?’ Tapi tunggu saja, proses  ini belum berakhir.

Kebiasaan Kehidupan Sekolah bersifat Mekanis

Kebiasaan sekolah, seperti halnya kebiasaan militer, sebagian besar bersifat mekanis. Ini adalah kebiasaan awal yang melekat. Seseorang akan selalu kembali ke kebiasaan yang dipelajarinya pertama kali, dan Jack, sebagai orang dewasa, akan terkapar dan membungkuk seperti yang dia lakukan saat masih kecil, hanya saja lebih dari itu. Berbagai tekanan sosial akan membuatnya tetap bertahan–dia cukup pintar untuk terlihat jujur dan waspada, dia penuh kasih sayang dan menjalani kehidupan yang terhormat. Dan, dengan demikian, tak seorang pun akan menyangka bahwa Tuan Jack Brown, yang memiliki unsur-unsur kehebatan dalam dirinya, adalah seorang yang gagal. Dia bisa berguna bagi dunia jika dia dididik sejak dia masih bayi.

Mental ‘Bermalas-malasan’ Diilustrasikan dalam ‘Edward Waverley’

Bermalas-malasan bukanlah kata-kata yang bagus, namun dapat dilakukan sedemikian rupa hingga terlihat gaya dan elegan. Sir Walter Scott memberikan ilustrasi menawan tentang salah satu jenis mental bermalas-malasan dalam bukunya Waverley:

‘Kemampuan Edward Waverley untuk memahami begitu cepat sehingga tampak seperti intuisi. Perhatian utama gurunya adalah untuk menjaga agar dia tidak ‘overruning permainannya’, sebagaimana para olahragawan menyebutnya–dengan kata lain, untuk mencegah dia memperoleh pengetahuan dengan cara yang dangkal dan setengah hati. Dan ia memiliki pekerjaan yang cocok untuknya, karena dia harus melawan kecenderungan lain yang terlalu sering menyertai kecemerlangan kreatif dan bakat yang bersemangat tinggi: yaitu kemalasan yang harus dimotivasi dengan semacam imbalan, dan meninggalkan pelajarannya ketika imbalannya sudah ia dapatkan. Segera setelah kenikmatan pencapaian atau keingintahuannya terpuaskan, gairah dalam mengejar tujuan pun berakhir.’ Dan, tanpa secara terang-terangan menunjukkan pesan moralnya, ceritanya terus menunjukkan betapa Waverley sesuai dengan namanya. Sifatnya bimbang. Dia selalu bergantung pada keadaan karena dia tidak pernah belajar mengarahkan jalannya sendiri ketika dia masih muda. Dia melakukan banyak kesalahan dalam banyak kesialan, sebagian besar cukup menarik, karena studinya tidak pernah mengajarinya bagaimana menjaga pikiran tetap waspada, dan bagaimana bertumbuh dewasa dengan belajar menahan diri. Banyak hal menyenangkan terjadi padanya, tetapi tidak satupun yang didapat dari kecerdasan atau bakatnya sendiri, kecuali kita memperhitungkan cinta Rose Bradwardine, dan wanita tidak pernah adil dan sesuai dalam hal jatuh cinta. Setiap keberuntungan dan kesuksesan yang datang kepadanya diperoleh dari orang lain. Pamannya tidak hanya kaya. Ia juga memiliki karakter yang cukup kuat dalam menjalin pertemanan, sehingga keponakan mudanya yang ramah -yang membuat kami harus bersimpati padanya- tidak pernah kekurangan teman. Dia tidak pernah melakukan apa pun untuk membuat jalan bagi dirinya sendiri di dunia. Segala sesuatu yang dia lakukan justru menghalanginya karena kurangnya pengarahan diri sendiri. Tapi, karena teman dan uang pamannya, semuanya berjalan baik. Namun tidak semua generasi muda memiliki keadaan yang beruntung atau orang tua yang dapat menafkahi anak-anak yang gagal mereka besarkan, agar anak-anak tersebut dapat menjalani kehidupan mereka sendiri. Demi kepentingan mereka, Scott dengan tegas menyebutkan bahwa pendidikan adalah penyebab kegagalan pribadi Edward Waverley dalam hidup. Dia diberkahi dengan bakat cemerlang, tapi dia tidak pernah belajar bagaimana ‘Saya harus melakukannya‘. Dia hanya hidup dengan ‘Aku ingin‘ sejak awal. Dia tidak pernah belajar bagaimana membuat dirinya melakukan hal-hal yang seharusnya.

Orang Tua Cenderung Menyerahkan Kepada Guru untuk Mengajari Anak Melakukan Apa yang Seharusnya Dilakukan

Ini adalah jenis pelatihan yang cenderung diserahkan orang tua kepada guru. Mereka tidak mendisiplinkan anak-anaknya dengan cara yang mengajarkan mereka bagaimana mendorong dirinya melakukan sesuatu yang seharusnya. Nanti, ketika tiba waktunya untuk menyerahkan pekerjaan itu ke sekolah, peluangnya hilang. Mereka sudah melewati usia belajar untuk menguasai diri mereka sendiri, dan apa yang tadinya merupakan karakter yang baik telah dirusak oleh kemalasan dan keras kepala(menolak untuk berubah).

‘Tetapi apa salahnya membiarkan guru mengajari anak untuk menjadi baik? Wajar jika anak-anak dibiarkan bebas seperti anak kuda liar di wilayah yang tidak memiliki makna moral. Kami memahami bahwa dia perlu belajar bahwa berbohong itu salah. Namun jika dia membenci pelajaran sekolahnya, mungkin itu adalah cara alami untuk mengatakan bahwa dia belum siap.’

Kita Tidak Dimaksudkan untuk Tumbuh dalam Keadaan Alam yang Belum Dijinakkan

Kita perlu menghadapi fakta. Kita tidak pernah dimaksudkan untuk tumbuh seperti hewan liar dan bebas di Alam. Kedengarannya sederhana, jelas dan indah untuk mengatakan bahwa seseorang itu ‘alami’. Apa yang bisa lebih baik? Jean Jacques Rousseau menganjurkan pembelajaran alami dan memiliki lebih banyak pengikut dibandingkan siapa pun. Ketika Harrison kecil yang labil mengambil drum mainannya dari Jack, atau ketika Megan, yang belum genap berusia dua tahun, berteriak meminta boneka Sidney, kita berkata, ‘itu hanya sifat manusia.’ Dan itu benar. Tapi itulah alasan mengapa hal ini perlu ditangani. Bahkan Megan kecil pun perlu belajar lebih baik. Seorang ibu yang bijaksana [Susanna Wesley?] berkata, ‘Saya selalu menyelesaikan pengajaran kepatuhan kepada anak-anak saya sebelum mereka berusia satu tahun.’ Siapa pun yang memahami sifat anak-anak dan kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki guru akan berkata setuju, ‘Mengapa tidak?’ Jika ketaatan dipelajari pada tahun pertama, maka seluruh keutamaan hidup baik dapat dipelajari pada tahun berikutnya. Setiap tahunnya akan mempunyai permasalahan pelatihan karakter tersendiri yang akan berkembang seiring bertambahnya usia anak. Jika Eric adalah anak yang egois pada usia lima tahun, fakta itu dapat dicatat dalam buku tahunan orangtuanya dengan tekad bahwa, pada saat ia berusia enam tahun, dengan pertolongan Tuhan, ia akan menjadi anak yang murah hati. Mereka yang masih belum menyadari bahwa menjalankan disiplin adalah salah satu tugas terpenting orang tua akan sampai sejauh ini dan tersenyum serta berbicara tentang ‘sifat manusia’ seolah-olah itu adalah argumen yang tidak dapat dijawab.

Fungsi Orang Tua yang Pertama adalah Disiplin

(But, fortunately for us, we live in a redeemed world. One of the facts of human nature is that it’s the duty of whoever’s raising children to get rid of ugly, hateful traits and to plant and encourage the fruits of the Spirit within children who have been delivered from the fallen world of Nature, and are now in the kingdom of grace. That includes all children who are born into this redeemed world.)

Namun, untungnya bagi kita, kita hidup di dunia yang telah dibebaskan. Salah satu fakta dari kodrat manusia adalah bahwa adalah tugas siapa pun yang membesarkan anak-anak untuk menyingkirkan sifat-sifat yang buruk dan penuh kebencian serta untuk menanam dan mendorong buah-buah Roh dalam diri anak-anak yang telah diturunkan dari dunia Alam bebas yang telah jatuh, dan sekarang dalam kerajaan kasih karunia. Itu mencakup semua anak yang dilahirkan ke dalam dunia yang telah ditebus ini. Orang tua yang benar-benar percaya bahwa kemungkinan untuk menanamkan kebajikan tidak terbatas, akan berusaha bekerja dengan penuh semangat dan percaya diri. Mereka akan menolak gagasan konyol bahwa Alam, karena keindahannya, pasti baik-baik saja, dan juga bahwa Alam adalah kekuatan yang tidak dapat ditolak dan tidak dapat diatasi. Mereka akan memahami bahwa prioritas pertama orang tua adalah disiplin yang banyak orang tua dengan senang hati menyerahkannya kepada guru.

Pendidikan adalah Disiplin

Disiplin tidak berarti tongkat, sudut hukuman, pukulan, atau disuruh tidur. Semua ini adalah upaya terakhir yang diandalkan oleh orang-orang yang berpikiran lemah. Semakin cepat kita menyadari bahwa rencana Tuhan mencakup lebih dari sekadar rasa malu dan sakitnya hukuman, semakin cepat pula penggunaan tongkat yang sebentar-sebentar digunakan dalam keluarga akan berakhir. Saya tidak mengatakan bahwa tongkat itu tidak pernah berguna. Maksudku, hal itu tidak perlu dilakukan. Banyak di antara kita yang hanya menganggap pendidikan sebagai proses memperoleh sejumlah pengetahuan tertentu. Konsep pendidikan sebagai sarana untuk menangani setiap kekurangan karakter secara metodis bahkan tidak terlintas dalam pikiran kita. Tapi inilah tepatnya yang saya maksud ketika saya mengatakan Pendidikan adalah sebuah Disiplin. Jika orang tua seseorang gagal mengajarinya disiplin, ia masih mempunyai satu kesempatan lagi untuk belajar dengan cara yang sulit, melalui hantaman keras dalam hidup. Perlu kita ingat bahwa sudah menjadi sifat anak untuk rela tunduk pada disiplin. Namun sifat orang dewasa yang tidak disiplin adalah keras kepala menolak keadaan yang seharusnya hadir untuk melatih mereka. Orang tua yang rela meninggalkan anaknya untuk diperintah oleh gurunya berarti membiarkan anaknya berperang di mana segala rintangan tidak dapat dilawannya. Kondisi fisik, watak, sifat, karier, kasih sayang, dan cita-cita seorang pria sebagian besar merupakan hasil dari disiplin yang diberikan orang tuanya, atau pelanggaran hukum yang mereka biarkan tumbuh bersamanya.

Disiplin bukanlah Hukuman

Apa itu disiplin? Lihatlah kata-katanya – tidak ada sedikit pun kata hukuman di dalamnya. Disiplin adalah keadaan menjadi seorang murid. Seorang murid adalah orang yang mengikuti, belajar dan meniru. Para ayah dan ibu perlu mengingat bahwa anak-anak mereka, berdasarkan tatanan Alam sendiri, adalah murid-murid mereka. Tidak ada orang yang menarik murid kecuali dia ingin mengajari dan menanamkan prinsip-prinsip atau aturan perilaku hidup tertentu pada mereka. Orang tua yang memuridkan anak-anaknya harus mempunyai konsep hidup dan kewajiban yang terus-menerus ia tanamkan kepada anak-anaknya.

Bagaimana Murid Tertarik

Seseorang yang ingin menarik pengikut tidak bisa mengandalkan kekerasan. Ada tiga cara untuk menarik murid: doktrin yang menarik, presentasi yang persuasif, dan antusiasme para pengikut. Orang tua memiliki ketiga hal tersebut: ajaran tentang kehidupan yang sempurna, dan kemampuan untuk terus memberikan persuasi yang unggul kepada anak-anak hingga anak-anak mereka memiliki hasrat yang besar terhadap kebajikan dan kekudusan sehingga semangat mereka membawa mereka maju dengan pesat.

Kemajuan yang Stabil Menggunakan Rencana yang Hati-hati

Seorang guru tidak mengindoktrinasi siswanya dalam satu waktu. Dia mengajar mereka sedikit di sini, sedikit di sana, membuat kemajuan yang mantap dengan rencana yang matang. Demikian pula, orang tua yang ingin anaknya memiliki sifat Kristus maka akan mempunyai garis besar, daftar kebajikan yang progresif untuk ditanamkan dalam diri murid-muridnya yang masih kecil. Anak dilahirkan dengan keimanan yang melimpah. Atas dasar keyakinan itu, orang tua menambahkan kebajikan. Karena kebajikan, dia menambahkan pengetahuan. Pada pengetahuan, ia menambahkan pengendalian diri. Setelah anak memperoleh pengendalian diri, dia melatihnya dalam kesabaran. Pada kesabaran dia menambahkan kesalehan. Pada kesalehan dia menambahkan kebaikan, dan pada kebaikan dia menambahkan kasih. Orang tua yang bijaksana secara sistematis memupuk kebajikan-kebajikan ini dan kebajikan-kebajikan lainnya dengan hasil yang pasti seolah-olah mereka sedang mengajarkan 3R.

Tapi bagaimana caranya? Jawaban tersebut mencakup bidang yang sangat luas sehingga kita harus meninggalkannya untuk bab berikutnya. Saya hanya akan menyebutkannya di sini: setiap kualitas yang baik mempunyai cacatnya masing-masing, dan setiap cacat mempunyai kualitas baiknya sendiri-sendiri. Lihatlah anak Anda. Dia memiliki kualitas individualnya sendiri. Mungkin dia mempunyai jiwa kemurahan hati.

Anda perlu memastikan bahwa pria kecil penuh kasih sayang yang akan memberikan jiwanya sendiri tidak boleh menjadi impulsif, mudah berubah, egois, penuh gairah, musuh terburuknya sendiri. Terserah orang tua untuk menjadikan tempat-tempat tinggi dalam akhlaknya menjadi lebih rendah, menjadikan lembah-lembah menjadi lebih tinggi, dan membuatkan jalan yang lurus bagi kaki anak kecilnya.

Leave a Comment

error: Content is protected !!