XXIII SUTRA

“Cepat atau lambat, tergantung dari spesiesnya, tibalah saatnya ulat merasa cukup kuat untuk menghadapi masa sulit metamorfosis. Dengan berani ia menjalani tugasnya karena mengisi perut adalah tugasnya; ia makan dua kali lipat: untuk dirinya dan serangga dewasa. Sekarang saatnya berpuasa, mengasingkan diri dari dunia dan mempersiapkan tempat tenang untuk tidur serupa mati, saat dimana kelahiran keduanya terwujud. Ribuan cara dilakukan untuk mempersiapkan sarang.

“Larva tertentu hanya membenamkan diri ke tanah, larva jenis lain melubangi celah-celah melingkar dan membuat pinggirannya halus. Ada beberapa larva yang membuat sarang mereka dari daun-daun kering. Ada juga yang tahu bagaimana membuat bola berlubang dengan melekatkan bulir pasir, serpihan kayu atau tanah. Mereka yang hidup di batang-batang pohon membuat sumbatan dari serbuk kayu di kedua ujung ruang yang telah mereka lubangi. Mereka yang hidup di dalam gandum melahap seluruh bagian yang kaya akan tepung, meninggalkan kulit luar, yang berfungsi sebagai buayan tanpa tersentuh sedikitpun. Yang lain, tanpa khawatir membuat tempat berlindung di celah pohon atau dinding,  melekatkan diri dengan benang-benang yang membungkus tubuh mereka. Mereka adalah ulat-ulat kupu-kupu kol dan Swallowtail. Namun, dalam pembuatan sel sutra yang disebut kepongpong, prosesnya memerlukan kemampuan tertinggi.”

Silk Worm
Eggs, worm, cocoon, and butterfly

“Seekor ulat bulu putih, berukuran jari kelingking, diternakkan dalam jumlah besar untuk diambil kepongpongnya, yang darinya bahan-bahan sutra dibuat.  Inilah  yang dinamakan ulat sutra. Di ruangan yang sangat bersih, dipasang tabir bertiang dimana daun-daun Mulberry diletakkan.  Ulat-ulat muda dari telur-telur menetas di rumah itu. Daun Murbay adalah pohon besar yang sengaja ditanam untuk memberi makan ulatLadang-ladang besar didedikasikan untuk menanam pohon murbay yang sangat penting untuk pertumbuhan ulat. Para ulat memakan sejumlah daun yang sering diperbaharui dan perlahan-lahan  kulit mereka berubah sesuai rata-rata pertumbuhan.  Selera makan mereka sedemikian besar sehingga suara rahang mereka seperti suara air hujan yang turun pada daun pohon. Benar bahwa ruangan itu terdiri dari ribuan ulat. Ia akan tumbuh besar dalam lima minggu. Kemudian pada tabir dipasang ranting dimana para ulat akan naik ketika tiba waktunya untuk memintal kepompong. Mereka menempelkan diri di ranting-ranting itu satu persatu. Kemudian ada banyak sekali benang yang sehingga mereka seperti membuat sejenis jaringan yang akan menopang mereka dan menjadi perantara untuk sebuah karya besar kepompong.

“Benang sutra berasal dari mulut bawah, melalui sebuah lubang bernama spinneret. Dalam tubuh ulat, material sutra sangat kental, cairan lengket menyerupai permen karet. Ketika keluar dari mulut, cairan ini dikeluarkan menjadi benang, yang  dilekatkan ke benang sebelumnya yang telah mengeras. Bahan sutra ini tidak seluruhnya ada di daun mulberry yang ia makan, seperti juga kandungan susu pada rumput buang dikonsumsi hewan ternak. Ulat mengolahnya sendiri dari bahan makanannya, seperti sapi yang mengolah rumput-rumput menjadi susu. Tanpa bantuan ulat, manusia tak mampu mengekstrak kandungan sutra dari pohon murbei untuk kain yang harganya mahal. Bahan-bahan pembuat sutra dihasilkan di dalam tubuh ulat yang kemudian ia keluarkan menjadi benang.

“Mari kitas kembali ke ulat yang menggantung di jaring yang ia buat. Saat ini ia tengah bekerja di dalam kepompongnya. Kepalanya bergerak terus. Ia maju, berhenti, naik, turun, ke kanan, kiri, sambil mengeluarkan benang  halus dari mulutnya, yang menggulung melilit tubuh ulat, melekat pada benang sebelumnya. Ia menyelesaikan pekerjaannya dengan terus membungkus kepompongnya hingga seukuran telur merpati. Struktur sutera awalnya sangat transparan sehingga ulat dapat melihat pekerjaannya. Namun saat menebal apa yang telah dikerjakannya tak dapat ia lihat lagi. Kita bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya. Selama tiga atau empat hari ulat menebalkan dinding kepompong hingga cairan sutera simpanannya habis. Di saat inilah akhirnya, ia mengundurkan diri dari dunia, menyendiri, dalam keadaan tenang dan siap untuk menjalani proses perubahan. Dalam hidupnya, selama sebulan ini, ia telah bekerja untuk menghadapi masa metamorfosis. Ia membalut dirinya di dalam daun murbei, tubuhnya mengecil karena telah membuat sutera untuk kepompongnya. Namun tak lama lagi ia akan menjadi seekor kupu-kupu. Bagi ulat, waktu-waktu tersebut sangat menenangkan! 

“Anak-anaku, aku hampir lupa tentang apa yang dilakukan manusia dalam hal ini. Pekerjaan kepompong sering kali belum selesai ketika manusia mengambilnya dengan paksa dan menjual kempompong-kepompong itu ke pabrik-pabrik. Selanjutnya, tanpa menunggu lama, mereka  memasukkan kepompong-kepompong itu ke oven dan uap panas membinasakan calon-calon kupu-kupu yang badan lembutnya tengah terbentuk. Bila terlambat, kupu-kupu akan merobek kepompong sehingga benang-benangnya tak bernilai lagi. Tindakan pencegahan ini dilakukan terlebih dahulu, sementara memilah kepompong yang sudah robek dilakukan saat senggang. Kepompong-kepompong itu kemudian diurai di pabrik-pabrik bernama pabrik pemintalan. Kepompong di masukkan ke dalam air mendidih agar zat lengket yang merekatkan serat luruh. Para pekerja yang diperlengkapi sapu-sapu terbuat dari tanaman heather mengaduk agar dapat menemukan dan mengambil ujung dari benang yang kemudian dikaitkan ke roda yang berputar. Dengan menggunakan mesin, benang-benang sutra dipilin sementara kepompong berloncatan di atas air mendidih seperti gulungan bola wol yang ditarik benangnya.

“Di pusat kepompong terdapat pupa yang terbakar dan mati karena panas. Benang-benang sutra itu kemudian melalui proses perendaman agar menghasilkan benang yang lembut dan berkilau. Benang-benang itu pun dicelupkan ke dalam tong berisi cairan pewarna dan mendapat warna yang diinginkan. Terakhir, benang-benang itu ditenun dan menjadi kain.

 

Leave a Comment

error: Content is protected !!