Semua alasan yang tersurat dalam prakata dijabarkan Charlotte Mason (CM) dalam beberapa poin penting yang melandasi sebuah pendidikan yang secerah matahari, mampu menunjukkan relasi, keterhubungannya dengan segala aspek dalam jiwa manusia.
Children are born persons.
Satu kalimat yang akan terus menjadi teman seperjalanan kita. Frasa yang mendasari semua metode CM. Imani potensi baik anak. Meski mereka juga terlahir dengan potensi buruk yang mesti kita siangi. Seorang anak yang lahir di lingkungan buruk pun memiliki potensi menjadi sangat baik. Di sisi lain, setiap hal buruk menurut kita saat ini, kelak bisa menjadi kekuatan baik si anak, jika kita memahami cara melatihnya.
Ya, melatihnya, bukan mengisinya dengan aneka petuah ciptaan kita, menekannya menjadi apa yang menurut kita baik. Setiap anak dibekali kepatuhan dan setiap orangtua dibekali dengan otoritas oleh Tuhan. Namun, penegakan kepatuhan ini juga mesti dibatasi oleh rasa hormat pada pribadi utuh anak.
Kita sering tergoda menggunakan otoritas kita untuk menekan hasrat alami anak. Atau sebaliknya, menggunakan hasrat alami seperti rasa cinta, ketakutan, keinginan diperhatikan menjadi sarana menguji kepatuhan. Padahal, seharusnya kepatuhan anak ini mesti berdasar pada kepatuhan orangtua pada Tuhan.
Dan anak mesti dilatih patuh pada orangtua, karena secara alami, anak akan mencari otoritasnya. Jika orangtua tidak menjadi otoritas bagi si anak, maka anak akan mencari keluar dan bisa jadi pencariannya berakhir pada suatu sosok yang buruk.
Otoritas saja tidak cukup untuk mendidik anak, maka kita perlu prinsip-prinsip besar lagi berupa tiga pilar pendidikan CM. Pendidikan adalah kerja spiritual yang mesti dilakukan dengan seksama dan penuh pemikiran. Oleh karena itu, CM membatasi pendidikan pada tiga instrumen utama.
Pertama, pendidikan adalah atmosfer. Education is an atmosphere. Bukan berarti rumah kita mesti dibuat atau diredesain untuk memudahkan anak, namun justru anak menghirupi pendidikan yang tersebar secara alami di kehidupannya sehari-hari. Bagaimana ibunya memasak, ayahnya memperbaiki talang rumah, kakaknya membaca buku, neneknya merawat unggas, semua membawa atmosfer pendidikan yang akan dicerap anak, sadar maupun tidak sadar. Maka, raising our children is raising ouselves.
Kemudian, kedua, education is a discipline. Disiplin melatihkan kebiasaan baik adalah pondasi proses pembelajaran yang efektif. Short lesson dalam pendidikan CM hanya bisa terlaksana jika anak sudah terbentuk habit of attention dan habit of obedience-nya. Dan setiap subyek pembelajaran dalam kehidupan anak haruslah dimaksudkan untuk melatih kebiasaan-kebiasaan baik, bukan sekedar menumpuk pengetahuan.
Lalu, instrumen ketiga, education is a life. Akal budi anak adalah sesuatu yang hidup. Secara alami akal budi membutuhkan asupan sama seperti pencernaannya. Kebutuhannya untuk bertumbuh sama besarnya dengan fisik anak. Adakah yang percaya, terlalu banyak makanan instan, gula-gula, aneka zat aditif artifisial dalam cemilan baik untuk fisik anak?
Begitupun akal budi. Mereka butuh ide untuk mengembangkan diri. Ide dan gagasan yang dia serap akan diasimiliasikan sendiri olehnya. Dan idenya pun selayaknya sama terpilihnya dengan asupan gizi harian anak yang kita siapkan di meja makan. Kaya, beragam, dan menarik hasrat anak. Generous curriculum.
Maka pemilihan asupan budi ini jadi kerja terbesar orangtua dan pendidik. Memastikan mengapa, apa dan bagaimana sajian ini terhidang ke meja jamuan anak. Lebih baik tidak sebaik yang terbaik. Bukan berarti kita sajikan bubur yang encer agar anak cepat menelan semua. Metode Herbartian menjadi sorotan CM karena dalam metode tersebut, beban mengolah informasi agar mudah ditelan terletak di pundak pendidik.
Padahal, anak bukan tas kosong yang bisa dimasuki dan digunakan menyimpan banyak informasi begitu saja. Mereka butuh mengunyah sendiri setiap hal baru, direlasikan dengan pengetahuan lama dalam dirinya, kemudian dinarasikan, diilustrasikan, atau dituliskan dan menjadi pengetahuan baru miliknya.
Maka, setelah kerja menyiapkan sajian yang segar bergizi, percayakan pada akal budi anak untuk menumbuhkan dirinya. Kita hanyalah si tukang kebun yang menyirami, memberi pupuk, menyiangi gulma, memastikan paparan mentari, namun bukan yang menumbuhkan.
Pemberian fakta saja tidak sanggup membangun keluasan konsep berpikir, maka anak juga perlu diberikan ide-ide pembentuk suatu pemikiran atau kejadian. Saat membaca cerita tentang Leonardo da Vinci misalnya. Anak bukan diminta menyebutkan karya-karyanya, kapan dia lahir, namun anak dibacakan kisah kehidupannya sedari kecil, orang-orang yang dekat dan membentuk pribadinya dan mengapa serta bagaimana karya-karyanya dibuat. Itulah mengapa buku terbaik yang bisa dibaca anak adalah yang ditulis orang yang paling dekat dengan subyek, atau berada di jaman yang sama dan tidak memiliki tendensi atau pesan yang menggurui.
Baca juga: