“Kau pernah mendengar bahwa makhluk tertentu bisa memancarkan racun, maksudnya menembak dari kejauhan ke arah muka dan tangan pada yang mendekat cairan yang menyebabkan kematian, atau paling tidak membutakan atau menyakiti mereka. Minggu lalu Jules menemukan di dedaunan rumpun kentang seekor ulat A yang dipersenjatai tanduk melengkung.”
“Aku tahu, aku tahu,” sela Jules. “Itu ulat, kau sudah mengatakan padaku, yang akan berubah menjadi kupu-kupu indah yang disebut sphinx Antropos. Kupu-kupu ini selebar tanganku, memiliki titik putih di punggungnya yang menakuti banyak orang, karena samar-samar mirip tengkorak. Lagi pula, matanya bersinar di kegelapan. Kau menjelaskan bahwa ini adalah makhluk yang tidak berbahaya dan tak ada alasan untuk menakutinya.”
“Jacques yang sedang menyiangi gulma kentang,” lanjut Paman Paul, “memukul ulat sphinx dari tangan Jules dan segera menghancurkannya dengan sepatu kayu besarnya. ‘Yang kau lakukan sangat berbahaya,’ kata Jacques yang baik. ‘Memegang hewan beracun–diantara hewan lainnya! Apakah kau melihat bisa hijaunya itu? Jangan terlalu dekat, binatang itu belum mati, dia bisa melepaskan bisa ke arahmu.’ Pria yang baik itu mengira isi perut dari ulat yang sudah hancur itu racun. Isi perut itu tidak mengandung apapun yang berbahaya, warnanya hijau karena dipenuhi sari daun yang baru saja dimakan ulat malang itu.”
“Banyak orang memiliki pendapat yang sama seperti Jacques. Mereka takut dengan ulat dan isi perut hijaunya. Mereka berpikir bahwa makhluk itu meracuni semua yang mereka sentuh dan mengeluarkan bisa. Nah, anak-anakku, kau harus ingat ini baik-baik, karena ini sangat penting dan menjauhkan kita dari ketakutan yang konyol, namun juga tetap membuat kita berjaga-jaga pada bahaya yang sesungguhnya. Tak ada binatang jenis apapun, benar-benar tak ada, yang menembakkan bisa dan menyakiti kita dari jauh. Untuk meyakinkan hal ini kita harus paham benar apa itu bisa. Beragam binatang, besar kecil, diberkati dengan senjata beracun yang membantu mereka mempertahankan diri atau menyerang buruannya. Lebah adalah makhluk beracun yang terbaik.”
“Apa?” seru Jules, “seekor lebah beracun, lebah yang membuat madu untuk kita?”
“Ya, lebah. Lebah yang tanpanya kita tak bisa mendapatkan kue madu yang biasa Mama Ambroisine berikan saat kau bersikap baik. Kau tidak ingat sengatannya pernah membuatmu menangis sangat keras?”
Emile tersipu. Pamannya mengingatkan pada kenangan kurang menyenangkan. Suatu hari dengan ceroboh dia mencoba melihat apa yang sedang lebah-lebah lakukan. Ada yang berkata bahwa dia bahkan menusukkan ranting ke pintu kecil sarang mereka. Lebah-lebah itu sangat marah pada perbuatan kurang bijaksana ini. Tiga atau empat lebah menyengat anak lelaki malang itu di pipi dan tangan. Dia menangis dengan sangat menyedihkan, dan berpikir dirinya akan mati. Pamannya kesulitan menenangkannya. Mengompresnya dengan air dingin cukup menenangkan rasa sakitnya yang pedih.
“Lebah berbisa,” ulang Paman Paul. “Emile bisa menceritakan kepadamu.”
“Tawon (wasp) juga kalau begitu?” tanya Jules. “Aku pernah disengat saat aku berusaha menyingkirkannya dari segerombol anggur. Aku tidak mengatakan apapun, tapi saat itu aku merasa sangat tidak nyaman. Memikirkan sesuatu sekecil itu bisa menyakitiku sebesar itu! Rasanya tanganku seperti terbakar.”
“Tentu saja, tawon juga berbisa, lebih dari pada lebah, dalam arti sengatannya menyebabkan rasa sakit yang lebih besar. Tawon besar (bumblebee) juga, sama seperti tabuhan (hornet), penyengat besar yang berwarna kemerahan sepanjang satu inchi, yang terkadang datang dan menggerogoti buah pir di kebun. Kau harus berhati-hati terutama dengan tabuhan, teman-teman kecilku. Satu sengatan dari mereka, hanya satu, akan memberikanmu berjam-jam rasa sakit yang mengerikan.”
“Semua serangga ini memiliki, untuk pertahanan dirinya, senjata beracun yang diciptakan dengan cara yang sama. Itu disebut sengatan. Bentuknya kecil, keras, dan bilah yang sangat tajam, mirip seperti belati yang lebih tajam daripada jarum yang terbaik. Sengatannya terletak di ujung belakang perutnya. Saat tenang, sengat itu tak terlihat, tersembunyi di dalam sarung yang masuk ke dalam perutnya. Untuk mempertahankan diri, si serangga mengeluarkannya dari sarung dan menusukkannya dengan cepat ke tangan yang tidak berhati-hati yang berada dalam jangkauannya.
“Sekarang, bukanlah luka tusukan yang dihasilkan yang menyebabkan rasa sakit yang pedih yang kau rasakan. Luka ini sangat halus, sangat kecil sehingga kita tak bisa melihatnya. Kita tidak akan merasakannya jika ia terbuat dari jarum atau duri yang sekecil sengat. Tapi sengat itu membangkitkan sekantung bisa yang bersarang di dalam tubuh makhluk itu, dan melalui sebuah saluran berlubang, membawa ke bagian ujung luka setetes cairan yang dahsyat. Sengat lalu ditarik kembali. Bisanya akan tertinggal di luka dan itulah, hanya itu, yang menyebabkan luka menyengat yang Emile mungkin, jika perlu, ceritakan pada kita.”
Serangan kedua Paman Paul ini, yang menekankan pada kecelakaan itu untuk menyesali kelalaian perlakuannya pada lebah-lebah ini, Emile meniup hidungnya, walaupun dia tidak perlu melakukannya. Itu adalah cara untuk menyembunyikan kebingungannya. Pamannya tampak tidak memperhatikan itu, dan melanjutkan.
“Peneliti yang mempelajari hal unik ini melakukan penelitian berikut untuk memastikan bahwa benar cairan berbisa dan bukan lukanya yang menyebabkan rasa sakit. Saat seseorang menusuk dirinya sendiri dengan jarum yang sangat halus, rasa sakitnya sangat ringan dan akan segera hilang. Aku yakin Claire tidak terlalu takut saat menusuk jarinya sendiri waktu menjahit.”
“Oh! Tidak,” katanya. “Rasa sakitnya akan segera hilang, bahkan jika ada darah yang keluar.”
“Nah, tusukan jarum ini, walaupun kecil, bisa menyebabkan rasa sakit yang menyengat jika luka kecil itu diracuni oleh bisa lebah atau tawon. Peneliti yang kubicarakan denganmu mencelupkan ujung jarumnya ke kantung racun lebah dan dengan ujung yang basah dengan bisa menusuknya dengan lembut ke diri mereka sendiri. Rasa sakitnya sekarang sangat pedih dan lama, lebih dari jika si serangga sendiri yang menyengat sang peneliti. Peningkatan rasa sakit itu dikarenakan fakta bahwa jarum yang ditusukkan lebih besar daripada sengat halus milik si lebah. Kau memahaminya sekarang, kuharap, tetesan dari racun ke dalam luka itu yang menyebabkan semua masalah.”
“Sangat jelas,” kata Jules. “Tapi ceritakan padaku, Paman, mengapa peneliti ini menyakiti diri mereka sendiri dengan menusuk diri mereka menggunakan jarum yang dicelup ke racun lebah? Itu kesenangan yang aneh, menyakiti diri sendiri tanpa tujuan.”
“Tanpa tujuan, Tuan Sembrono (Harum-scarum)? Apakah yang baru kuceritakan padamu kau kira tanpa tujuan? Aku mengetahui itu, apakah bukan karena ada yang mengajarkan kepadaku? Siapa orang lain itu? Mereka adalah penyelidik-penyelidik gagah berani yang mempelajari hampir semua hal, mengobservasi dan memikirkan semua, dengan maksud meringankan penderitaan kita. Saat mereka dengan sukarela menusuk diri mereka sendiri dengan racun, mereka bermaksud mempelajari menggunakan diri mereka sendiri, dengan segala resiko dan bahaya, cara kerja bisa, untuk mengajarkan kita cara melawan efeknya, yang terkadang sangat dahsyat. Biarkan seekor ular viper atau kalajengking menyengat kita, maka hidup kita dalam bahaya. Ah, maka sangat penting mengetahui dengan tepat bagaimana kerja bisa dan apa yang harus dilakukan untuk menahan kerusakannya. Inilah mengapa penelitian mereka dihargai, penelitian yang dilihat Jules hanya kesenangan yang aneh. Ilmu pengetahuan, teman-teman kecilku, menyakralkan antusiasme yang tidak mengerut atas ujian apapun yang mungkin memperluas lingkup pengetahuan kita dan mengurangi penderitaan manusia.”
Jules, kebingungan karena komentar malangnya, merendahkan kepalanya dan tidak berkata-kata. Paman Paul tampak mulai jengkel, tapi kedamaian segera kembali dan beliau mulai melanjutkan cerita makhluk-makhluk berbisa.