Rousseau Berhasil Membuka Pemikiran Orang Tua
‘Keluarga adalah unit bangsa.’–F. D.Maurice.
Saya rasa tidak ada pemikir pendidikan lain yang mempunyai pengaruh mendalam terhadap orang tua seperti Rousseau. Orang-orang tidak lagi banyak membaca Emile, namun banyak teori terkini tentang rutinitas seperti apa yang pantas untuk anak-anak berasal dari buku tersebut, meskipun kebanyakan orang mungkin tidak menyadarinya. Semua orang tahu–dan mereka yang hidup pada masa Rousseau bahkan lebih mengetahuinya daripada kita–bahwa karakter Jean Jacques Rousseau tidak memberinya hak untuk bertindak sebagai otoritas dalam hal apa pun, apalagi pendidikan. Bahkan dia mengakui bahwa dia adalah orang yang menyedihkan, dan kami tidak melihat alasan untuk meragukan kebenaran pengakuan-pengakuannya. Bukanlah pesona atau gayanya yang membuat kita menjauh. Kita tidak terpesona oleh ‘kelemahannya yang dipaksakan’. Tidak ada orang yang bisa mengungkapkan lebih dari apa yang ada dalam dirinya, dan teori filosofisnya kurang kuat sehingga sebagian besar teori tersebut tidak layak untuk dimasukkan dalam pemikiran saat ini.
Namun, terlepas dari kesalahannya, satu-satunya hal yang dia miliki adalah wawasan untuk mengenali kebenaran nyata yang tampaknya memerlukan kejeniusan untuk menemukannya. Karena kebenaran bahkan lebih dihargai daripada batu delima, kemampuannya mengenali kebenaran besar itu yang membuat dia memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai guru yang hebat. Orang-orang bertanya, dan masih bertanya, apakah Rousseau salah satu dari suara kenabian? Ribuan orang tua terpelajar di Eropa dengan penuh semangat mengikutinya, dan pengajarannya telah menyebar hingga ke rumah-rumah terpencil di zaman kita sekarang. Sepertinya itu sudah cukup menjadi jawaban. Bahkan tidak ada pendidik lain yang memiliki pengaruh sedikit saja mendekati Rousseau. Orang-orang yang terpesona oleh gayanya, seperti Putri Galitzin dari Rusia, meninggalkan masyarakat dan membawa anak-anak mereka ke daerah terpencil di mana mereka dapat mencurahkan seluruh waktu dan sumber daya mereka untuk tugas sebagai orang tua. Para ibu yang paham akan tugasnya, akan pensiun dari dunia dan kadang-kadang bahkan meninggalkan suami mereka agar mereka dapat mempelajari ilmu klasik, matematika, sains, dan apa pun yang memungkinkan mereka untuk mengajar anak-anak mereka sendiri. ‘Untuk apa lagi keberadaanku?’ mereka bertanya. Dan kesadaran bahwa membesarkan anak adalah kewajiban paling penting bagi setiap orang terus menyebar.
Betapapun ekstrimnya metode yang Rousseau usulkan, tetap saja ada orang yang mengikutinya, karena kebetulan dia menyentuh hal sensitif yang mempengaruhi hati banyak orang. Dia adalah salah satu dari sedikit pendidik yang memanfaatkan naluri orang tua. Dia tidak pernah berkata, ‘Tidak ada harapan bahwa kita dapat mengandalkan orang tua, jadi kita harus mengurus anak-anak tanpa mereka!’ Itu adalah hal yang mengecewakan dan pesimistis yang kita ucapkan saat ini. Sebaliknya, Rousseau hanya berkata, ‘Para orang tua, tugas ini adalah milik kalian, dan hanya kalian yang dapat melakukannya. Terserah kalian, orang tua dari anak-anak usia muda, untuk menjadi penyelamat ribuan generasi penerus. Tidak ada hal lain yang lebih penting. Semua skema yang dilakukan dengan susah payah oleh orang-orang tidak ada artinya dibandingkan dengan urusan serius membesarkan anak-anak kita agar lebih unggul dari diri kita sendiri.’
Dan, seperti yang telah kita lihat, orang-orang pun mendengarkan. Tanggapan terhadap ajarannya layaknya air yang meluap dari bendungan. Antusiasme orang tua tidak pernah terlihat begitu bersemangat seperti saat itu. Dan Rousseau, meskipun dia lemah dan tidak layak, mengajarkan satu kebenaran yang benar: dia mengalihkan hati para ayah kepada anak-anaknya, yang membantu mempersiapkan sebuah generasi bagi Tuhan. Namun sayangnya, meskipun ia telah meletakkan fondasi yang tepat, sisa ajarannya tidak memberikan apa-apa selain kayu, jerami, dan tunggul sebagai bahan bangunan.
Rousseau berhasil menyadarkan orang tua akan tugas mereka sebagai orang tua. Dia menunjukkan kepada mereka bahwa kewajiban mereka sebagai orang tua bersifat mengikat, sangat serius, dan mencakup area yang luas. Tapi dia gagal, dan memang demikian, ketika dia menawarkan kesombongannya yang kikuk sebagai kode pendidikan. Meski begitu, kesuksesannya cukup menggembirakan. Ia menyadari bahwa Tuhan mempercayakan pendidikan setiap anak kepada dua orang: seorang ibu dan seorang ayah. Respon luar biasa orang tua terhadap gagasannya membuktikan bahwa hati orang tua akan terpantik pada gagasan tugas penting yang dipercayakan kepada mereka seperti halnya pasang surut air laut merespons tarikan gravitasi bulan.
Setiap orang tua sadar bahwa ada hukum yang tidak tertulis. Persepsinya mengenai betapa pasti atau mulianya hukum-hukum tersebut sebanding dengan statusnya sendiri. Namun, meskipun setiap orang tua mempunyai kesadaran ini, mungkin masih menarik untuk mencoba mendefinisikan hukum-hukum ini, meskipun upayanya sangat kecil.