XXVII JARING LABA-LABA

Keesokan hari, anak-anak ayam keluar dari cangkang dan kondisi mereka baik. Sang induk menggiring mereka ke halaman, menggaruk tanah dan berpetok-petok. Ia mematuk biji-biji kecil dan anak-anak ayam mendatanginya dan mematuknya dari paruh sang induk. Saat ada alarm bahaya mendekat, induk memanggil mereka dan semua anak ayam melingkar di bawah sayap-sayapnya yang terbentang. Anak ayam yang paling berani melongokkan kepalanya, sementara kepala-kepala kecil kuning yang cantik itu bergelung di bawah bulu hitam induknya. Ketika alarm bahaya berakhir, induk ayam segera mencakar tanah kembali dan anak-anak ayam berjalan mengelilinginya. Mama Ambroisine yang begitusangat yakin, kembali mengungkapkan pepatah tentang laba-laba. Paman Paul lanjut menceritakan kisah laba-laba Epeira.

“Karena harus mampu menopang jaringan sutra, benang pertama yang terentang dari satu sisi ke sisi lain haruslah sangat kuat. Karenanya, Epeira memulainya dengan memperkuat kedua ujung benangnya. Kemudian ia bolak-balik dari satu benang di satu kaki ke benang lain selalu sambil menggulung, benang itu menjadi dua kali lipat, lalu tiga kali lipat kemudian melekat satu-sama lain. Jaring laba-laba itu pasti dijalin di antara dua benang itu.

“Untuk membuatnya, dari satu ujung benang yang telah dibuat, Epeira menjatuhkan diri secara perpendikular [membentuk sudut siku-siku], menggantung pada benang yang meluncur dari spinneretnya. Ia sampai pada dahan terendah dan mengencangkan benang, kembali naik ke jembatan penghubung menggunakan benang vertikal yang ia gunakan untuk turun. Laba-laba kemudian sampai di sisi sungai, dengan masih memintal, namun tanpa merekatkan benang sutra baru ini pada kabel. Saat tiba di sisi yang lain ia meluncur ke sebuah dahan dan mengaitkan benang ini dengan tepat lalu mengencangkan ujung benang yang telah ia pintal dalam perjalanannya dari satu sisi ke sisi lain. Rangka utama kedua ini  menjadi sebuah kabel dengan tambahan benang-benang baru. Terakhir, dua kabel paralel dikencangkan ujung-ujungnya oleh benang tambahan, di mulai dari benang itu di setiap arah dan mengaitkan benang-benang itu ke cabang pohon. Benang-benang lain yang dibuat dari titik ini dan dari satu kabel ke kabel lain ada lubang besar di tengahnya dan bentuknya hampir berbentuk lingkaran, dibuat untuk jaring. 

“Kalau begitu setelah Epeira membangun bangunan rangkanya, yang kasar namun kuat, mulailah pekerjaan yang memerlukan ketepatan. Jaring harus dijalin. Di seberang ruang melingkar terbuka dimana benang kerangka dibuat, benang pertama ditarik. Epeiria menempatkan diri di tengah benang, di titik pusat dimana jaring dibuat. Dari titik pusat ini banyak benang yang harus sama jaraknya dan satu sama lain harus seimbang dan dikencangkan di bagian ujung dibuat. Benang-benang ini disebut benang-benang lurus yang dibuat dengan bentuk memancar dari pusat lingkaran. Epeira kemudian merekatkan benang ke pusat dan naik dengan benang melintang yang telah dibentangkan, dan menyelesaikan ujung benang ke pusat. Setelah selesai, ia kembali ke pusat dengan benang yang baru saja ia bentangkan. Di sana benang direkatkan dan langsung menyatu dengan pusat dimana dibagian ujungnya membuat ujung benang kedua menjadi kencang Ia bolak-balik membuat benang dari pusat ke benang yang melingkar dan juga sebaliknya. Dengan cara itu laba-laba mengisi ruang berbentuk lingkaran dengan benang-benang yang sangat teratur jaraknya, seolah-olah dibuat oleh tangan ahli sesuai aturan dan ukuran.”

“Ketika benang membentuk lingkaran itu selesai, masih ada pekerjaan lain yang rumit. Setiap  jalur ini harus diikat oleh benang, dimulai dari batas lingkaran, berpilin-pilin mengelilingi pusatnya dimana benang itu berhenti. Epeira mulai dari bagian atas jaring dan melepaskan benang, membentangkannya dari satu ujung ke ujung lain dan senantiasa ia lakukan dengan jarak yang sama dengan cara melingkar. Dengan jarak yang sama dari yang sebelumnya, laba-laba berhenti di pusat. Selesailah pembuatan jaring tersebut. 

“Selanjutnya, harus dibuat tempat untuk menyerang dimana dari tempat ini Epeira dapat mengawasi jaringnya. Tempat ini adalah ruang istirahat dimana epeira terlindung dari dinginnya malam dan teriknya siang. Di sebuah bungkusan dedaunan yang merekat satu sama lain, laba-laba membungkus dirinya dengan benang sutera di dalam sebuah tempat persembunyian serupa lorong yang sempit. Seperti itulah tempat ia beristirahat. Apabila cuaca baik dan jalur perburuan ramai, siang dan malam khususnya, Epeira meninggalkan jaring untuk menyaksikan sekitar dengan cermat dan berlari memburu mangsanya secepat mungkin agar ia tak melarikan diri. Laba-laba menempatkan diri di tempatnya, yakni di tengah jaring, dengan delapan kaki terentang dalam posisi bersiap. Ia tak bergerak seolah-olah mati. Tak ada pemburu yang memiliki kesabaran sepertinya. Kita perlu mencontoh apa yang ia lakukan dan mari kita tunggu perburuan yang selanjutnya.

Anak-anak kecewa; saat cerita paman menjadi sangat menarik, Paman menghentikan ceritanya.

“Epeira sangat membuatku tercengang Paman,” ujar Jules. “Jembatan di atas sungai, jaring laba-laba yang melingkar, benang-benang yang berpilin dan berputar, yang mengecil saat mendekati pusat lingkaran, ruang untuk menyerang dan beristirahat – bagi makhluk yang mampu melakukan hal indah tanpa harus belajar bagai mana membuatnya, semua itu sangat menakjubkan. Menangkap mangsa pasti lebih menarik.”

“Benar sekali. Karenanya, daripada paman menceritakan perburuan itu, aku lebih suka menunjukkannya pada kalian. Kemarin saat melintasi ladang, aku melihat seekor Epeira yang sedang membangun jaring di antara dua pohon di kali kecil dimana banyak udang sungaikali ditangkap. Besok, kita bangun lebih pagi dan kita lihat perburuan Epeira. 

Leave a Comment

error: Content is protected !!