Nutrisi Makanan dalam Pendidikan Charlotte Mason

Narasi atas Home Education Vol.1 pg 23–28

Pendidikan Charlotte Mason tidak hanya mengurusi soal kurikulum, jadwal pelajaran, atau judul-judul buku yang mesti dibaca. Buku volume 1 ini merupakan pondasi, yang memang secara khusus membahas tentang pengasuhan dan pendidikan anak usia 0–9 tahun. Jauh sebelum anak dipaparkan dengan beraneka ragam ilmu pengetahuan, dilatihkan dengan beraneka kemampuan, yang teramat penting adalah memenuhi nutrisi dan menjaga tumbuh kembang pada tahun-tahun pertamanya.

Anak yang sakit-sakitan, tentu tidak akan mampu mengikuti pelajaran sebaik anak yang sehat. Anak yang kekurangan nutrisi -bukan hanya untuk badan, tetapi juga untuk otaknya- tentu akan memiliki daya tangkap serta kemampuan berkonsentrasi yang jauh berbeda dengan anak yang terpenuhi nutrisi otaknya. Dan lebih buruk lagi, segala kekurangan nutrisi pada tahun-tahun pertama kehidupannya ini dapat berdampak permanen. Baca juga: 1000 hari pertama kehidupan.

Pendidikan tidak hanya soal intelegensi, tetapi juga kehendak dan moralitas. Ketiga aspek ini, semuanya, diatur dalam sebentuk organ lembut nan rapuh, yakni otak. Meski volumenya kecil, otak memerlukan energi besar untuk bekerja. Ia memerlukan aliran darah dan oksigen yang memadai, atau ia tidak dapat bekerja dengan baik (contoh: sulit berkonsentrasi).

Penting bagi orangtua untuk mempelajari dan memahami cara kerja otak, bagaimana melatihnya, mengistirahatkan, menutrisi, dan memantau perkembangannya; sama pentingnya seperti anggota tubuh lain yang tampak. Ini bukan hanya urusan para peneliti atau ilmuwan neurologis, orangtua sebagai pendidik dan pengasuh utama mesti memahami hal ini.

Setiap manusia dilahirkan dengan ukuran otak yang sama. Tanpa latihan dan kebiasaan berpikir, maka otak akan serupa tangan yang di-sling akibat cedera. Terasa lebih lemas, malas, bengkak, dan kaku digerakkan.

Otak tidak bisa tidak bekerja (inactive). Seperti halnya jantung dan paru-paru, ia akan terus aktif meski tidak kita sengajakan. Masalahnya, dalam pola apa ia bekerja? Jika kita tidak sengaja melatihkan, maka otak akan menempuh jalurnya sendiri.

Itulah sebabnya habit training sangat penting. Bukan hanya soal melatih kebiasaan berupa rutinitas belaka. Kita harus melatih otak agar ia dapat dipergunakan dengan cara dan tujuan yang baik dan benar. Usaha intelektual, moral, berkehendak, sebaiknya dilatihkan setiap hari. Ketika ia memaksa dirinya untuk keluar dari zona nyaman dan kemalasan, memilih untuk berdiri dan melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, itu menjadi salah satu bukti betapa habit training dapat melatih kerja otaknya.

Saran CM terkait waktu belajar paling baik adalah,

“After periods of mental rest, such as after sleeping or playing, when the blood is not engaged in working on major acitivity.”

Ada tiga “major activities” yang dilakukan tubuh dan memerlukan energi besar, yakni:

  1. aktivitas otak (belajar, membaca, menghafal, menghitung, berkonsentrasi)
  2. aktivitas otot besar tangan dan kaki (bermain, lari, lompat)
  3. proses mencerna makanan

Maka semestinya. ketiga kegiatan tersebut dijadwalkan secara seksama agar energi bisa disalurkan secara maksimal ke tempat-tempat yang sedang aktif. Pagi setelah sarapan adalah waktu belajar paling baik. Saat itu, otak anak masih segar usai beristirahat (tidur) dan sarapan diasumsikan berupa makanan ringan pembuka hari yang mudah dicerna, sehingga kerja pencernaan tidak terlalu berat.

Sungguh menggelitik apabila kita mengingat kultur Indonesia dengan sarapan sarat karbo, lemak, dan gula yang sebenarnya justru lebih sulit dicerna. Kalau diingat-ingat, habis makan besar gitu biasanya kita malah merasa ngantuk, ternyata akibat pencernaan kita yang sedang bekerja ekstra. Sarapan terbaik adalah buah-buahan, yang kaya vitamin, serat, air, dan gula alami yang dibutuhkan tubuh kita di pagi hari, serta mudah dicerna dan diproses menjadi energi. Siang hari seusai makan berat, waktunya anak-anak beristirahat atau melakukan aktivitas ringan seperti menggambar, bermusik atau kegiatan seni lainnya. Charlotte Mason sangat tidak menyarankan anak untuk memiliki PR.

Dalam menyusun jadwal pelajaran, orangtua perlu memahami perlunya selang-seling pelajaran yang menggunakan bagian otak berbeda untuk menghindari kejenuhan/kelelahan anak. Matematika dan Sejarah, misalnya, dapat dijadwalkan beriringan karena berimajinasi dan berhitung menggunakan bagian otak yang berbeda. Demikian pula, setelah anak bernarasi, seling pelajarannya dengan copywork ataupun resitasi puisi, sehingga ia (otaknya) tidak lelah.

Dalam metode CM, setiap mata pelajaran dilakukan dalam waktu singkat, short lessons. Dalam jangka waktu 5–15 menit secara bertahap mengikuti rentang konsentrasi anak, kita memintanya untuk memfokuskan perhatian sehingga jam belajar tidak berlarut-larut dan bertele-tele. Dalam waktu yang relatif singkat itu, jika anak mampu berkonsentrasi dan memperhatikan, sesi akademis akan berlangsung efektif. Sisa waktu yang banyak di hari itu dapat digunakan anak untuk melakukan hal-hal yang ia minati atau bermain bereksplorasi.

Hal ini sangat berbeda jika kita bandingkan dengan realita sekolah saat ini yang justru memanjang-manjangkan jam belajar. Anak mulai masuk jam 7 pagi, sekolah baru usai pukul 3 sore atau bahkan lebih sore lagi. Setelah itu pun, terkadang anak masih dibekali PR dan hafalan, atau masih mengikuti kegiatan ekstrakurikuler/les lain.

Dengan kaki-kaki kecilnya, anak-anak tidak bisa diam, terus melompat, berlarian ke sana kemari. Otaknya yang sedang berkembang pesat penuh keingintahuan tidak pernah berhenti berimajinasi dan bertanya. Keinginan besar untuk mempraktekkan ribuan kosakata yang baru ia dengar, membuat ia tidak berhenti bicara. Aku teringat anakku pernah bilang, dia nggak mau makan bukan karena dia nggak laper tapi karena pas makan dia jadi nggak bisa ngomong 😅

Walaupun tubuh mereka lebih kecil daripada orang dewasa, mereka membutuhkan lebih banyak energi dan nutrisi. APALAGI mereka masih terus bertumbuh. Anak-anak yang aktif bergerak tentu sehat, tetapi berarti mereka tidak boleh kekurangan nutrisi.

Beberapa catatan tentang nutrisi makanan:

  • Sarapan — makan siang berjarak maksimal 5 jam
  • Protein hewani setidaknya 1 kali sehari, atau 2 kali sehari, yang satunya dalam bentuk lebih ringan. Ikan mengandung asam amino, fosfor, dan omega 3 yang merupakan nutrisi penting bagi otak.
  • Anak perlu makanan sehat, kaya nutrisi makro-mikro, dan mudah dicerna. Aneka olahan tepung, keju, atau daging yang digoreng bukanlah contoh makanan yang mudah dicerna. Makanan yang mudah dicerna adalah yang paling mendekati bentuk aslinya dan tidak melalui rantai pemrosesan yang panjang.
  • Anak perlu makanan yang bervariasi. Semakin bervariasi makanannya, semakin lengkap nutrisi yang ia dapatkan karena setiap jenis makanan memiliki kandungan yang berbeda-beda, “They should not have anything ‘always’; every meal should have some little surprise.”
  • Pentingnya menciptakan suasana menyenangkan dan bebas stres saat makan. Enzim pencernaan hanya dapat bekerja dengan baik jika pikiran rileks dan tidak stres. Charlotte Mason sangat menyarankan momen keluarga makan bersama sambil bercakap-cakap ringan. Ini merupakan waktu tepat untuk membangun family bonding, memberikan teladan bagi anak soal memakan makanan sehat, mengunyah perlahan, menghabiskan makanan, dan kebiasaan baik lainnya.

Anak-anak butuh variasi makanan yang kaya serta jadwal makan yang teratur. CM menyarankan perlunya “meal rotation” agar anak-anak mendapatkan gizi lengkap dari aneka jenis makanan dan tidak bosan dengan yang itu-itu saja sehingga mereka jadi malas makan. Salah satu bukti bahwa pendidikan CM adalah metode pendidikan yang holistik, ketika ia tidak hanya bicara soal perencanaan kurikulum dan jadwal pelajaran tetapi juga perencanaan rotasi menu makanan!

Nah, apakah menyajikan bermacam makanan untuk anak berarti memanjakannya? TIDAK. Anak yang cukup makan, nutrisi, dan terpuaskan indera pengecapnya mencicipi berbagai jenis makanan, tidak akan menjadi rakus. Justru anak-anak yang kurang terpenuhi asupannya akan nutrisi dan variasi, mereka tidak bisa mengendalikan diri. Sama halnya dengan orang dewasa. Jika kita merasa ingin ngemil terus, berarti sesungguhnya kita tidak mendapatkan nutrisi yang memadai dari makanan utama kita.

Pada era CM, anak-anak memang masih kerap dididik dengan keras dan diajarkan menanggung kesusahan agar menjadi kuat. Dalam artian, mereka dibiasakan meredam keinginan, dilarang mengungkapkan perasaan dan pendapat, dilarang menangis dan merengek, mematuhi perintah orangtua, dan makan seadanya yang disajikan orangtua. CM mengemukakan hal yang berbeda, yakni anak-anak justru perlu disajikan beraneka ragam makanan.

Namun saat ini, tidak sulit menemukan anak-anak yang tidak mau makan, tetapi kalau jajan tidak berhenti-berhenti, bisa habis 10–20 ribu dalam sehari (dan menghasilkan setumpuk kemasan plastik bekas jajanan). Orangtuanya mengeluh, anaknya tidak mau makan, tetapi tidak berhenti jajan. “Ya sudahlah yang penting makan,” demikian anggapan mereka. Padahal, jajanan-jajanan seribuan yang terus menerus mereka beli itu sangatlah sedikit -atau bahkan tidak ada- zat gizinya. Tentu saja, anak itu terus-menerus merasa lapar. Karena mereka tidak cuma butuh mengunyah, mereka butuh nutrisi. Sebagian besar jajanan tidaklah sehat, dan komposisinya sebagian besar merupakan gula, yang seringkali menjadi cikal bakal berbagai penyakit degeneratif.

Sejak tahun 2018, Inggris telah memberlakukan pajak gula (sugar tax) untuk makanan dan minuman dengan kadar gula tertentu. Semakin tinggi kadar gula, semakin besar pajaknya, semakin tinggi harganya. Ini diharapkan dapat membuat orang-orang berpikir berkali-kali sebelum membeli makanan atau minuman yang mengandung gula. Pemerintah Inggris melakukan langkah preventif bagi masyarakatnya, agar terhindar dari penyakit degeneratif maupun obesitas yang bermula dari gula.

Namun, di Indonesia yang terjadi adalah sebaliknya. Makanan dan minuman serba manis dapat dengan mudah ditemukan dengan harga yang sangat terjangkau. Jus buah lima ribuan, alpukat kocok, aneka es cokelat ataupun “capuccino”. Buah, alpukat, cokelat, maupun kopi/capuccino yang digunakan seringkali hanya berupa perasa saja, sisanya? Gula. Coba deh beli minuman semacam itu. Alpukatnya seiris, esnya penuh, gulanya secentong sayur! Bukan pakai takaran sendok teh lagi. Masih ditambah susu kental manis pula. Akibatnya, pemerintah justru menanggung beban karena sebagian besar biaya pengobatan yang ditanggung BPJS adalah untuk mengobati penyakit degeneratif.

Kecukupan nutrisi pada anak hampir tidak ada kaitannya dengan status ekonomi, karena banyak pula anak yang berasal dari keluarga berada, tetap mengalami malnutrisi atau obesitas. Apakah masyarakat desa yang jauh dari perkotaan lebih sulit mendapatkan makanan bergizi? Sepertinya tidak. Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Buah-buahan dan tanaman sumber pangan melimpah ruah sepanjang tahun, terjangkau dengan harga yang murah jika dibandingkan dengan harga buah di negara lain. Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia, ikan laut maupun ikan air tawar mudah didapatkan sebagai sumber nutrisi.

Adalah soal kurangnya pengetahuan dan wawasan tentang nutrisi itu sendiri, serta minimnya kesadaran akan makanan sehat dan gizi seimbang. Aku teringat ucapan Pak Wied Harry semasa aku pernah mewawancarainya dulu, “Air kelapa mudah itu saja kan sudah enak ya, sehat dan mudah didapat. Segar rasanya. Tetapi orang Indonesia menambahkan sirup, gula, susu kental manis, dan es batu, sehingga jadi tidak sehat lagi. Kenapa kita tidak bisa berhenti dan mencukupkan diri?” katanya.

Menjadi PR besar bagi kita para pendidik rumah untuk menegakkan kebiasaan makan yang sehat pada anak-anak. Bukan untuk memanjakan mereka dengan sajian meja makan yang penuh, bukan soal memenuhi permintaan jajan mereka yang tidak seberapa-seribu dua ribu. Lebih dari itu, kita mesti memikirkan asupan nutrisi terbaik yang bisa kita berikan agar mereka senantiasa tumbuh sehat, cerdas, dan tangguh. Semua itu bermula dari asupan sedini mungkin, bahkan dari semenjak mereka masih di dalam kandungan. “Mens Sana in Corpore Sano”.

Bagian ini menjadi bukti pendidikan Charlotte Mason yang holistik. Ia tidak hanya bicara soal pelajaran, nilai, buku-buku dan tugas siswa. Pendidikan berlangsung seumur hidup, bukan hanya semasa usia sekolah saja. Maka, pendidikan sejatinya perlu mencakup keseluruhan hidup seseorang, intelektual, mental, dan fisiknya. Anak-anak yang berbadan sehat, akan lebih mampu berkonsentrasi dan menyerap ilmu pengetahuan ketimbang anak yang sakit-sakitan.

Leave a Comment

error: Content is protected !!