Tembaga dan timah disebut logam.’ lanjut paman Paul. ‘Mereka berat, berkilau, dan yang tak akan hancur jika dipalu. Mereka pipih, tetapi tidak akan hancur. Ada lagi bahan yang memiliki berat yang sama seperti tembaga dan timah, juga sangat tahan pukulan. Semua bahan-bahan ini disebut logam.
‘Kalau begitu timbal yang sangat berat itu pun logam? tanya Emile.
‘Besi, perak, dan emas? lanjut saudaranya.
‘Benar, semua benda ini dan ada benda lainnya disebut metal. Semua memiliki kemurnian khusus yang disebut kilau logam (metal luster) namun warnanya berbeda-beda.
Tembaga berwarna merah, mas kuning, perak, besi timah dan timbal berwarna putih dengan tingkatan putih yang berbeda.
‘Tempat lilin yang sedang dijemur mama Ambroisine, ujar Emile, ‘warna kuningnya berkilau, dan begitu mengkilat sehingga menyilaukan. Apakah tempat lilin itu emas?”
‘Bukan, anakku. Paman mu ini tak sekaya itu. Namanya kuningan. Membuat beragam warna serta properti logam lain, mereka seringkali mencampur dua logam atau lebih. Mereka melelehkannya dalam satu wadah kemudian membentuk metal baru yang berbeda dari sebelumnya. Karenanya, mencampur tembaga dan sejenis metal Putih bernama timah sari/seng, seperti jambangan penyiram kebun dibuat, mereka memperoleh kuningan, ia bukan tembaga merah atau seng putih, tetapi kuning emas. Materi tempat lilin kemudian, yang terbuat dari tembaga dan seng, disebut kuningan meskipun berkilau dan berwarna kuning.
Emas berwarna kuning dan berkilau, namun tidak semua yang demikian disebut emas. Di festival desa lalu ada uang menjual cincin menakjubkan yang kilauan ya dapat menipumu. Sementara emas harganya mahal. Penjual itu menjualnya untuk anak laki-lakinya dan yang dijualnya adalah kuningan.
‘Bagaimana membedakan emas dan kuningan karena warna dan kilaunya hampir sama? Tanya Jules.
‘Dari beratnya. Emas lebih berat dari pada kuningan dan memang merupakan perhiasan terberat yang sering digunakan. Peringkat kedua adalah timbal, lalu perak, tembaga, besi, timah, terakhir seng, yang paling ringan.
‘Paman bilang, lanjut Emile, ‘untuk mencairkan tembaga diperlukan api yang sangat panas sehingga panasnya kompor merah tak akan ada tandingan nya. Tidak semua metal yang tahan dengan panas seperti itu, karena yang kuingat sekali cerita paman tentang prajurit2 dari timah yang hancur mengenaskan. Musim dingin lalu, aku membariskan mereka di kompor yang hangat. Kemudian karena aku tak lihat, Prajurit-prajurit itu terhuyung, tenggelam lalu meleleh. Aku hanya bisa menyelamatkan setengah lusin dan kaki-kaki mereka hilang. ‘
‘Dan ketika mama Ambroisine meletakkan lampu di kompor, tambah Jules, ‘tak lama lampu itupun meleleh: timah sepanjang jari pun hilang.
‘Timah dan timbal sangat mudah meleleh. Paman Paul menjelaskan. ‘Panas bumi kita cukup membuatnya meleleh. Seng juga sama. Tetapi perak, tembaga, emas dan terakhir besi membutuhkan panas yang berbeda dengan yang ada di dapur kita. Besi terlebih lagi, sangat keras, sangat bermanfaat bagi kita.
‘Sekop, tang, pemarut, kompor, semuanya terbuat dari besi. Beragam benda tersebut yang selalu bersentuhan dengan api, tidak meleleh, bahkan tidak lembek. Untuk melenturkan besi agar mudah dibentuk di atas landasan dengan palu, pandai besi memerlukan panas yang tinggi untuk menempanya. sia-sialah usahanya membentuk batu bara. ia tak akan berhasil melelehkan nya. Namun besi, dapat dilelehkan, tetapi harus menggunakan panas yang cukup dan manusia pun dapat membuatnya.