XXVI. PERANG MESSENIA

Tidak jauh dari Sparta, di sebelah Laconia, ada sebuah negara bernama Mes-se’ni-a, yang jauh lebih subur, dan telah lama ditempati keturunan Le’lex, saudara Lacedaemon.

Ketika bangsa Sparta melihat bahwa ladang orang Messenia lebih subur daripada milik mereka sendiri, maka timbul dengki dan keinginan untuk memilikinya. Maka mereka mencari – cari alasan untuk berperang melawan bangsa Messenia dan hendak merampas   tanah mereka.Tidak lama kemudian mereka menemukan satu alasan untuk memicu peperangan.

Di perbatasan Messenia dan Laconia terdapat sebuah kuil, di mana orang-orang dari kedua negara biasa berkumpul pada hari-hari tertentu untuk mempersembahkan korban kepada para dewa. Para pemuda Messenia, melihat kemolekan gadis-gadis Sparta, yang kuat, elok dan cerdas. Para pemuda Messenia ingin memperistri para gadis Sparta. Mereka melarikan beberapa gadis Sparta, membawanya pulang dan menolak untuk menyerahkan mereka kembali. 

Bangsa Sparta, marah terhadap perilaku ini, mereka maju mengangkat senjata. Dan suatu malam, dipimpin oleh raja mereka, menyerang kota Messenia di Am-phe’a. Serangan yang mendadak saat musuh tidak siaga, membuat bangsa Sparta menguasai kota dengan mudah. Dengan penuh amarah, pasukan Sparta menghabisi warga Messenia.  Orang Mesenia lainnya, mendengar tentang perbuatan kejam ini, dengan cepat bersiap untuk bertempur, dan dengan berani memulai peperangan yang dikenal sebagai Perang Messenia Pertama.

Meskipun sangat berani, bangsa Messenia belum terlatih sebaik bangsa Sparta, sehingga tidak berhasil mengusir bangsa Sparta. Sebaliknya, mereka semakin terdesak  dari satu tempat ke tempat lain, hingga mereka terpaksa berlindung di kota berbenteng I-tho’me. Di kota ini mereka  berlindung bersama raja mereka, Aristodemus, yang gagah berani.

Ithome dibangun di atas tebing yang tinggi, sangat curam sehingga tentara Sparta tidak bisa memanjatnya, dan sangat tinggi sehingga mereka bahkan tidak bisa menembakkan anak panah ke kota itu.

Prajurit Messenia, berlindung sambil menjaga tempat perlindungan ini dengan sangat waspada. Setiap kali ada prajurit Sparta yang berusaha memanjat tebing, mereka segera menggulingkan balok-balok batu besar ke atas para prajurit Sparta.

Semua berjalan dengan baik selama persediaan makanannya masih ada, tetapi saatnya tiba ketika para prajurit Messenia di Ithome tidak punya apa-apa untuk dimakan. Beberapa laki-laki yang paling berani mencoba turun ke lembah untuk mencari makanan; tapi diserang oleh para prajurit Sparta, sehingga mereka tidak bisa membawa banyak makanan untuk orang-orang yang kelaparan di sana.

Ketika Aristodemus melihat bahwa orang-orang akan mati kelaparan kecuali ditemukan cara untuk mendapatkan makanan, dia berkonsultasi dengan peramal, untuk mencari tahu hal yang terbaik untuk dilakukan. Sang peramal menjawab bahwa pertempuran harus diperjuangkan dan menjanjikan kemenangan kepada raja yang bersedia mempersembahkan putrinya kepada para dewa.

Ketika Aristodemus mendengar jawaban ini, dia bergidik ketakutan. Meskipun dia tahu bahwa leluhurnya telah mempersembahkan korban manusia di altar mereka, tapi dia sangat mencintai putri satu-satunya hingga tak rela untuk dipersembahkan.

Untuk beberapa waktu lebih lama, dia menahan setiap serangan, dan mencoba untuk memikirkan cara lain untuk menyelamatkan rakyatnya. Namun akhirnya, melihat bahwa mereka semua akan mati kecuali sesuatu dilakukan, akhirnya dia mengorbankan putri semata wayang yang sangat ia cintai.

Orang-orang Messenia tersentuh oleh kemurahan hatinya, dan oleh kesediaannya untuk mengerahkan segenap kekuatannya untuk menyelamatkan mereka. Mereka merasa yakin bahwa para dewa sekarang akan memberi mereka kemenangan. Prajurit Messenia bergegas keluar kota dan masuk ke perkemahan pasukan Sparta. Serangan mereka begitu tiba-tiba, dan mereka bertarung dengan sangat berani, sehingga mereka dengan cepat menewaskan tiga ratus prajurit Sparta dan salah satu raja Sparta.

Pertempuran ini tidak seperti yang mereka harapkan yaitu akan mengakhiri perang, tapi peperangan masih berlangsung selama beberapa tahun. Akhirnya Aristodemus, yang putus asa bakal meraih kemenangan, pergi makam putrinya yang tercinta, dan di sana ia bunuh diri.

Ketika Aristodemus mati, kota Ithome jatuh ke tangan bangsa Sparta. Mereka memperlakukan orang-orang Messenia yang ditaklukkan dengan sangat kejam serta memperbudak mereka, demikian buruk seperti terhadap kaum Helot.

Leave a Comment

error: Content is protected !!