Biar Ibu Alam yang Mengajarkan

Narasi atas Home Education, Out of Door Geography, pg 73–85

Tak jauh berbeda dengan pelajaran sejarah, geografi di sekolah juga kerap disajikan untuk siswa dengan cara yang kurang menarik. Bayangkan, geografi sesungguhnya adalah ilmu tentang bumi, planet tempat kita tinggal ini! Bagaimana ia terbentuk, iklim yang melingkupinya, manusia dengan karakteristik khas di setiap tempat, yang berbeda satu sama lain; dan segala makhluk menakjubkan yang mendiaminya, sungguh dikerdilkan dalam paparan fakta kering dan ilustrasi seadanya dalam buku teks pelajaran sekolah.

Never be within doors when you can rightly be without

Dalam setiap kesempatan berada di luar ruangan, seorang ibu akan memaparkan si kecil dengan ilmu pengetahuan yang membuat matanya kian berbinar-binar. Tentang pergerakan dan posisi matahari, bentuk awan yang berarak, arah mata angin, yang tentunya hanya bisa dipahami dengan memperhatikan langsung, dan berada di sana, di alam terbuka. Charlotte Mason menyebutnya sebagai “everyday mysteries”, hal-hal yang terjadi setiap hari di sekitar kita but we took it for granted, jarang memperhatikan apalagi mengambil pelajaran.

“Clouds and rain, snow and hail, winds and vapours, fulfilling His Word” — are all everyday mysteries that the mother will be called upon to explain faithfully, however simply.

Aku teringat sebuah sesi Charmed Live yang diadakah Charmed Community bersama Tarsono, seorang petani Indramayu yang konsisten mencatat curah hujan di desanya selama belasan tahun; disebut sebagai agrometeorologi — hingga kumpulan data impresif yang ia kumpulkan selama lebih dari satu dekade ini menjadi bukti nyata perubahan iklim; yang berpotensi mengacaukan ritme tanam-panen para petani. Berbekal kecermatan mencatat satu everyday mysteries ini saja — yakni hujan — data yang dikumpulkan Tarsono mampu dianalisis untuk membaca pola anomali cuaca dan menyelamatkan para petani di desanya dari gagal panen.

Seorang kawan yang juga ibu bekerja, mencoba konsisten untuk mengajak anak-anaknya memperhatikan langit malam, setiap malam tanpa jeda. Hingga anak-anaknya yang berusia dini sudah mampu mengidentifikasi perubahan fase bulan, juga posisi terbitnya. Juga letak bintang, di mana dan kapan ia terlihat, serta suara binatang-binatang malam yang mungkin samar jika tak didengar dengan seksama. Safari malam, versi ibu bekerja. Aku sangat menghargai dan mengagumi apa yang ia lakukan. Hal sederhana, namun jika dilakukan dengan konsisten terus menerus setiap hari, seperti halnya pendulum, yang melakukan gerakan kecil namun berkelanjutan, inilah sebenar-benarnya pendidikan.

The child who observes the sun for a year and notes down for himself, or dictates, the times of his rising and setting for the greater part of the year, and the points of his rising and setting, will have secured a basis for a good deal of definite knowledge.

Apa pelajaran pertama anak-anak kelas 1? Menulis nama? Menghafal pancasila? Menyanyikan lagu alfabet? Menyalin angka 1–20?

Aku teringat pelajaran pertama anak seorang kawan yang baru masuk kelas 1 di Amerika Serikat. Ia diminta untuk membuat denah lingkungan sekitar, berdasarkan rute yang ia lalui dari rumah menuju sekolah. Membuat denah butuh kerja otak yang kompleks; apalagi memperkirakan jarak dan skala. Geografi memang identik dengan peta, tetapi ada banyak ilmu di balik sebuah peta. Kalau kamu pernah membuat undangan pernikahan yang melampirkan peta dan denah lokasi, kamu pasti paham, tidak mudah menyederhanakan dunia nyata ke dalam gambaran dua dimensi yang mudah dipahami.

Tetapi menariknya, meski menekankan pentingnya peran ibu dalam setiap sesi belajar di luar ruangan ini, Charlotte Mason tidak menyarankan ibu untuk berceramah, sibuk menunjukkan atau menerangkan ini-itu kepada anak tentang segala hal yang mereka lihat dan temukan. Ibu tidak harus tahu tentang segalanya, ibu tidak mesti selalu bisa menjawab setiap pertanyaan anak. Justru, sedapat mungkin ibu menahan diri untuk berbicara, perannya hanyalah mengantarkan dan mendampingi anak untuk berinteraksi dengan alam; selebihnya biar ibu alam yang mengajarkan.

The mother’s real difficulty will be to keep herself from much talk with the children, and to hinder them from occupying themselves with her. There are few things sweeter and more precious to the child than playful prattle with her mother; but one thing is better — the communing with the larger Mother, in order to which the child and she should be left to themselves.

Kalau kita ingat lagi, inilah yang disebut dengan masterly inactivity, sebuah konsep pendidikan Charlotte Mason yang sangat gentle, hingga anak tidak merasa sedang diajar sedikitpun. Charlotte Mason sangat memahami bahwa hobi ibu-ibu adalah berceramah, menerangkan, mengomel, dan merepet, maka ia mengingatkan berkali-kali dan memahaminya sebagai “the mother’s real difficulty” untuk menahan diri dari banyak bicara. Bagi dia, ketika membersamai anak-anak di alam terbuka, peran ibu sebagai fasilitator pendidikan—sesungguhnya tidaklah banyak:

…the mother reads her book or knits her sock, checking all attempts to make talk; the child stares up into a tree, or down into a flower — doing nothing, thinking of nothing; or leads a bird’s life among the branches, or capers about in aimless ecstasy; — quite foolish, irrational doings, but, all the time a fashioning is going on: Nature is doing her part, with the vow —

“This child I to myself will take:
She shall be mine, and I will make
A lady of my own.” [Wordsworth]

Sesekali menunjukkan kepada anak temuan yang menarik, dan banyak mengucap doa dan membimbing anak untuk memuji kebesaran Tuhan: “She will point to some lovely flower or gracious tree, not only as a beautiful work, but a beautiful thought of God, in which we may believe He finds continual pleasure, and which He is pleased to see his human children rejoice in.”

Waktu yang banyak di luar ruangan tidak lantas membuat ibu kehabisan akal untuk memanfaatkan waktu gembira ini sebaik mungkin. Charlotte Mason bahkan merekomendasikan pelajaran bahasa asing untuk disampaikan pada saat bercengkerama riang di luar ruangan ini. Nyanyi-nyanyian, permainan tradisional, lompat tali, badminton, hingga memanjat adalah beberapa kegiatan yang disarankan oleh Charlotte Mason. Iya, memanjat!

Keterampilan memanjat, baik pohon, pagar, tebing — sebenarnya layak untuk diajarkan, karena anak akan belajar kehati-hatian dalam melangkah, memperhitungkan resiko, dari aktivitas memanjat ini. “Kita sering berteriak ke anak, ‘HATI-HATI NAK!’ padahal ‘hati-hati’ adalah sebuah konsep yang sulit dipahami oleh anak, apalagi jika ia belum pernah dihadapkan pada situasi yang mengharuskannya untuk berhati-hati. Hati-hati itu apa? Berhati-hati dari apa? Memanjat akan mengajarkan anak tentang makna hati-hati; dengan mengalaminya sendiri. Ingat, anak usia dini hanya mampu belajar dari hal-hal konkrit, nyata, alih-alih teriakan ‘hati-hati’ yang belum mampu ia pahami.

Truly, the exercise is so admirable — the body being thrown into endless graceful postures which bring every muscle into play, — and the training in pluck, daring, and resource so invaluable that it is a pity trees and cliffs and walls should be forbidden even to little girls. The mother may do a good deal to avert serious mishaps by accustoming the younger children to small feats of leaping and climbing, so that they learn, at the same time, courage and caution from their own experiences, and are less likely to follow the lead of too-daring playmates… a little scream and sudden ‘Come down instantly!’ ‘Tommy, you’ll break your neck!’ gives the child a nervous shock, and is likely to cause the fall it was meant to hinder by startling Tommy out of all presence of mind.

Yang tidak kalah menarik bagiku adalah ketika Charlotte Mason mengungkapkan pentingnya “noisy games” — yang ia katakan bermanfaat bagi perkembangan otot dada, tenggorokan, dan paru-paru anak. Ketika berada di dalam ruangan yang rapi dan tertata, orang dewasa kerap terganggu dengan sifat alami anak yang tidak bisa diam, berlari dan berlompatan ke sana kemari, berteriak-teriak, tertawa keras bersama teman. Akrab di telinga mereka hardikan kita, “Jangan lari-lari! Jangan berisik! Awas jatuh! Adik lagi bobo! Jangan kenceng-kenceng ngomongnya! Nanti dimarahin tetangga!”

Sungguh ironi bagaimana kita berusaha membangun dunia yang dikatakan demi masa depan anak-anak, tetapi kita tidak menciptakan lingkungan keseharian yang ramah bagi mereka. Kita menghias rumah dengan berbagai benda pecah belah, memenuhinya dengan perabot yang membatasi gerak, memaksa mereka untuk mengikuti agenda orang dewasa yang serba teratur, tertib, rapi, dan terkondisi. Padahal segala jaringan otot dan otak mereka yang tumbuh pesat butuh latihan setiap hari agar bisa berkembang dengan sempurna. Dan itu tidak bisa didapatkan anak-anak melalui kegiatan duduk rapi dan diam di kamar seharian.

Itulah sebabnya Charlotte Mason ingin anak-anak dibawa ke alam setiap hari, sesering mungkin. Alam terbuka di mana anak bebas berlarian, melompat, berteriak keras-keras tanpa khawatir mengganggu orang lain. Alam akan menerima dan membimbing mereka untuk dapat bereksplorasi memaksimalkan latihan bagi setiap bagian tubuh mereka.

The muscular structure of the organs of voice is not enough considered; children love to indulge in cries and shouts and view-halloos, and this ‘rude’ and ‘noisy’ play, with which their elders have not much patience, is no more than Nature’s way of providing for the due exercise of organs, upon whose working power the health and happiness of the child’s future largely depend. People talk of ‘weak lungs,’ ‘weak chest,’ ‘weak throat,’ but perhaps it does not occur to everybody that strong lungs and strong throat are commonly to be had on the same terms as a strong arm or wrist — by exercise, training, use, work.

Leave a Comment

error: Content is protected !!