Sebelum maju ke beragam tahapan narasi, kita harus memahami dulu prinsip vital yang membuat narasi efektif. Narasi harus dilakukan dari buku berkualitas tinggi.
…less than the best is not good enough.
Sepertinya itulah standar buku yang diharapkan CM untuk dinarasikan anak-anak kita.
Narasi seperti pencernaan, dia mengunyah dan mengolah semakin banyak saat materi yang diberikan segar serta bermutu tinggi. Pikiran anak akan kurang terlatih jika materi yang diberikan tak mampu menggugah seluruh akal budinya.
Sungguh disayangkan waktu, perhatian dan konsentrasi yang tersita untuk sebuah buku yang ‘encer’. Seperti anak berumur 7 tahun yang terus diberi bubur, anak akan kehilangan banyak momen pertumbuhannya. Sementara buku yang kering, tak naratif, imajinatif dan tak sastrawi layaknya sarapan oatmeal kering yang tak enak dikunyah. Anak yang kelaparan pun mungkin lebih memilih mencari makanan lain. Makanan yang mungkin menyenangkan, tapi tak bergizi. TV, film, video game dipersembahkan untuk menyenangkan pikiran pasif, bukan untuk menumbuhkannya.
Semakin baik buku yang ia baca, semakin tinggi gaya berbicara dan menulis anak. Kebanyakan anak yang menarasikan buku-buku terbaik tak butuh lagi pelajaran tata bahasa dan komposisi. Mereka terbiasa berpikir kronologis sesuai yang biasa mereka narasikan, mendeskripsikan apa yang mereka ketahui dengan detil. Narasi juga bisa digunakan dalam matematika, ketika kita meminta mereka menjelaskan maksud pertanyaan dan menjelaskan bagaimana cara mereka sampai pada suatu jawaban. Komunikasi oral mereka pun akan terlatih mengartikulasikan kosakata yang beragam dari buku-buku terbaik.
Yang jelas, anak tak akan bisa menghasilkan materi lebih baik daripada yang sudah diberikan kepadanya. Maka berikan yang terbaik. Akan lebih mendidik membaca dan menarasikan satu buku berkualitas tinggi daripada terburu-buru membaca banyak buku kurang berkualitas. Pilihlah dengan bijak.
Berikan yang terbaik, maka kita melatihnya membuat asimilasi pengetahuan sedari dini dengan meminta perhatian penuh darinya karena tak akan ada kesempatan kedua, mereka harus menarasikan dengan sekali dengar.
Narasi menggantikan kuis-kuis
Ketika kita memilih metode bernarasi, kita harus menerima bahwa kita tak akan lagi menanyakan hal-hal berupa kuis pada mereka. Karena hanya mereka yang bertanya lah yang memikirkan materi itu. Jadi biarkan anak yang terus bertanya pada dirinya sendiri, hal-hal seperti, ‘dari mana aku mulai’, ‘apa selanjutnya’.
Biarkan anak mengerjakan semuanya sendiri.
Tidak menginterupsi walaupun tidak setuju.
Tidak mencoba bertanya saat anak terdiam.
Pertanyaan adalah gangguan bagi kereta pemikiran anak yang tengah melaju. Pertanyaan dari luar mendistraksi anak dari pertanyaan yang tengah mereka ajukan pada pikiran mereka sendiri. Jika kita mengajukan pertanyaan, kita seakan sedang meminta anak memuntahkan makanan yang tengah mereka cerna. Sebuah kekerasan pada proses alami manusia.
Beri anak waktu, dengarkan narasi yang merupakan buah dari proses berpikir anak. Saat mereka selesai bernarasi baru kita boleh menambahkan beberapa detil yang tertinggal. Pertanyaan boleh diajukan dengan sedikit saja petunjuk, misalnya, “Apakah kau ingat bagian tentang surat?” Jika anak berkata tidak, stop. Anak akan menyadari kurangnya perhatian mereka dan akan memastikan kali berikut tak terulang lagi.
Ingatlah, tidak ada narasi individu ataupun isi materi yang lebih penting dari proses narasi dan membangun kebiasaan intelektual yang baik.
Itulah mengapa bacaan tak boleh diulang. Lebih baik anak kehilangan ‘sesuatu’ daripada membangun kebiasaan berpikir bahwa akan selalu ada kesempatan kedua. Saat ini terjadi, mereka akan kehilangan stimulus menaruh perhatian penuh.
Dalam sebuah kelas besar, setiap anak yang ikut bernarasi boleh menambahkan bagian-bagian yang terlupa oleh temannya saat temannya usai bernarasi. Namun dalam praktek homeschooling, jika ada bagian yang sangat penting hilang dari narasi, pengajar boleh menarasikan bagian-bagian yang hilang tersebut.
Ada cara praktis, pengajar yang telah memahami materi bisa menuliskan detil penting di papan tulis, atau pembatas buku, sebelum pelajaran dimulai. Anak akan menaruh perhatian lebih pada detil tersebut, dan akan memacu mereka memasukkan detil-detil tersebut dalam narasi mereka. Contohnya sebelum pelajaran sejarah, pengajar menuliskan, 17 Agustus 1945, Proklamasi, Bendera Indonesia.
Pertanyaan-pertanyaan kuis hanya akan menghasilkan pengetahuan yang terpecah-pecah. Mereka hanya lebih mudah dinilai saja. Namun telah terbukti, jenis pengetahuan semacam ini hanya akan bertahan sebentar. Tes yang dulu membuat kita mendapat nilai 100 belum tentu mampu kita selesaikan sama baiknya sekarang.
Membiarkan anak berpikir berarti membiarkan anak bertanya dan mencari jawabannya. Inilah nilai sebenarnya dari narasi. Janganlah kita menghalangi proses ini. Pikiran tidak menyimpan apapun kecuali apa yang direproduksi dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan pikiran pada dirinya sendiri.
Narasi harus di-review secara periodik
Untuk membangun pengetahuan, ingatan juga perlu dilatih dalam bernarasi. Itulah perlunya meminta anak menarasikan beberapa material yang telah berlalu. Ada beberapa bentuk narasi ulangan ini. Bisa dengan menanyakan pada anak sebelum membacakan buku hari ini, “Apa yang terjadi terakhir kita membaca ini?” Atau untuk lebih memompa ingatan, kita bisa meminta detil seperti, “Apa yang kau ingat tentang tegangan permukaan air?”
Sementara anak memikirkan ini, mereka membangun ikatan lama menjadi lebih kuat dan membentuk pemahaman yang lebih kuat dan sintetis dengan pengetahuan yang baru. Aku membayangkan ini seperti seekor laba-laba yang menambah benang di jembatan jaringnya agar lebih kuat dengan berjalan bolak balik di jembatan tersebut sebelum menambahkan benang lain ke arah yang berbeda.
Anak-anak juga perlu melakukan ujian akhir term pembelajaran setiap 12 minggu. Seminggu di mana anak diminta secara acak menarasikan materi dari yang mereka baca atau kegiatan yang mereka lakukan.
“Ceritakan tentang Babilonia.”
“Temukan tiga tanaman liar yang bisa dimakan dan ceritakan tentang mereka.”
“Ceritakan bagaimana Tom Sawyer mengecat pagar atau bagaimana saat dia menerima kitab suci di sekolah Minggu.”
Pilihan cerita boleh diberikan.
Ujian ini membuat anak menceritakan apa yang benar-benar mereka tahu. Beberapa akan bercerita dengan detil, beberapa mungkin singkat. Namun tes yang sudah ditentukan benar salahnya, seperti pilihan ganda, sebenarnya digunakan untuk mencari tahu apa yang anak tidak tahu. Saat anak menyadari akan ada ujian, mereka akan memberi fokus dan perhatian yang lebih kuat dalam setiap materi belajar mereka. Jika dalam narasi sebelumnya diberikan secara oral, begitupun saat ujian.
Yang terpenting dari ujian ini adalah melatih anak kemampuan berpikir dan mengumpulkan kembali materi-materi yang telah mereka pelajari. Proses ini lah yang terpenting. Walau, kita mungkin akan sangat terpesona dengan hasil narasi mereka.
Narasi harus menjadi milik pribadi murid
Sebuah narasi harus benar-benar merupakan kerja orisinil dari anak. Campur tangan siapapun akan membuat narasi itu tak lagi murni milik mereka. Bayangkan sebuah kertas yang kita minta anak gambari mobil. Jika kita ikut membantu membuat garis lurus, lingkaran roda yang bulat sempurna, gambar itu pasti akan bagus dan lebih mirip obyek aslinya. Namun, itu bukan karya orisinil anak. Betapapun mereka menyukainya.
Biarkan anak mengekspresikan narasi mereka bagaimanapun caranya. Dengan kata-kata, atau dengan bermain peran lego, atau sekaligus memainkan drama. Inilah mereka, dan mereka harus dihargai.
Kita memang tengah menggunakan cara yang non-konvensional dalam pembelajaran, maka sebaiknya kita tahu benar cara menggunakannya agar efektif. Dengan begitu kita akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan usaha kita dan berdiri tegak dengan tujuan kita terarah tepat di depan.
3 thoughts on “Prinsip-prinsi Narasi”