BAB LXX KERANG-KERANGAN

Di dalam kamar Paman Paul ada sebuah laci yang penuh dengan segala jenis kerang. Salah satu temannya telah mengumpulkan kerang-kerang itu dari perjalanan-perjalanannya. Berjam-jam waktu menyenangkan bisa dihabiskan untuk memperhatikan mereka. Warna mereka yang indah, bentuknya yang menyenangkan walau terkadang aneh, menarik untuk dipandang. Beberapa terpelintir seperti tangga spiral, yang lain melebar menjadi tanduk besar, yang lain lagi membuka dan menutup seperti kotak tembakau. Beberapa dihias dengan tulang rusuk yang memancar, lipatan rumit, atau lempeng-lempeng yang diletakkan satu diatas yang lain seperti papan atap. Beberapa berbulu dengan titik-titik, duri-durian, atau sisik bergerigi. Beberapa halus seperti telur, terkadang putih, terkadang berbintik merah; yang lain, di dekat bukaan berwarna merah jambu, memiliki ujung-ujung panjang menyerupai jari-jari terentang. Mereka datang dari seluruh penjuru dunia. Yang ini datang dari negeri para orang berkulit hitam, yang dari Laut Merah, yang lain dari Cina, India, Jepang. Sungguh, banyak waktu yang menyenangkan berlalu saat memeriksa mereka satu per satu, terutama jika Paman Paul ada untuk bercerita tentang kerang-kerang itu.

Suatu hari Paman Paul memberikan kesenangan ini kepada keponakan-keponakannya, dia menyebar  kekayaan lacinya di hadapan mereka. Jules dan Claire menatapnya dengan takjub. Emile tidak pernah lelah menempatkan kerang besar ke telinganya dan mendengarkan suara hoo-hoo-hoo terus-menerus yang keluar dari bagian dalamnya dan seperti mengulang-ulang desiran laut.

“Yang satu ini dengan bukaan warna merah dan seperti renda berasal dari India. Itu disebut sebuah ketopong atau helm. Beberapa sangat besar sehingga dua saja dari mereka akan sebanyak yang bisa dibawa Emile. Di beberapa pulau mereka sangat melimpah sehingga digunakan sebagai pengganti batu dan dibakar di tempat pembakaran untuk membuat kapur.”

“Aku tidak akan membakar untuk mendapatkan kapur,” kata Jules, “jika aku menemukan kerang yang seindah itu. Lihat betapa merah bukaannya, betapa indah bagian tepinya berlipat-lipat.”

“Dan betapa kencang desiran yang dibuatnya,” tambah Emile. “Benarkah, Paman, bahwa itu adalah suara laut yang bergema di dalam kerang?”

“Paman tidak menyangkal bahwa itu sedikit mirip desiran ombak yang terdengar dari kejauhan, tetapi kalian tidak bisa berpikir bahwa kerang itu menyimpan gema suara ombak di lipatan-lipatannya. Itu hanyalah efek dari aliran udara yang datang dan pergi melalui rongga berliku.”

“Yang satu lagi ini berasal dari Prancis. Ini mudah ditemukan di tepi Mediterania dan termasuk dalam genus cassis.”

“Ini berbunyi hoo-hoo, seperti helm tadi,” Emile berkomentar.

“Semua kerang yang agak besar dan punya rongga spiral melakukan hal yang sama.”

“Ini satu lagi yang seperti sebelumnya juga ditemukan di Mediterania. Ini adalah moluska berduri. Makhluk yang mendiami cangkang kerang ini menghasilkan glair (cairan bening kental serupa putih telur) ungu, dari mana orang-orang kuno mengambil pewarna untuk barang-barang mahal mereka, sebuah warna luar biasa yang disebut ungu.”

“Bagaimana kerang dibuat?” tanya Claire.

“Kerang adalah tempat tinggal makhluk yang disebut moluska, sama seperti keong spiral adalah rumah dari hewan kecil bertanduk yang memakan tanaman berbunga muda kalian.”

“Kalau begitu rumah keong itu adalah kerang, sama dengan cangkang kerang indah yang telah Paman tunjukkan pada kami,” Jules mengamati.

“Ya, anakku. Di laut itulah kita temukan, dalam jumlah terbesar, cangkang kerang yang terbesar dan terindah. Mereka disebut kerang laut. Ini termasuk kerang helm, cassidula, dan moluska berduri. Tetapi air tawar, yaitu sungai, sungai, kolam, danau, memiliki kerang-kerang juga. Parit terkecil di negara kita memiliki kerang-kerang yang cangkangnya berbentuk bagus tapi suram, warnanya seperti tanah. Mereka disebut kerang air tawar.”

“Aku pernah melihat di air sesuatu yang menyerupai  keong spiral besar, berujung runcing,” kata Jules. “Mereka memiliki semacam topi untuk menutup bukaannya.”

“Mereka adalah Paludinidæ.”

“Aku ingat kerang di selokan lainnya,” kata Claire. “Bentuknya bulat, datar, dan sebesar sepuluh atau bahkan dua puluh sou (koin Perancis yang ukuran diameternya kira-kira 19mm).”

“Itu adalah salah satu Planorbinæ. Terakhir, ada kerang yang selalu ditemukan di daratan dan oleh karena itu disebut kerang atau keong darat. Seperti keong spiral.”

“Aku pernah melihat keong-keong yang sangat cantik,” Jules berkomentar, “hampir secantik kerang di laci ini. Di hutan kita bisa melihat keong yang kuning dengan beberapa garis hitam melingkar teratur.”

“Makhluk yang kita sebut keong spiral—bukankah itu slug atau siput tak berumah yang menemukan cangkang kosong dan tinggal di dalamnya?” tanya Emil.

“Tidak, temanku; siput tetap selalu siput tanpa pernah menjadi keong; artinya, ia tidak pernah memiliki cangkang. Keong, sebaliknya, lahir dengan cangkang kecil yang tumbuh sedikit demi sedikit seiring pertumbuhannya. Kerang kosong yang kalian temukan di desa ini dulu pernah memiliki penghuninya, yang sekarang sudah mati dan berubah menjadi debu, hanya rumah mereka yang tersisa.”

“Siput dan keong tanpa cangkangnya sangat mirip.”

“Keduanya adalah moluska. Ada moluska yang tidak menghasilkan kerang, siput misalnya. Yang lainnya membuat cangkang kerang mereka, seperti keong, Paludinidæ, dan cassididæ.”

“Dan dari apa siput membuat rumahnya?”

“Dari substansinya sendiri, teman kecilku. Mereka mengeluarkan cairan untuk rumahnya.”

“Aku tidak mengerti.”

“Tidakkah kamu membuat gigimu sendiri yang begitu putih, berkilau, dan berjajar rapi? Dari waktu ke waktu yang baru bermunculan, tanpa kalian memikirkannya sama sekali. Itu terjadi dengan sendirinya. Gigi yang indah ini terbuat dari batu yang sangat keras. Dari mana batu itu berasal? Dari substansi atau materi fisik kalian sendiri, jelas. Gusi kita mengeluarkan cairan sekeras batu yang mana membentuk dirinya menjadi gigi. Begitupun cara rumah keong dibangun. Makhluk kecil itu mengeluarkan batu yang membentuk dirinya sendiri menjadi cangkang yang anggun.”

“Tapi untuk menyusun batu satu demi satu dan membuat rumah dari batu kau membutuhkan tukang batu. Rumah keong dibuat tanpa tukang batu.”

“Ketika Paman mengatakan itu dilakukan dengan sendirinya, Paman tidak bermaksud bahwa batu itu memiliki kemampuan membuat dirinya menjadi cangkang. Kalian tidak pernah melihat puing-puing menumpuk dirinya sendiri menjadi dinding tanpa bantuan. Tuhan, Bapa dari segala sesuatu, berkehendak agar batu itu mengatur dirinya sendiri dalam istana induk mutiara untuk dijadikan sebagai tempat tinggal bagi hewan mungil itu, saudara dari siput, dan itu dilakukan sesuai dengan kehendak-Nya. Seperti itu pula Dia menyuruh batu itu tumbuh menjadi gigi yang indah dari

kedalaman gusi kemerahan anak laki-laki dan perempuan kecil, maka terjadilah seperti yang Dia kehendaki.”

“Aku mulai merasa agak bersahabat dengan keong, binatang rakus yang memakan bunga kita,” kata Jules.

“Aku tidak bermaksud membuatmu bersahabat dengannya. Mari kita berperang dengannya karena merusak kebun kita. Itu adalah hak kita. Tapi jangan biarkan kita meremehkannya dan urung belajar darinya, karena mereka memiliki banyak hal yang indah untuk kita pelajari. Hari ini Paman akan memberitahu kalian tentang mata dan hidungnya.”

Leave a Comment

error: Content is protected !!