BAB XXXVIII FRANKLIN DAN DE ROMAS

Hari berikutnya Claire dan kedua saudaranya tak membicarakan apapun kecuali eksperimen dari malam sebelumnya. Ini bahan percakapan mereka sepanjang pagi. Butiran api si kucing dan percikan dari kertas sangat mengesankan mereka. Maka paman mereka, dengan maksud mengambil keuntungan dari bangunnya kesadaran mereka, melanjutkan dengan segera percakapannya yang berisi instruksi.

“Aku yakin kalian bertiga bertanya pada diri kalian sendiri, mengapa sebelum aku menceritakan padamu tentang petir, aku menggosok lilin segel, secarik kertas, dan punggung kucing. Kau akan tahu, tapi sebelumnya kalian dengar dulu sebuah cerita kecil.”

“Lebih dari satu abad lalu, seorang hakim di kota kecil Nerac bernama De Romas, merancang sebuah eksperimen yang sangat penting yang pernah didaftarkan dalam sejarah sains. Suatu hari dia terlihat pergi ke desa di tengah badai, dengan layang-layang sangat besar dan sebuah bola benang. Lebih dari dua ratus orang yang sangat tertarik menemaninya. Apa yang sebenarnya hendak dilakukan hakim itu? Apakah dia melupakan fungsi pentingnya, dan berniat menawarkan hiburan yang tak sepadan untuknya? Apakah untuk melihat penerbangan layang-layang yang kekanak-kanakkan para penduduk yang penasaran datang dari segala penjuru kota? Tidak, tidak. De Romas tengah mewujudkan proyek paling berani yang pernah dipikiran orang jenius. Tujuan beraninya adalah untuk membangunkan guntur dari kedalaman awan-awan dan menurunkan api dari langit.”

“Layang-layang yang digunakan untuk menarik guntur dari kabut awan badai dan membawanya ke sang peneliti pemberani ini tak tampak berbeda dari yang selama ini kau kenal. Hanya saja sepanjang tali raminya dilapisi benang tembaga. Angin mulai naik, rancangan kertas itu dilemparkan ke udara dan mencapai tinggi dua ratus meter. Di ujung bawah tali disambungkan benang sutera, dan benang ini dikencangkan di bawah serambi sebuah rumah, untuk menghindarkannya terkena hujan. Sebuah kaleng silinder alumunium digantung di satu titik tali raminya dan bersentuhan dengan benang metalik yang berada di sepanjang tali. Akhirnya, de Romas melengkapinya dengan silinder yang sama yang memiliki  tabung kaca di salah satu ujungnya sebagai pegangan. 

Dengan instrumen atau exciter yang ditahan di tangannya menggunakan pegangan kaca inilah, dia membuat api meluncur cepat dari awan, dialirkan oleh tali tembaga layang-layang ke silinder metalik di ujung untaian. Benang sutera dan pegangan kaca digunakan untuk menghindarkan saluran dari guntur, baik ke tanah maupun ke tangan sang exciter. Karena materi ini tidak menyalurkan listrik kecuali listriknya terlalu kuat. Sementara logam kebalikannya, menyalurkan listrik dengan baik.

Itu adalah pengaturan yang sederhana dari alat-alat yang ditemukan de Romas untuk memastikan prediksinya yang berani. Apa yang diharapkan dari mainan anak-anak yang diterbangkan untuk bertemu dengan petir? Bukankah bagimu itu akan tampak bodoh untuk mainan semacam itu bisa langsung mengarah ke petir dan menguasainya? Bagaimanapun, sang hakim dari Nerac dengan pertimbangan yang bijak atas sifat alami sebuah petir pasti memiliki keyakinan untuk sukses. Sehingga begitu berani, di hadapan ratusan saksi, untuk melakukan usaha ini, dan kegagalan pasti akan membingungkannya. Hasil dari konflik mengerikan antara pikiran dan petir tidak bisa diragukan, pikiran, seperti biasanya, saat diarahkan dengan baik, akan menang.”

“Perhatikan, sekarang sang angin yang menjadi pertanda badai mendekat ke layang-layang. De Romas menggerakan exciter  ke arah silinder timah yang digantungkan ke ujung tali dan tiba-tiba muncul kilatan cahaya. Cahaya itu dihasilkan oleh percikan cahaya menyilaukan yang meluncur cepat ke arah exciter, berderak, memancarkan kilatan cahaya dan dengan segera menghilang.”

“Itu mirip dengan yang kita miliki kemarin,” Jules memperhatikan, “saat kita meletakkan ujung kunci di dekat lembaran kertas yang telah dihangatkan dan digosok. Sama dengan yang ditunjukkan punggung kucing saat digosok dengan tangan.”

“Hal yang sama persis,” balas pamannya. “Petir, butiran-butiran api yang kita lihat dari kucing, percikan dari kertas, semua karena listrik. Tapi mari kembali pada de Romas. Kita lihat bahwa ada listrik, miniatur dari petir, dalam benang layang-layang. Tidak berbahaya, karena jumlahnya yang kecil. Sehingga de Romas tidak ragu-ragu untuk menyentuh dengan jari-jarinya. Setiap saat dia mendekatkan jarinya ke silinder, dia menarik keluar percikan yang ditangkap exciter. Disemangati oleh contoh de Romas, para penonton pun mendekat dan membangkitkan letupan listrik. Mereka berkerumun di sekitar silinder luar biasa yang sekarang berisi api dari langit, diturunkan oleh kecerdasan seorang lelaki. Setiap orang berharap dapat melihat kerlipan di antara jemarinya, zat berkilat yang diturunkan dari awan-awan. Maka mereka pun bermain dengan petir itu selama setengah jam dengan bebas, saat tiba-tiba sebuah percikan keras mengenai de Romas dan hampir membuatnya pingsan. Waktu yang berbahaya telah datang. Badai setiap saat semakin dekat, semakin kuat, dan awan tebal melayang di atas layang-layang.

De Romas mengumpulkan kembali semua kekuatannya. Dia dengan segera membuat kerumunan mundur dan menyendiri di sisi peralatannya di bagian tengah lingkaran para penonton yang mulai ketakutan. Lalu dengan bantuan exciter, dia mendapatkan dari silinder metalik percikan kuat pertamanya, percikan yang mampu melumpuhkan seseorang dengan kekerasan yang sangat riuh, lalu pita-pita api melesat dengan garis berkelok-kelok dan berdentam saat meledak. Pita-pita api itu ketika diukur panjangnya dua atau tiga meter. Siapapun yang terkena satu saja pita api ini akan dipastikan hancur. De Romas, detik demi detik merasa takut akan terjadi kecelakaan yang fatal, memperbesar lingkaran para penonton yang penasaran dan mengurangi pancingan api listrik yang berbahaya. Tapi dengan keberanian akan kematian yang bisa saja sangat dekat, dia tetap melanjutkan observasinya yang berbahaya ini dari dekat, dengan ketenangan yang sama dengan menghadapi eksperimen yang tak berbahaya.  Di sekitarnya terdengar suara menggelegar seperti dentuman terus menerus di sebuah bengkel pandai besi, aroma terbakar tercium di udara, benang layang-layang diselimuti dengan semacam sarung bersinar dan beragam pita-pita api yang menyatu dari langit sampai tanah. Tiga jerami panjang, yang tanpa sengaja berada di tanah, tiba-tiba naik, meloncat ke arah tali, terjatuh, naik lagi, dan selama beberapa menit menghibur para penonton dengan pergerakannya yang tak beraturan.”

“Kemarin malam,” Claire berkomentar, “bulu-bulu dan potongan-potongan kertas kecil meloncat dengan cara yang sama antara kertas yang berisi listrik dengan meja.”

“Itu hal yang alami,” kata Jules, “karena Paman sudah berkata pada kita bahwa  di dalam kertas yang digosok terdapat hal yang sama dengan petir, hanya lebih sedikit jumlahnya.”

“Aku senang melihat kalian menangkap kemiripan antar petir dan listrik yang kita hasilkan dari menggosokkan tubuh. De Romas membuat eksperimen berbahaya ini dengan maksud untuk membuktikan kemiripan itu. Aku berkata ini adalah eksperimen yang berbahaya, kau akan lihat kenyataannya, bahaya apa yang dihadapi peneliti yang berani itu. Tiga jerami, aku sudah katakan, meloncat dari tali ke tanah, dan dari tanah ke tali, saat seketika semua orang menjadi pucat ketakutan. Datanglah ledakan keras dan sebuah halilintar menyambar, membuat lubang besar di tanah dan memunculkan awan debu.”

“Ya Tuhan!” Claire terkesiap. “Apakah de Romas terbunuh?”

“Tidak, de Romas aman dan dipenuhi kegembiraan, ramalannya dibuktikan dengan kesuksesan luar biasa. Dia menunjukkan bahwa petir bisa diturunkan dari awan dalam jangkauan peneliti. Dia sudah membuktikan bahwa listriklah yang menyebabkan petir. Itu, anak-anakku, bukan hasil yang sepele, yang hanya digunakan untuk memenuhi rasa ingin tahu kita. Sifat alami petir sudah dipastikan, sehingga menjadi mungkin untuk membuat perlindungan atas kerusakannya, nanti aku akan menceritakan pada kalian kisah tentang konduktor petir.”

“De Romas yang membuat eksperimen penting ini dengan membahayakan dirinya, harus dianugerahi dengan banyak kehormatan dan kekayaan oleh orang-orang semasanya,” kata Claire.

“Aduh! Anakku tersayang,” jawab pamannya, ”yang terjadi tidak seperti itu biasanya. Kebenaran jarang menemukan tempat yang leluasa untuk menanamkan dirinya, dia harus melawan prasangka dan kebodohan. Pertarungan ini terkadang menyakitkan, sehingga orang yang kuat pun tidak tahan pada tugas ini. De Romas ingin mengulangi penelitiannya di Bordeaux, namun justru dirajam oleh kerumunan orang yang menganggap dirinya orang berbahaya yang memunculkan petir dengan kekuatan sihir. Dia dipaksa untuk pergi dengan segera, meninggalkan alat-alatnya.”

“Beberapa saat sebelum de Romas, di Amerika Utara, Franklin membuat penelitian yang sama tentang sifat petir. Benjamin Franklin adalah anak dari seorang pembuat sabun yang miskin. Hanya dari rumah dia menemukan sarana yang diperlukan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung, dan lalu dengan pembelajarannya dia menjadi salah satu orang paling hebat di masanya. Pada suatu hari yang berbadai di tahun 1752 di pergi ke sebuah desa di dekat Philadelphia, ditemani putranya, yang membawa sebuah layang-layang yang dibuat dari sutra diikatkan ke empat sudut dengan dua batang kaca kecil. Sebuah logam membatasi alat itu. Layang-layang itu diterbangkan ke arah awan badai. Pertama-tama tak ada yang terjadi yang membenarkan ramalan sang pembelajar Amerika. Talinya tak menunjukkan tanda-tanda listrik. Lalu hujan datang. Tali yang basah membuat listrik bisa bergerak lebih bebas, dan Franklin, tanpa memikirkan bahaya yang dia lakukan dan dipenuhi kegembiraan, mengeluarkan dari jarinya hujan percikan yang cukup kuat untuk menyalakan api spiritus alkohol.”

Leave a Comment

error: Content is protected !!