Penjelasan tadi pagi ditujukan untuk pembentukan awan. Evaporasi yang terus berlanjut terjadi di permukaan tanah yang lembab sama seperti di lapisan air, danau, kolam, rawa, sungai dan permukaan lautan. Uap air yang terbentuk naik ke udara dan tetap tak terlihat selama suhunya tepat. Tapi ketika panas berkurang karena ketinggian yang bertambah, tibalah saat dimana uap air tak sanggup lagi tersimpan dalam bentuk larutan dan kemudian memadat menjadi sejumlah uap yang terlihat, menjadi kabut atau awan.
“Saat setelah udara dingin memasuki lapisan atas dari atmosfer, kabut awan mencapai derajat pengembunan tertentu dan titik-titik kecil air terbentuk jatuh menjadi hujan. Pertama-tama sangat kecil, kemudian bertambah besar volumenya karena bergabungnya titik-titik kecil lain yang sama. Ukuran mereka saat mencapai kita proporsional dengan ketinggian dari mana mereka berasal, tapi tak pernah melebihi ukuran hujan yang tepat sesuai yang seharusnya. Jika terlalu besar tumpahan hujan akan jatuh dengan kencang ke tumbuhan-tumbuhan dan akan menjatuhkan mereka luluh lantak ke tanah, mati. Dan apa yang terjadi jika pengembunan uap air tidak terjadi perlahan namun mendadak? tentu tak akan lagi hujan turun dari langit, tapi balok air yang berat, yang saat jatuh akan menggunduli dahan-dahan pepohonan, menghancurkan panen, dan menjatuhkan atap-atap rumah kita. Namun hujan jatuh dalam bentuk titik-titik yang seakan melewati sebuah saringan yang didesain untuk diletakkan di jalurnya dan membagi serta melemahkan tekanannya. Dalam kejadian yang jarang terjadi, benarlah bahwa hujan datang pada kita dalam bentuk penyamaran yang aneh sehingga dapat membuat orang yang tak mengerti jadi ketakutan. Siapa yang tidak takut saat hujan darah atau sulfur?
“Apa katamu, Paman?” interupsi Emile, “hujan darah atau sulfur? Aku pasti akan sangat ketakutan.”
“Aku juga,” kata Claire.
“Apakah itu benar?” Jules ganti bertanya.
“Betul. Kau tahu aku hanya menceritakan pada kalian kisah-kisah yang benar terjadi. Memang ada hujan darah dan sulfur, paling tidak penampilannya seperti itu. Bukti hujan ini ditunjukkan dari sisa-sisa tetesan yang berada di dinding-dinding, jalanan, dedaunan pohon, dan baju para pelintas yang berwarna merah seperti darah. Di waktu lain, saat hujan jatuhlah dari langit serbuk yang halus berwarna kuning, serupa sulfur. Benarkah itu hujan darah, sulfur? Tidak. Yang disebut hujan darah dan sulfur sehingga memunculkan peringatan yang konyol, sebenarnya adalah hujan biasa yang dinodai dengan aneka debu yang diangkat dari tanah oleh angin. Di musim semi di daerah-daerah bergunung, sejumlah besar hutan pohon fir mekar. Setiap tiupan angin membawa sejumlah besar serbuk kuning kecil dari bunga-bunga pohon fir. Kau bisa melihat titik-titik serbuk yang sama di semua bunga, terutama bunga lili.”
“Itu serbuk yang menodai hidungmu dengan warna kekuningan saat kau menciumnya terlalu dekat,” jelas Jules.
“Tepat. Itu disebut serbuk sari atau pollen. Nah, saat jatuh di kejauhan, terkadang sendiri, terkadang bersamaan dengan hujan, serbuk sari itu dikumpulkan dari hutan oleh hembusan angin yang menyebabkan dia dipanggil hujan sulfur.”
“Hujan darah dan sulfur Paman itu tak menakutkan sama sekali,” Claire berkomentar.
“Tentu tidak. Akan tetapi seluruh penduduk hatinya dibekukan oleh ketakutan akan turunnya putaran angin yang membawa serbuk sari atau debu merah yang tak mengancam. Mereka membuat diri mereka sendiri percaya bahwa ada wabah, yang mendahului datangnya akhir dunia. Kebodohan adalah hal yang mengenaskan, anak-anakku tersayang, dan pengetahuan adalah hal yang indah, walaupun disajikan pada kita hanya untuk menjauhkan kita dari teror yang tolol.”
“Di masa depan,” kata Jules dengan gagah, “biarpun ada hujan sulfur atau darah, jika ada yang ketakutan, itu bukan aku.”
“Bisa juga berjatuhan dari langit, dengan atau tanpa hujan, beragam bahan mineral, seperti pasir sebagai contohnya, atau bubuk kapur, atau debu jalanan. Bahkan pernah ada yang menyebutkan hujan binatang-binatang kecil, ulat, serangga dan katak-katak muda. Keajaiban dari hujan ini menghilang jika seseorang memikirkan bahwa terpaan angin yang sangat kuat bisa membawa bersamanya semua material ringan yang ada di jalurnya, dan memindahkannya dalam jarak yang jauh sebelum membiarkannya terjatuh lagi.”
“Di waktu yang lain hujan serangga bisa disebabkan oleh sesuatu yang berbeda dari kerja angin. Beberapa jenis belalang, contohnya, berkumpul bersama dalam kawanan yang luar biasa besar untuk pergi ke distrik yang lain saat mereka kekurangan makanan. Rombongan imigran itu terbang, seakan-akan oleh suatu sinyal yang diberikan, dan melintasi udara dalam bentuk awan besar yang menghalangi sinar matahari. Migrasi tersebut berlangsung berhari-hari dalam sekali jalan, rombongan yang sangat banyak. Lalu kawanan rakus itu mendarat, seperti badai hidup, di sebuah vegetasi di provinsi yang sangat jauh. Dalam beberapa jam, rerumputan, dedaunan, pepohonan, biji-bijian, padang-padang, semua dilahap. Tanahnya seakan dibabat api, tak memiliki sebilah pun rumput tersisa. Terkadang orang-orang di Algeria mati karena kelaparan. karena belalang telah menghabiskan panen mereka.”
“Gunung berapi juga menghasilkan hujan abu. Debu vulkanik adalah nama yang diberikan pada debu bakaran yang terlempar ke ketinggian oleh gunung berapi saat mereka erupsi. Material halus ini membentuk awan-awan luar biasa besar, yang jika di siang hari bisa menjadikan langit gelap layaknya malam, dan yang saat terjatuh ke bumi di jarak yang jauh maupun dekat, melumpuhkan binatang dan tanaman dalam hujan abunya.”