Minggu 27
Sementara KHAN pergi dengan pengawal istananya untuk berburu, tiga duta besar Persia dengan kereta yang indah telah tiba di Kambalu [Peking/Beijing]. Karena sang KHAN telah pergi, mereka memutuskan untuk menunggu kepulangannya,oleh karena itu mereka menginap di istana mewah KHAN. Tak berapa lama setelah KHAN mendengar tentang kedatangan mereka, dia memberikan perjamuan mewah untuk menghormati mereka; kemudian setelah berpesta dengan hidangan berlimpah ditaruh di hadapan mereka yang disediakan oleh para pelayan istana, para duta besar dipanggil ke taman, di sana KHAN berbaring di tengah-tengah para wanitanya untuk menanyakan tentang maksud kunjungan mereka. Tiga Polo, seperti biasa, memiliki tempat di dekat raja. Mereka menyaksikan penuh minat penampilan orang-orang Persia itu, dan mendengarkan dengan seksama apa yang mereka katakan.
Kepala duta besar, membuat salam [membungkuk] lalu maju ke arah Kubilai KHAN, berlutut di kakinya kemudian berbicara:
“Yang Mulia tahu bahwa penguasa besar kita, Raja Argon dari Persia, menikahi seorang wanita Cathay untuk dijadikan istrinya. Dengan penuh kedukaan saya harus mengumumkan bahwa Ratu Bolgana yang baik telah tiada. Dia adalah ratu yang paling ramah, dicintai oleh semua rakyat dan raja sendiri sangat mencintainya. Ketika dia akan meninggal, beliau mengucapkan kata-kata terakhirnya, memohon kepada Raja Argon untuk tidak mengambil seorang Persia sebagai istri selanjutnya, tetapi untuk mengirim utusan ke sini mengambil seorang gadis dari keluarganya sendiri lalu menjadikan gadis ini sebagai penggantinya bagi Raja Argon. Raja mengindahkan doa sekarat ratu, dan mengirim kami ke sini ke Cathay, untuk mencari istri kedua bagi Raja Argon”
“Kalian semua disambut hangat di sini hai orang Persia yang mulia,” jawab Kubilai KHAN, “dan saya akan memberi perintah agar Anda dihibur di istana saya selama Anda memilih, untuk tinggal sesuai dengan pangkat Anda dan rasa persahabatanku kepada Raja Argon. Wahai Tuan, Anda dan teman-teman Anda yang gagah berani akan ditempatkan di dalam istana saya, dan di sini para pelayan akan melayani Anda. Sementara itu, saya akan segera mengirim utusan ke provinsi tempat asal Ratu Argon dan akan menitahkan agar mereka mengirimkan seorang gadis dari keluarga Ratu Argon yang akan kembali bersamamu ke Persia.”
Orang Persia kemudian undur diri dari hadapan KHAN lalu KHAN beserta para abdi dalemnya melanjutkan pesta mereka. Keluarga Polo segera berkenalan dengan utusan Raja Argon ini. Nicolo dan Maffeo telah dua kali bepergian ke Persia, dan telah diterima di istana raja, dan mereka memahami bahasa asli para utusan dengan baik, dan tentunya para utusan itu senang bertemu orang Eropa yang cakap dan dengannya mereka dapat berbicara dengan bebas dan akrab, dengan orang yang mengenal negaranya. Marco menyibukkan diri dengan menyediakan hiburan bagi orang Persia dan bertindak sebagai pemandu mereka melewati taman istana dan kota Kambalu. Terkadang-kadang dia pergi bersama mereka untuk berburu, mereka menjadi sangat akrab dan saling menjaga rahasia satu dengan lain. Dia tidak menyembunyikan dari teman-teman barunya betapa ia dan ayahnya sungguh mendambakan untuk kembali ke Venesia, dan betapa tegas Kubilai KHAN melarang mereka berpikir untuk melakukannya. Orang-orang Persia bersimpati akan kerinduannya dan mendorongnya untuk berharap bahwa izin itu mungkin datang tidak lama lagi. Marco sedikit terhibur dari kata-kata mereka, dan tidak pernah curiga bahwa mereka sendiri yang akan menjadi sarana untuk membuka jalan untuk pulang ke rumahnya kembali. Kubilai KHAN menepati kata-katanya terhadap utusan Persia. Dia tidak membuang waktu dan segera mengirimkan utusan ke provinsi asli Ratu Bolgana untuk meminta pengantin baru untuk raja Persia, ia memberikan perintah bahwa putri bungsu dan tercantik dari keluarga yang harus dibawa. Pada waktu utusannya kembali, tiba bersama mereka seseorang yang ditakdirkan menjadi mempelai wanita. Marco saat itu berada di istana ketika utusan datang dan calon mempelai dibawa ke hadapan KHAN serta duta besar Persia; walaupun Marco telah terbiasa dengan kecantikan banyak wanita Tartar namun dia tetap kagum akan kecantikan yang luar biasa seorang gadis muda ini yang takdirnya akan dikirim ke negeri asing yang jauh dan menjadi istri seorang raja yang dua kali lipat usianya sendiri. Dia masih sangat muda dan kekanak-kanakan, baru berusia tujuh belas tahun; anggun dan ramping, ia mengenakan jubah sutera indah. KHAN menyerahkannya kepada utusan Persia, mereka tidak menyembunyikan kekagumannya akan kecantikan gadis muda itu dan menyatakan bahwa dia pasti berhasil dapat menyenangkan tuan dan rajanya.
Segala persiapan semakin dipercepat untuk keberangkatan para duta raja Persia. Kubilai KHAN memutuskan bahwa pengantin wanita harus dilayani dengan sangat baik dalam perjalanannya menuju tempat tinggal barunya. Dia memberikan pengawalan yang luar biasa dari para abdi dalem dan para penjaga, serta memilihkan beberapa permata, ornamen emas dan perak yang dipilih dari gudang harta KHAN sebagai hadiah untuk Raja Argon dan pengantin mudanya. KHAN menghiasi banyak kalung, gelang, dan cincin yang mempesona untuk seorang calon ratu, selain itu dia juga memberi para duta besar penghargaan untuk menunjukkan kewibawaannya.
Waktunya telah tiba untuk keberangkatan mereka, namun suatu hari kepala duta besar memohon untuk menghadap KHAN dan mengatakan kepadanya bahwa dia hendak memohonkan kemurahan hati yang lebih besar daripada yang telah diberikan KHAN kepadanya.
“Di istana Yang Mulia,” kata orang Persia itu, “ada tiga orang Venesia yang agung dan terpelajar, yang telah berada di sini, seperti yang saya ketahui, sekitar tujuh belas tahun. Tuanku Baginda, mereka sangat ingin kembali ke tanah mereka sendiri. Mereka telah melayani Anda dengan setia dan mereka berharap hadiah dari kesetiaan mereka dengan izin Anda yang murah hati bahwa mereka akan kembali melihat kenangan masa muda mereka. Orang-orang Venesia ini memiliki banyak pengetahuan tentang laut India, dan kami akan kembali ke Persia dengan melewatinya; untuk itu kami memberanikan diri untuk memohon izin Yang Mulia untuk membawa mereka bersama kami.”
Kubilai KHAN mengerutkan kening dan pada awalnya tampak akan meledak karena emosi; tetapi kemudian ia dapat mengatur kemarahannya lalu tiba-tiba ia berbalik dan berkata bahwa dia akan memikirkan permintaan duta Persia dan memberikan jawabannya esok hari. Hari berikutnya dia memanggil orang Persia itu ke hadapannya dan berkata:
“Orang-orang Venesia telah membaktikan diri mereka dengan luar biasa kepada saya dan selama bertahun-tahun telah menjadi penasihat saya yang paling bijaksana dan paling dapat dipercaya. Saya sangat enggan berpisah dengan mereka. Tetapi saya melihat dengan jelas bahwa mereka bertekad sepenuhnya untuk kembali ke Venesia, bahwa mereka tidak mungkin berdamai dengan diri mereka sendiri untuk tetap tinggal di Cathay. Saya melihat bahwa mereka telah memohon Anda orang Persia untuk membantu memperoleh izin bagi mereka; menurut saya, mereka tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk melepaskan diri dari saya. Karena itu, saya akhirnya memutuskan untuk mengabulkan permintaan Anda, dan membebaskan mereka untuk kembali bersama Anda, jika itu menyenangkan mereka.”
Orang Persia itu membungkuk rendah di hadapan sang KHAN, sebagai tanda terima kasihnya yang penuh kerendahan hati kemudian bergegas untuk menyampaikan kabar baiknya kepada Marco yang hampir tidak percaya bahwa KHAN yang keras kepala itu benar-benar memberikan izin. Segera terbukti dari bibir KHAN sendiri jaminan kebenaran berita itu, hatinya tergetar oleh kegembiraan karena memikirkan bahwa dia akan dapat melihat Venesia, kota tua tersayang sekali lagi.
Akhirnya diputuskan bahwa Polo ikut pergi dengan rombongan calon pengantin muda ke Persia dan dari sana melanjutkan perjalanan jauhnya lagi ke Eropa. Mereka segeralah bersiap-siap untuk menempuh perjalanan ini (rombongan kali ini akan melakukan perjalanan melalui laut, sebab perjalanan lewat darat terlalu panjang dan terlalu berbahaya bagi putri muda yang lemah beserta pelayan-pelayan wanitanya). Hari yang dinanti tiba bagi mereka untuk mengucapkan selamat tinggal kepada KHAN yang baik yang telah memperlakukan mereka dengan begitu murah hati juga berpamitan dengan sejumlah teman Tartar yang akan mereka tinggalkan selamanya.
KHAN tidak hanya memberikan Polo, Duta Persia dan sang putri dengan hadiah-hadiah mahal serta memberikan mereka pengawalan Tartar yang luar biasa tetapi juga memberikan tiga belas kapal bertiang empat terbesar, kapal terbaiknya dipasang secara khusus untuk mereka gunakan dan memiliki banyak awak yang masing-masing terdiri dari seratus hingga dua ratus pelaut. Segala sesuatu di kapal ini diatur untuk kemewahan para penumpangnya. Perabotannya elegan dan nyaman dengan stok perbekalan pilihan dan berlimpah. Secara keseluruhan kompi yang mengikuti rombongan itu selain para pelaut terdiri dari enam ratus orang.
Minggu 28
Tepat sebelum mereka berangkat, Kubilai KHAN memanggil Polo di hadapannya dan di hadapan seluruh pengadilan, dengan lembut memeluk mereka masing-masing, dengan air mata nya berlinang, dia menyerahkan dua tablet emas kepada Nicolo yang akan digunakan sebagai paspor. Pada lempengan-lempengan ini KHAN telah memerintahkan untuk menuliskan perintahnya kepada semua gubernur dan rakyatnya, tidak hanya untuk mengizinkan Polo lewat dengan aman, tetapi juga untuk menyediakan segala sesuatu yang mungkin mereka perlukan.
Ketika para musafir itu kembali ke pelabuhan tempat kapal-kapal mereka berlabuh, Kubilai KHAN beserta para abdi dalam dan tentara, berjalan bersama mereka beberapa mil kemudian berpisah dari mereka dengan menunjukkan kasih sayang yang paling hangat di seluruh masyarakat di mana semua orang pada hari itu mengambil cuti dari segala aktivitasnya. KHAN menangis saat dia memeluk Marco yang merupakan penasihat utama favoritnya; sementara Marco sendiri diliputi emosi saat berpisah dari seorang raja yang telah membanjirinya dengan kebaikan dan kasih sayang.
Para duta besar, sang putri dan Polo tiba di pelabuhan untuk keberangkatannya, membentangkan bendera di atas kapal yang mereka akan layari bersama; pengawal dan awaknya memasuki kapal-kapal lain; kemudian sementara sejumlah besar orang mengucapkan selamat tinggal dari pantai, armada pun berangkat untuk berlayar ke arah selatan.
Marco telah melintasi Laut Timur ini dan cukup akrab dengan berbagai pulau dan tanjung saat mereka lewati. Dia mengambil alih komando armada. Di bawah arahannya kapal-kapal berlayar dengan rute terdekat ke perairan Australia. Mereka tidak menganggap keputusan yang bijak dan suatu kebutuhan untuk berlayar dekat-dekat dengan pulau-pulau karena bagi mereka perbekalan dan air yang cukup sudah tersedia di kapal untuk bertahan selama dua tahun sehingga tidak perlu mengambil risiko menghadapi serangan dari penduduk biadab.
Armada membutuhkan waktu tiga bulan penuh untuk mencapai pulau Sumatra yang panjang dan indah [Indonesia bagian barat]. Dalam perjalanannya, Marco sangat menikmati kebersamaan dengan tiga orang Persia yang merupakan pria-pria berkebangsaan tinggi dan kecerdasan yang luar biasa. Saat berkenalan dengan putri muda (yang bernama Cocachin), dia mengenalnya sebagai gadis yang bersemangat dan ramah, cantik lahir dan batinnya. Dia segera dapat menyesuaikan diri dan bercakap-cakap dengan para pelindungnya lalu menghabiskan sebagian besar waktunya di dek, menatap kagum pada banyak sekali keajaiban laut yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Memang awalnya dia merindukan kampung halaman sehingga sempat melankolis; namun kegembiraan perjalanan yang menarik ini telah mengembalikan warna kemerahan di pipinya juga keceriaan di hatinya.
Setelah tinggal sebentar di Sumatra, kapal-kapal itu melanjutkan perjalanannya, perbekalan telah diisi kembali, dan rombongan telah disegarkan oleh persinggahan singkat di daratan. Berlayar ke arah barat daya, mereka mengitari pantai India sampai ke Ceylon kemudian, membelokkan haluan ke arah barat laut, melintasi samudra Hindia hingga pada akhirnya mencapai Teluk Persia. Pada saat mereka mencapai pelabuhan Hormuz [di Teluk Persia; dekat Minab, Iran], perjalanan yang ditempuh mereka memakan lebih dari dua tahun jauhnya dari Kambalu, selama periode itu mereka hanya mendarat sekali, di Sumatra. Dua utusan Persia wafat dalam perjalanan.
Rombongan yang luar biasa itu mendarat di tanah Persia dengan kemegahan dan pertunjukan yang luar biasa karena mereka mengawal calon ratu negara, dan utusan yang selamat menganggap bahwa putri harus tampil pertama kali di hadapan rakyat masa depannya dalam keadaan yang layak. Tetapi tidak lama setelah mereka mendarat diketahui bahwa Raja Argon yang baik telah pergi selamanya mengikuti ratu pertamanya ke alam kubur. Negara saat itu dalam keadaan perang saudara dan Putri Cocachin muda telah tiba, mendapati dirinya menjanda sebelum dia menjadi seorang istri.
Rombongan tidak membuang waktu untuk segera menjalin hubungan baik dengan pangeran yang saat itu berkuasa di Persia Selatan, Kiacatu, saudara Argon; meminta kebijaksanaannya untuk membantu mereka memutuskan kepada siapa mereka mempresentasikan tugas indah mereka dalam menjemput calon ratu baru. Akan tetapi Kiacatu, meskipun terlibat dalam persengketaan dengan putra Raja Argon, Casan, untuk memperebutkan tahta kerajaan, memiliki kehormatan dan harga diri untuk tidak menawan gadis muda itu. Ia mengarahkan pengawalan untuk mengantar gadis muda itu ke perkemahan Casan di utara, Ia memperlengkapi rombongan sebanyak dua ratus penunggang kuda untuk melindungi perjalanan mereka.
Marco sekarang mendapati dirinya melintasi jalan yang sama dengan jalan yang dilaluinya ke Cathay. Banyak objek yang familiar baginya saat dia berjalan, sesekali saat mereka berhenti di sebuah kota atau desa, dia menemukan orang-orang tua yang mengingat perjalanannya lebih dari dua puluh tahun sebelumnya.
Suatu perjalanan yang panjang dari Hormuz ke Khorassan [Khorasan; dekat Ashgabat di perbatasan Iran dan Turkmenistan], tempat Raja Casan muda berada bersama pasukannya; perjalanan melambat karena mereka sering terganggu oleh situasi perang. Tetapi di manapun iringan itu melangkah, para prajurit dan orang-orang menghormati rombongan tersebut, karena adanya putri muda yang cantik yang mereka antar menuju barak prajurit di utara. Marco Bersama sang duta besar selalu berkuda di sisinya; dan seandainya sang putri tidak memiliki peringkat yang jauh di atas Marco, ia mungkin dengan mudah jatuh cinta padanya. Karena perjalanan ini putri menjadi sangat dekat dan bergantung pada Marco yang tampan dan gagah; Putri mengetahui masa yang akan datang ia harus bersiap dengan kesedihan saat nanti berpisah dari Marco.
Menjelang malam rombongan itu mendekati perkemahan pangeran muda gagah perkasa yang sedang memperjuangkan mahkota yang menjadi haknya. Tenda-tenda tersebar di tempat yang luas di lembah yang indah, diairi oleh sungai yang mengalir deras; dari puncak bukit, Marco mengamati pemandangan yang ramai itu. Para prajurit berkeliaran di tenda secara berkelompok; di atas tenda-tenda berkibar panji-panji istana kerajaan Persia. Di tengah mereka ada paviliun yang tinggi dan megah; para rombongan dengan tepat menebaknya sebagai tenda pangeran itu sendiri.
Dengan paspor yang mereka miliki, tidak sulit untuk menembus pos-pos penjagaan kemudian maju ke paviliun putra mahkota. Saat tiba, sang putri, duta besar dan tiga keluarga Polo turun dari kereta dan kuda lalu mendekati pintu. Pangeran Casan telah mengetahui kedatangan rombongan muncul dari paviliun. Dia adalah seorang pemuda tampan, tinggi dan tegap dengan bahu lebar, kulit yang segar kemerahan dan janggut halus berwarna cokelat. Dia berpakaian indah dengan sutra dan permata dan semuanya menampilkan penampilan yang mulia dan berwibawa. Dia melangkah maju dan menyambut iringan di markasnya. Sang duta besar lalu berdiri dengan kepala tertunduk, memberi tahu Casan bahwa ini adalah putri muda Cathay yang dikirim oleh ayahnya, mendiang raja Argon untuk menjadikannya istrinya. Tapi sekarang setelah mendiang raja Argon telah wafat, dia tidak tahu apalagi yang harus dilakukan terkait dengan hal ini selain membawanya ke putra dan pewaris raja Argon, yakni Casan sendiri. Sang pangeran sudah melirik dengan mata lembut pada gadis muda yang cantik itu; tak lama setelah duta besar selesai berbicara, dia berseru: “Anda telah melakukannya dengan baik, Tuanku duta besar. Putri yang cantik akan menerima semua kehormatan dan perlindungan dari saya sebagai ratunya, aku akan menerimanya sebagai milikku sebab saya sampai saat ini pun belum menikah.”
Sambil berkata demikian, dia memegang tangan Cocachin yang memerah dan membawanya ke tenda di dekatnya, mengirim para dayang wanitanya untuk menyusul dan menemaninya. Mungkin saat itu putri tidak menyesali nasibnya, setelah menemukan bahwa pasangan yang ditakdirkannya tidak ada lagi; karena ia sudah tua dan sekarang dia akan menikah dengan seseorang yang muda, tampan, dan kuat seperti yang diinginkan putri yang penuh kebanggaan.
Sementara itu, Casan menyibukkan diri dengan menawarkan keramahtamahan dalam perkemahannya kepada para pengunjungnya. Duta Besar dan Polo disediakan tenda mewah dan pada malam hari dijamu oleh pangeran sepuasnya; dan hari berikutnya dilakukan inspeksi besar-besaran terhadap pasukan, baik Polo dan duta besar, berkuda di samping sang pangeran sendiri.
Karena ingin sekali Marco melihat Venesia untuk sekalinya lagi walau enggan dan sedih, dia akan berpisah dari teman-teman baik yang telah berjalan bersama sejauh ini dan indahnya persahabatan yang sangat dia nikmati. Keluarga Polo memutuskan untuk tinggal di markas setidaknya sampai Casan dan Cocachin menikah setelah itu mereka akan bergegas pulang. Semakin Casan melihat gadis muda itu, semakin dia menyayanginya; dan dia segera menjadi tidak sabar untuk menikah dengannya sesegera mungkin. Cocachin tidaklah berkeberatan apa-apa; dan dalam waktu seminggu setelah kedatangannya di markas besar, mereka menikah dengan selayaknya menurut ritual dan iman yang mereka miliki.
Keesokan harinya, Polo bersiap untuk berangkat ke Trebizond [Trabzon], yang merupakan pelabuhan terdekat di mana mereka dapat berharap menemukan kapal untuk membawa mereka ke Konstantinopel [Istanbul], pelabuhan yang mempermudah perjalanan pulang mereka. Saat momen perpisahan tiba, Marco tak kuasa menahan air matanya. Dia dengan hangat memeluk teman-teman Persianya dan berlutut di kaki Putri Cocachin, lalu dengan penuh semangat mencium tangannya. Putri juga sangat tersentuh saat berpisah dari seorang teman yang begitu baik dan setia, dan air mata kesedihan mengalir di pipinya.
Orang-orang Polo di sini juga mengucapkan selamat tinggal kepada sebagian besar pengawal yang telah menemani mereka dalam perjalanan mereka dan pergi dengan hanya membawa beberapa pemandu dan pelayan beserta satu pasukan kavaleri Persia yang diperintahkan Pangeran Casan untuk menjaga mereka sejauh ini menuju Trebizond. Mereka kemudian berangkat, diikuti oleh elu-elu kesedihan dan persahabatan tentara Persia.