BAB IV  KAWANAN SAPI

Setengah sadar, setengah mengantuk, Emily memikirkan ternak para semut

‘Kita harus memohon pada paman, serunya pada Jules, ‘untuk menceritakan kisah selanjutnya pagi ini.’

Tak lama; mereka pergi mencari sang paman.

“Aha,’ teriak paman ketika anak-anak memintanya bercerita, ’ternak para semut membuat kalian penasaran. Kali ini aku akan bercerita lebih banyak, O ..bukan lebih banyak. Aku akan menunjukkannya pada kalian. Sebelum itu, coba panggil dulu Claire.’

Claire datang tergopoh-gopoh. Paman membawa anak-anak ini ke pohon semak berry di kebun, dan inilah yang mereka lihat:

Semaknya penuh bunga putih. Lebah, lalat, kumbang, kupu-kupu, hinggap dari satu bunga ke bunga lain seraya mendengung halus. Pada batang pohon, di antara punggung-punggung kulitnya, sejumlah semut merayap, naik dan turun. Para semut yang merangkak naik nampak lebih bersemangat. Terkadang mereka menghentikan semut lain saat berpapasan dan seolah-olah tengah menanyakan apa yang ada di atas sana. Setelah diberitahu, para semut mulai memanjat dengan semangat yang lebih menggebu-gebu, hal ini memberitakan hal baik ada di atas sana. Para semut yang merayap turun, berjalan dengan santai dan memberi nasihat pada mereka yang meminta. Kita bisa melihat dengan mudah perbedaan  semangat dari mereka yang naik dan yang turun. Para semut yang turun berperut buncit, berbadan berat, berisi: sementara mereka yang naik, berperut rata, agak membungkuk dan kelaparan. Kalian bisa membedakan para semut itu: yang turun adalah mereka yang baru saja makan besar, kenyang, berjalan kembali ke sarang dengan pelan karena perut mereka membesar sementara yang naik, berlari menuju hidangan besar yang sama, mereka melesat di semak  untuk segera memenuhi perut kosong mereka.”

“Ada apa di pohon semak itu sehingga perut-perut mereka penuh terisi? tanya Jules. ” Jelas-jelas alasannya: Rakus! ”

“Bukan Rakus” paman mengoreksi  “Itu karena mereka punya motif yg lebih mulia dari sekadar memenuhi nafsu. Di atas sana, di pohon elder, ada banyak sekali sapi. Para semut yang berjalan turun baru saja memerah mereka. Perut mereka terisi susu yang mereka bawa untuk makanan koloni semut tanah. Mari kita lihat para sapi itu dan bagaimana mereka memerahnya. Tetapi jangan berharap bahwa kawanan sapinya seperti sapi-sapi kita. Sehelai daun bagi mereka adalah padang rumputnya.

Paman Paul mendekatkan  cabang pohon elder kepada anak-anak. Mereka melihat penuh perhatian. Kutu-kutu hitam beludru yang sangat banyak jumlahnya, tak bergerak, berdesakan, seolah tumpang tindih, memenuhi bagian  bawah daun yang masih muda. Dengan pipa penghisap lebih lembut daripada sehelai rambut yang tertancap ke kulit tanaman, dengan tenang mereka mengisi perut mereka dengan getah pohon elder tanpa merubah posisi. Di bagian bawah punggung mereka terdapat dua helai rambut/ pipa yang tak henti mengeluarkan tetes-tetes cairan gula manis. Kutu hitam ini disebut kutu tanaman. Merekalah sapinya para semut. Dua pipa yang ada di bawah itu, serta tetesan yang keluar dari lengan kaki adalah susunya. Bahkan, di antara kawanan ternak, ketika mereka berdempetan, semut-semut lapar datang dari satu kutu ke kutu lain. Mereka menantikan tetesan kecil yang lezat. Semut yang menemukannya akan berlari menuju kutu itu lalu minum dan menikmatinya. Seolah-olah ia berkata sambil mendongakkan kepala: “Enak  sekali, nikmat sekali.” Lalu ia pergi mencari yang lain. Namun, kutu tanaman tak mau langsung memberikan susunya. Mereka tidak selalu  langsung membiarkannya mengalir. Sang semut pun, seperti pemerah susu, siap untuk memerahnya. Ia memijat-mijat terus menerus. Dengan antenanya atau tanduk lembutnya yang lentur, ia menepuk-nepuk dan menggelitik pipa-pipa susu. Semut pun hampir berhasil. Kelembutan telah membuatnya berhasil. Kutu tanaman merelakan diri; setetes cairan muncul dan segera dijilat. “Enak  sekali, nikmat sekali.” Apabila perutnya belum penuh, ia beranjak ke kutu lain dan melakukan hal yang sama.

Paman melepaskan batang tanaman yang kemudian kembali ke posisi semula. Para pemerah, ternak dan kandang sekejap berada di semak Elder.

“Menakjubkan sekali, Paman.” seru Claire.

“Benar sekali, sayang. Semak elder bukan satu-satunya semak yang memberi makan ternak para semut. Kutu tanaman dapat ditemukan di banyak tanaman lain. Kutu-kutu yang terdapat di semak mawar, kol berwarna hijau. Di semak elder, kacang, bunga poppy, jelatang, pohon Willow, Poplar berwarna hitam. Di pohon Ek, Thistle, berwarna tembaga, sementara di pohon Oleander dan kacang berwarna kuning. Semua kutu memiliki dua pipa yang mengeluarkan cairan gula; yang dari keduanya semut-semut menghisap.

Claire dan paman masuk ke rumah sementara Emile dan Jules yang terkesima dengan apa yang baru sama mereka lihat, mencari kutu-kutu di tanaman lain. Kurang dari satu jam mereka telah menemukan empat jenis kutu. Semuanya dikunjungi oleh semut-semut.

Leave a Comment

error: Content is protected !!