IV. Bagaimana Perseus datang ke Ethiopia

Maka PERSEUS terus terbang ke timur laut, melewati lautan seluas beberapa liga laut, sampai dia tiba di perbukitan pasir dan pantai Libya yang suram.

Dia terbang melintasi gurun padang pasir, di atas tepian batu, tumpukan kerikil, dataran luas pasir tak berpenghuni, timbunan cangkang kerang yang memutih di bawah sinar matahari, dan kerangka monster laut besar, juga tulang mati raksasa purba, berserakan naik dan turun di atas dasar laut lama. Saat dia melintas, tetesan darah dari kepala Gorgon jatuh ke bumi, berubah menjadi ular asp dan adder beracun yang berkembang biak di padang pasir ke hari ini.

 Dia terus melintasi pasir tanpa pernah tahu seberapa jauh atau seberapa lama, sembari memakan buah yang diberikan Nymph kepadanya. Sampai suatu ketika dia melihat perbukitan Psylli juga para Dwarf yang bertarung dengan burung bangau. Tombak mereka terbuat dari gelagah dan alang-alang, rumah mereka terbuat dari kulit telur burung bangau. Perseus tertawa, dan terus melaju ke timur laut, berharap sepanjang hari dapat segera melihat kilau biru Mediterania, agar dia bisa terbang melintasinya untuk kembali ke rumahnya. 

Namun kemudian datanglah angin kencang yang mendesaknya kembali ke selatan menuju padang pasir. Sepanjang hari dia berjuang melawannya, tetapi bahkan sandal bersayap pun tidak bisa menang. Jadi dia terpaksa mengapung mengikuti angin sepanjang malam, dan ketika fajar menyingsing tidak ada yang terlihat kecuali dataran pasir tua yang sama.

Dari utara pun badai pasir menerjangnya, kepulan dan gulungan awan berwarna merah darah menutupi matahari tengah hari. Perseus melarikan diri sebelum badai itu sampai agar dia tak tercekik debu yang terbakar. Akhirnya badai mereda, dan dia mencoba pergi ke utara lagi. Namun sekali lagi datang badai pasir yang menyapunya kembali ke dataran tanah kosong, kemudian semuanya kembali tenang dan tidak berawan seperti sebelumnya. Tujuh hari dia berjuang melawan badai, dan tujuh hari dia terhempas kembali, sampai dia kehabisan tenaga, kehausan dan kelaparan sampai lidahnya terkatup ke langit-langit mulutnya. Di sana-sini dia membayangkan melihat danau yang indah, sinar matahari bersinar di atas air, tetapi ketika dia sampai di sana, bayangan itu menghilang di kakinya dan tidak ada apa-apa selain pasir yang terbakar. Jika dia bukan dari ras Dewa, dia akan binasa di gurun kosong itu, tetapi kehidupan bercokol kuat di dalam dirinya, karena dia dari lebih manusia biasa.

Kemudian dia menangis kepada Athené, dan berkata, 

“Oh, yang cantik dan murni, jika kamu mendengarku, akankah kau meninggalkanku disini untuk mati karena kekeringan? Aku telah membawakan kepala Gorgon sesuai permintaanmu dan sampai sekarang perjalananku berhasil. Apakah kamu meninggalkan aku pada akhirnya? Kalau tidak mengapa sandal abadi ini tidak dapat menang, bahkan melawan badai gurun? Apakah aku tidak akan pernah melihat ibuku lagi, riak biru di sekitar Seriphos, dan bukit-bukit cerah Hellas?”

 Jadi dia berdoa. Dan setelah dia berdoa ada kesunyian yang hebat.

Langit masih di atas kepalanya, dan pasir masih di bawah kakinya. Perseus mendongak, tapi tidak ada apa-apa selain matahari yang menyilaukan dalam warna biru yang menyilaukan. Dia melihat sekelilingnya, tapi tidak ada apa-apa selain pasir yang menyilaukan.

Perseus berdiri diam beberapa saat, menunggu dan berkata, “Tentunya aku tidak di sini tanpa kehendak Dewa, karena Athené tidak akan berbohong. Bukankah sandal ini menuntunku ke jalan yang benar? Maka jalan yang kucoba lalui pasti jalan yang salah.” 

Lalu tiba-tiba telinganya terbuka dan dia mendengar suara air mengalir. 

Pada saat itu hatinya kembali bersemangat, meskipun dia jarang berani mempercayai telinganya. Dalam lelah dia bergegas maju, meskipun dia hampir tidak bisa berdiri tegak. Dalam sepelemparan tembakan busurnya terlihat ada lembah kecil di pasir, batuan pualam, pohon kurma, dan halaman rumput hijau melambai. Melintasi rerumputan itu, sungai kecil berkilauan dan meliuk-liuk di balik pepohonan sebelum menghilang di pasir.

Air menetes di antara bebatuan, dan angin sepoi-sepoi yang menyenangkan bergemerisik di dahan-dahan kurma yang kering. Perseus tertawa gembira dan melompat dari tebing, meminum air yang dingin, memakan kurma, dan tidur di rumput. Kemudian dia melompat dan melaju lagi, tapi kali ini tidak ke utara. Dia berkata, “Tentu Athené telah mengirimku kesini, dan belum memperbolehkan aku pulang dulu. Bagaimana jika ada perbuatan mulia lain yang harus dilakukan, sebelum aku melihat perbukitan cerah Hellas?”

Jadi dia pergi ke timur, dan terus ke timur. Melalui oase-oase dan air mancur-air mancur segar, pepohonan kurma, ladang-ladang rumput, sampai dia melihat di hadapannya tembok gunung perkasa yang semuanya berwarna merah mawar di bawah sinar matahari terbenam. 

Kemudian dia melesat di udara seperti elang, karena anggota tubuhnya menguat kembali. Dia terbang sepanjang malam melintasi gunung sampai hari mulai fajar dan jari kemerahan Eos muncul di langit. Dan kemudian, lihatlah, di bawahnya ada taman hijau Mesir yang panjang dan sungai Nil yang bersinar.

Dia melihat kota-kota bertembok tinggi ke langit, kuil-kuil, batu-batu obelisk, piramida-piramid, dan dewa-dewa batu raksasa. Dia pun turun di tengah ladang jelai, rami, jewawut, dan labu yang memanjat naik. Dia melihat orang-orang keluar dari gerbang sebuah kota besar, bersiap mulai bekerja masing-masing di tempatnya. Mereka membelah anak-anak sungai menjadi aliran kecil di antara tumbuh-tumbuhan dengan cerdik menggunakan kaki mereka, sesuai kebijaksanaan orang Mesir. Namun ketika mereka melihatnya, semua menghentikan pekerjaan mereka dan berkumpul di sekelilingnya lalu berteriak, 

“Siapakah engkau, pemuda yang tampan? Dan apakah yang kau bawa di balik kulit kambingmu itu? Tentunya kau adalah salah satu dari mereka Yang Abadi karena kulitmu putih seperti gading, dan kulit kami merah seperti tanah liat. Rambutmu seperti benang emas sementara rambut kami hitam dan keriting. Sungguh pasti kau adalah salah satu dari para Dewa. Mereka hendak menyembahnya saat itu juga, tapi Perseus berkata:

“Aku bukan salah satu Dewa, tapi aku pejuang Hellens. Aku telah membunuh Gorgon di hutan belantara dan membawa kepalanya bersamaku. Oleh karena itu, beri aku makanan agar bisa maju dan menyelesaikan pekerjaanku.”

Kemudian mereka memberinya makanan, buah-buahan, dan anggur, tetapi mereka tidak membiarkannya pergi. Ketika berita sampai ke kota bahwa Gorgon telah dibunuh, para pendeta keluar untuk menemuinya juga para gadis, dengan nyanyian dan tarian, serta rebana dan kecapi. Mereka ingin membawanya ke kuil dan raja mereka, tetapi Perseus mengenakan topi kegelapan, dan menghilang dari pandangan mereka.

Oleh karena itu orang Mesir sangat menantikan kepulangannya walaupun sia-sia. Mereka memujanya sebagai pahlawan dan membuat patung dirinya di Chemmis yang berdiri selama ratusan tahun. Mereka mengatakan bahwa dia kadang-kadang menampakkan diri kepada mereka dengan sandal sepanjang satu hasta. Dan bahwa setiap kali dia muncul, musim itu akan subur, dan Sungai Nil naik tinggi tahun itu. 

Kemudian Perseus pergi ke arah timur, menyusuri pantai Laut Merah. Kemudian, karena dia takut masuk ke dalam gurun Arab, dia berbelok ke utara sekali lagi, dan kali ini tidak ada badai yang menghalanginya. 

Dia melewati Tanah Genting, Gunung Casius, dan rawa Sirbonian yang luas, sampai ke pantai Palestina, di mana Æthiops yang berwajah gelap berada. 

Dia terbang melewati perbukitan dan lembah yang menyenangkan, seperti Argos itu sendiri, atau Lacedæmon, atau Lembah Tempe yang indah. Tapi semua dataran rendah tenggelam oleh banjir, dan dataran tinggi diledakkan oleh api, dan bukit-bukit bergolak seperti kuali yang menggelegak, di hadapan murka Raja Poseidon, pengguncang bumi.

Perseus takut pergi ke pedalaman, maka dia terbang di sepanjang pantai lautan. Dan dia terus berjalan sepanjang hari, dan langit hitam karena asap. Dia terus berjalan sepanjang malam, dan langit merah karena nyala api.

Saat fajar menyingsing dia melihat ke arah tebing, dan di tepi air, di bawah batu hitam, dia melihat satu sosok putih berdiri.

“Ini,” pikirnya, “pasti patung dewa laut. Aku akan pergi mendekat dan melihat dewa macam apa yang disembah oleh orang-orang barbar ini.”

Jadi dia mendekat. Namun ketika dia sampai, itu bukanlah patung, melainkan seorang gadis dari darah dan daging, karena dia bisa melihat rambutnya tertiup angin. Dan saat dia semakin mendekat, Perseus bisa melihat bagaimana dia menyusut dan menggigil saat ombak memercikkannya dengan butiran garam dingin. Lengannya terbentang di atas kepalanya, dan diikat ke batu dengan rantai kuningan. Kepalanya terkulai di dadanya, entah karena tidur, atau kelelahan, atau kesedihan. Sesekali dia mendongak dan meratap, memanggil-manggil ibunya, namun dia tidak melihat Perseus, karena topi kegelapan ada di kepalanya.

Penuh belas kasihan dan kemarahan, Perseus mendekat dan memandangi gadis itu. Pipinya lebih gelap daripada pipinya, dan rambutnya biru kehitaman seperti bunga Hyacinth. Perseus berpikir, “Aku belum pernah melihat gadis secantik ini. Tidak, bahkan tidak di semua pulau kami. Tentunya dia adalah putri raja. Apakah orang barbar memperlakukan putri raja mereka seperti itu? Dia terlalu cantik, setidaknya, untuk melakukan kesalahan. Aku akan berbicara dengannya.”

Dan dengan mengangkat topi dari kepalanya, Perseus melintas di hadapan gadis itu. Dia menjerit ketakutan, dan berusaha menyembunyikan wajahnya dengan rambutnya, karena dia tidak bisa melakukannya dengan tangannya. Namun Perseus berseru,

“Jangan takut padaku, cantik, aku adalah orang Hellen, dan bukan orang barbar. Pria sekejam apa yang telah mengikatmu? Tapi pertama-tama aku akan membebaskanmu.”

Dan dia merobek belenggu itu, tetapi belenggu itu terlalu kuat untuknya; sementara gadis itu menangis:

“Jangan sentuh aku. Aku terkutuk untuk mengabdi sebagai korban bagi dewa laut. Mereka akan membunuhmu, jika kau berani membebaskanku.”

“Biarkan mereka mencoba,” kata Perseus lalu menarik Harpé dari pahanya dan memotong kuningan dengan mudah seolah-olah  terbuat dari rami. 

“Sekarang’, katanya, “kau milikku, dan bukan dewa laut ini, siapa pun mereka!” Tapi sang gadis malah makin sering memanggil-manggil ibunya.

“Mengapa memanggil ibumu? Dia bukanlah seorang ibu jika bisa meninggalkanmu di sini. Jika seekor burung dikeluarkan dari sarangnya, itu menjadi milik orang yang mengambilnya. Jika permata dilemparkan ke pinggir jalan, dia yang beranilah yang memenangkan dan membawanya, seperti aku akan memenangkanmu dan akan membawamu. Aku tahu sekarang mengapa Pallas Athené mengirimku ke sini. Dia mengirimku untuk mendapatkan hadiah yang sepadan dengan semua kerja kerasku dan yang lain.”

Perseus mendekapnya dalam pelukannya, dan berteriak, “Di manakah para dewa laut ini, yang kejam dan tidak adil, yang menghukum mati para gadis cantik? Aku membawa senjata Dewa. Biarkan mereka mengukur kekuatan mereka dengan kekuatanku! Tapi katakan padaku, gadis, siapa kau, dan nasib buruk apa yang membawamu ke sini.”

Dan dia menjawab sambil menangis, “Aku adalah putri Cepheus, Raja Iopa, dan ibuku adalah Cassiopeia yang berambut indah. Mereka memanggilku Andromeda seumur hidupku. Dan malangnya aku berdiri terikat disini demi menjadi makanan monster laut, untuk menebus dosa ibuku. Karena dia pernah membanggakan bahwa aku lebih cantik dari Atergatis, Ratu Ikan. Maka dia dalam kemarahannya mengirim banjir laut, dan saudara laki-lakinya Raja Api mengirimkan gempa bumi, merusak seluruh daratan. Dan setelah banjir itu muncul monster lendir, yang melahap semua makhluk hidup. Dan sekarang dia akan melahapku, tanpa rasa bersalah meskipun aku tidak pernah menyakiti makhluk hidup. Ketika melihat ikan di pantai aku akan mengembalikan hidupnya dan melemparkannya kembali ke dalam laut. Di tanah kami, kami tidak makan ikan, karena takut pada Atergatis ratu mereka. Namun para pendeta mengatakan bahwa hanya darahku yang dapat menebus dosa yang tidak pernah aku lakukan.”

Perseus tertawa, dan berkata: ‘Monster laut? Aku telah bertarung dengan yang lebih buruk darinya: Aku akan menghadapi Dewa demi kau, apalagi hanya binatang laut?”

Kemudian Andromeda memandangnya dan harapan baru menyala di dadanya. Begitu tegak dan tampan Perseus berdiri dengan satu tangan melingkari Andromeda dan pedang yang berkilauan di tangan lainnya. Tapi kemudian dia hanya menghela nafas, semakin menangis, dan berseru, “Mengapa kau bersedia mati semuda ini? Bukankah kematian dan kesedihan sudah cukup di dunia ini? Adalah mulia bagiku untuk mati, agar aku dapat menyelamatkan nyawa seluruh orang. Tapi kau lebih baik dari mereka semua, kenapa aku harus membunuhmu juga? Pergilah di jalanmu. Aku harus menjalani jalanku.”

Tapi Perseus berteriak, “Tidak begitu! Karena para Penguasa Olympus yang saya layani, adalah teman para pahlawan dan membantu mereka melakukan perbuatan mulia. Dengan petunjuk mereka, aku membunuh Gorgon, kengerian yang indah. Dan karena mereka aku datang ke sini, untuk membantai monster ini dengan kepala Gorgon yang sama. Namun sembunyikan matamu ketika aku meninggalkanmu, karena melihatnya akan membekukanmu menjadi batu juga.”

Tetapi gadis itu tidak menjawab apa-apa, karena dia tidak dapat mempercayai kata-katanya. Dan kemudian, tiba-tiba  dia  melihat ke atas dan menunjuk ke laut lalu berteriak, “Itu dia datang, seiring matahari terbit, seperti yang mereka janjikan. Aku pasti akan mati sekarang. Bagaimana aku bisa menahannya? Oh, pergi! Apakah tidak cukup mengerikan untuk dirobek sedikit demi sedikit, tanpa harus kau lihat?” Dan dia mencoba untuk mengusirnya.

Tapi Perseus berkata, “Aku pergi, tapi berjanjilah padaku satu hal sebelum aku pergi, bahwa jika aku membunuh binatang ini, kamu akan menjadi istriku dan kembali bersamaku ke kerajaanku di Argos yang subur, karena akulah pewaris raja. Berjanjilah padaku, dan tandai dengan ciuman.”

Kemudian dia mengangkat wajahnya, dan menciumnya. Perseus tertawa kegirangan dan terbang ke atas, sementara Andromeda berjongkok dengan gemetar di atas batu menunggu apa yang akan terjadi.

Datanglah sang monster laut raksasa, meluncur seperti kapal hitam besar, dengan malas mengayunkan riak, dan kadang-kadang berhenti di tepi sungai atau tanjung untuk melihat tawa gadis-gadis yang tengah mencuci, atau ternak mengais-ngais di bukit pasir, atau anak laki-laki mandi di pantai. Sisi tubuhnya yang besar dibatasi oleh cangkang kerang dan rumput laut. Air menggelegak masuk dan keluar dari rahangnya yang lebar saat dia berguling, menetes dan berkilau di bawah sinar matahari pagi. 

Akhirnya dia melihat Andromeda dan melesat maju untuk mengambil mangsanya sementara ombak berbuih putih di belakangnya, dan di hadapannya ikan-ikan lari melompat-lompat.

Kemudian dari ketinggian udara Perseus meluncur seperti bintang jatuh, turun ke puncak ombak, sementara Andromeda menyembunyikan wajahnya saat dia berteriak, dan kemudian ada keheningan untuk sesaat.

Akhirnya dia mendongak dengan gemetar, dan melihat Perseus melompat ke arahnya. Bukannya monster, di belakang Perseus nampak batu hitam panjang dengan laut beriak pelan di sekelilingnya. 

Siapa yang begitu bangga seperti Perseus, ketika dia melompat kembali ke batu, dan mengangkat Andromeda yang cantik ke dalam pelukannya lalu terbang bersamanya ke puncak tebing, seperti elang membawa burung merpati? 

Siapa yang sebangga Perseus, dan siapa yang segembira semua orang Ethiop? Karena mereka telah berdiri menyaksikan monster itu dari tebing sambil meratapi nasib gadis itu. Seorang utusan telah pergi ke Cepheus dan Cassiopeia di mana mereka duduk dengan kain berkabung dan abu di tanah, di ruang istana yang paling dalam sambil menunggu kematian putri mereka. Mereka pun datang bersama seluruh kota untuk melihat keajaiban, diiringi nyanyian dan tarian, dengan simbal dan kecapi, dan menerima kembali putri mereka sebagai seorang yang dihidupkan dari kematian.

Lalu Cepheus berkata, “Pahlawan dari Hellens, tetaplah di sini dan jadilah menantuku. Aku akan memberimu setengah dari kerajaanku.” 

“Aku akan menjadi menantumu,” kata Perseus, “tetapi dari kerajaanmu aku tidak akan kumiliki, karena aku merindukan tanah Yunani yang menyenangkan dan ibuku yang menungguku di rumah.”

Kemudian Cepheus berkata, “Kau tidak boleh langsung mengambil putriku, karena dia bagi kami seperti orang yang dihidupkan dari kematian. Tinggallah setahun bersama kami di sini, dan setelah itu kau boleh kembali dengan hormat.” Perseus setuju, tetapi sebelum pergi ke istana dia meminta orang-orang membawa batu dan kayu, lalu membangun tiga altar, satu untuk Athena, satu untuk Hermes, dan satu untuk Zeus, juga mempersembahkan lembu dan domba jantan.

Beberapa orang berkata, “Dia adalah orang yang saleh.” Namun para pendeta berkata, “Ratu Laut akan lebih ganas lagi melawan kita karena monsternya telah dibunuh.” Tapi mereka tak berani berbicara keras, karena mereka takut pada kepala Gorgon. Maka mereka pergi ke istana. Ketika mereka masuk ke aula, di sana berdirilah Phineus, saudara laki-laki Cepheus, yang marah seperti beruang yang dirampok anaknya. Dia bersama putra-putranya, para pelayannya, dan banyak orang bersenjata. Dia berteriak pada Cepheus,

“Jangan menikahkan putrimu dengan orang asing ini, yang bahkan namanya tak seorang pun tahu. Bukankah Andromeda bertunangan dengan putraku? Sekarang dia telah selamat, bukankah putraku berhak atasnya?”

Perseus tertawa dan menjawab, “Jika putramu membutuhkan pengantin, biarkan dia menyelamatkan seorang gadis untuk dirinya sendiri. Sampai sekarang dia tampak seperti mempelai laki-laki yang tidak berdaya. Dia meninggalkan Andromeda untuk mati, dan matilah dia untuknya. Aku menyelamatkannya hidup-hidup, maka dia hidup untukku, tapi tidak untuk orang lain. Pria yang tidak tahu berterima kasih! Bukankah aku telah menyelamatkan tanahmu beserta kehidupan putra dan putrimu, dan apakah kamu akan membalasku demikian? Pergilah, atau ini akan lebih buruk bagimu.” Tapi semua prajurit menghunus pedang mereka dan menyerbunya seperti binatang buas. 

Kemudian dia membuka kepala Gorgon, dan berkata, “Ini telah membebaskan pengantinku dari satu binatang buas, ini juga akan membebaskannya dari banyak lainnya.” Dan ketika dia berbicara, Phineus dan semua prajuritnya berhenti, dan saat Perseus berdiri setiap orang menjadi kaku. Sebelum Perseus menarik kulit kambing di wajah Gorgon lagi, semuanya telah berubah menjadi batu.

Kemudian Perseus meminta orang-orang membawa tuas dan mengeluarkan mereka. Apa yang dilakukan dengan mereka setelah itu aku tidak bisa ceritakan.

Kemudian mereka membuat pesta pernikahan hebat yang berlangsung selama tujuh hari penuh, dan siapa yang sebahagia Perseus dan Andromeda?

Namun pada malam kedelapan Perseus bermimpi. Dia melihat berdiri di sampingnya Pallas Athené seperti yang dia lihat di Seriphos tujuh tahun yang lalu. Dia berdiri, memanggil namanya, lalu berkata,

“Perseus, kamu telah menjadi pria yang pemberani, dan lihat, kau mendapatkan hadiahmu. Ketahuilah sekarang bahwa para Dewa itu adil, dan membantu dia yang membantu dirinya sendiri. Sekarang berikan padaku pedang Harpé, sandal, dan topi kegelapan, agar aku dapat mengembalikannya kepada pemiliknya. Namun kepala Gorgon harus kau simpan sebentar, karena kau akan membutuhkannya di negerimu di Yunani. Kemudian kau akan meletakkannya di kuilku di Seriphos, agar aku dapat memakainya di perisaiku selamanya, dan menjadi sebuah teror bagi para Titan, monster, musuh para Dewa dan manusia. Untuk negeri ini, aku telah menenangkan laut dan api sehingga tidak akan ada lagi banjir atau gempa bumi. Tetapi biarlah orang-orang membangun altar untuk Zeus, dan untukku, dan memuja Yang Abadi, Penguasa langit dan bumi.”

Perseus pun bangkit untuk memberinya pedang, topi, dan sandal, tapi dia terbangun dan mimpinya lenyap. Namun itu sama sekali bukan mimpi, karena kulit kambing dengan kepala Gorgon ada di tempatnya, tapi pedang, topi, dan sandalnya menghilang, dan tidak pernah dilihatnya lagi. 

Kemudian Perseus merasakan kekaguman luar biasa. Dia pun menemui orang-orang di pagi hari, menceritakan mimpinya, dan meminta mereka membangun altar untuk Zeus, Bapak para Dewa dan manusia, juga untuk Athené, yang memberikan kebijaksanaan kepada para pahlawan. Mereka tak perlu takut lagi gempa bumi dan banjir, sehingga mereka bisa menanam dan membangun dengan damai. Mereka melakukannya untuk sementara waktu dan menjadi makmur. Namun setelah Perseus pergi mereka melupakan Zeus dan Athené,  lalu menyembah lagi Atergatis sang ratu, dan ikan abadi dari danau suci, tempat banjir Deucalion ditahan. Mereka membakar anak-anak mereka di hadapan Raja Api, sampai Zeus marah dengan orang-orang bodoh itu. Zeus kemudian membawa bangsa asing dari Mesir untuk melawan mereka. Bangsa yang berperang dan memusnahkan mereka sama sekali, lalu tinggal di kota-kota mereka selama ratusan tahun.

Leave a Comment

error: Content is protected !!